Banyak jalan menuju Roma. Begitu
sebuah pribahasa yang sering kita dengar. Kira-kira maknanya adalah banyak cara
untuk meraih suatu tujuan. Hari Rabu, 17 Juni 2015 merupakan hari ketiga dalam
perjalanan napak tilas kami ke Italia. Akhirnya kami tiba di Roma dengan
selamat. Kami menginap di Villa Aurelia yang terletak di Via Leone XIII, 459, 00165
Roma, Italy.
letak Vila Aurelia
Dalam tulisan ini saya sedikit akan
mengetengahkan villa tempat kami menginap ini karena rupanya bukan hotel atau
penginapan biasa saja. Bangunan ini
termasuk bangunan klasik yang berseni. Villa ini terletak
600 meter dari Villa Pamphilj Park, Roma. Villa Aurelia menawarkan parkir gratis, dan lokasi yang damai
dengan pemandangan menghadap St. Peter's
Basilica. Semua kamar yang fungsional meliputi TV satelit dan kamar mandi
pribadi. Kamar-kamar
yang cerah di Aurelia dilengkapi dengan AC dan lantai keramik. Wi-Fi tersedia
dengan biaya tambahan. Menurut penjaga di vila ini yang bahasa
Inggrisnya cukup lancar, bus ke Kota Vatikan dan Piazza
Venezia Square berhenti dalam jarak 5 menit di jalan
utama dekat vila ini. Untuk menuju jalan utama berjalan
kaki sebentar.
Stasiun Kereta San Pietro berjarak 2 km, untuk koneksi menuju pusat
transportasi Termini. Sarapan klasik ala Italia disajikan pada pagi hari saat kami sarapan, dengan menu mencakup croissant manis, yoghurt, dan coffee latte.
Ketika
saya mencari berbagai sumber, rupanya Villa Aurelia, awalnya dibangun untuk
Cardinal Girolamo Farnese sekitar 1650. Bangunan ini berfungsi untuk pengaturan
untuk konferensi, resepsi publik, konser, dan program lainnya. Hal ini juga
termasuk apartemen untuk Academy Warga dan dikelilingi oleh 3,8 hektar kebun
megah.
Sebelum
sarapan pagi, saya berkeliling sekitar vila. Kebunnya luas dan indah dihiasi
aneka tanaman hias yang sedang mekar bersemi. Saat saya menikmati keindahan
bunga-bunga musim panas, saya dikejutkan dengan sapaan ‘good morning’ dari
seorang pria setengah baya, yang saya sangka sebagai pria Philipina, jika
menilik dari postur dan kulitnya. Namun, dugaan saya tentang pria ini salah
semua. Karena pria tersebut adalah seorang imam SCJ yang berasal dari
Indonesia. Saya mengetahui identitasnya saat saya dikenalkan oleh Suster
Littah. Rupanya vila tempat kami menginap ini milik dari para imam SCJ (Sacerdotum a Sacro Corde Jesu) atau
Kongregasi Imam Hati Kudus Yesus. Kalau di Indonesia pusatnya ada di Jl. Karya
Baru 552/94 Km.7, Palembang 30152, Sumatera Selatan.
Audensi Umum Paus
Fransiskus
Hari ini merupakan hari yang
istimewa bagi kami, rombongan Santa Ursula BSD, karena hari ini, Rabu, 17 Juni 2015, kami akan mengikuti audensi umum pemimpin
Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus, di lapangan Basilika St. Petrus. Kami
benar-benar menantikan peristiwa ini. Sesudah menikmati sarapan ala Italia di
Vila Aurelia, kami berangkat untuk mengikuti acara istimewa ini.
Dalam hangatnya udara musim panas
pada pagi hari di Vatikan, kami sudah
mulai antri untuk menuju pemeriksaan tentara Vatikan yang terkenal itu. Akhirnya sesudah lolos dari pemeriksaan, kami mencari tempat
duduk di deretan kursi yang masih cukup lowong. Meski sudah banyak orang yang
hadir saat itu, tetapi deretan kursi masih ada yang kososng. Saat itu audensi
baru akan diadakan pukul 09.30 waktu setempat. Kami sudah hadir sejak pukul 07.30.
Menunggu lama pun tak masalah bagi kami. Sepertinya hal itu berlaku juga bagi
ribuan orang dari berbagai madhab di bumi ini yang sudah memadati lapangan St.
Petro.
Perasaan saya bercampr aduk. Yang
jelas pasti bahagia karena mendapat kesempatan langka ini. Perasaan lain adalah
kagum dan terpesona karena begitu banyak orang dengan aneka warna kulit,
bahasa, dan tentunya asal mereka. Saya bertanya sebenarnya apa yang mereka cari
di sini? Jauh-jauh mereka datang hanya untuk mendapat kesempatan ini. Semuanya
terarah pada satu tujuan untuk mendapat berkat dari orang yang menduduki tahta
Santo Petrus itu. Saya jadi merinding, kalau membayangkan bila Yesus sendiri
yang hadir di sini bagaimanakah kiranya suasananya? Pasti akan lebih
menggemparkan lagi. Paus sebagai wakil-Nya di dunia saja, semua orang sudah
menantikannya dengan penuh antusias.
Detik-detik Paus datang pun
akhirnya tiba. Semua orang mengarahkan pandangan pada satu titik dari pintu tempat
dia datang. Yang tak melihat, memusatkan perhatian pada layar TV besar yang
terpasang di setiap sudut lapangan itu.
Saya tak bisa memandang wajahnya dari dekat. Namun, aura
yang terlihat dari jauh pun sudah dapat dirasakan. Orang ini bukan semabarang
orang. Melainkan orang yang luar biasa.
Hari itu bacaan Injil yang diangkat
tentang Yesus menyembuhkan anak Janda dari Nain. Injil dibacakan dalam beberapa
bahasa: Italia, Inggris, Latin, dan Arab. Untung hari itu saya duduk
bersebelahan dengan Romo Ignatius Ismartono, SJ, selaku pembimbing rohani kami
selama berziarah. Padre Ignatio, begitu nama beken beliau selama berada di
Italia, menjelaskan beberapa isi khotbah Paus karena diuraikan dalam bahasa
Itali. Jadi saya bisa memahami isi khotbah tersebut. Ada beberapa kata Itali
yang sama dengan bahasa Inggris. Jadi saya bisa menyambungkan sendiri, lalu
saya konfirmasi kebenarannya kepada
Padre Ignatio.
Beginilah kira-kira isi khotbah
Paus dalam audensi tersebut:
Saudari dan Saudara terkasih, sebagai kelanjutan dari katekese keluarga saya hendak mengajak
kita semua untuk merenungkan kembali suatu peristiwa yang sangat dramatis dan
penuh penderitaan yang harus dihadapi oleh stiap orang tanpa kecuali,
yaitu kematian anggota keluarga. Yesus sangat mengasihi mereka yang sedang
berduka sebagaimana bacaan hari ini ( Rabu, 17 Juni 2015) mengingatkan
kita, karena kematian orang yang dikasihi senantiasa membawa penderitaan
bagi keluarga.
Semoga kita, dengan kelembutan dan kasih
sayang dari Kristus yang mendekati kita dapat menawarkan penghiburan bagi keluarga yang
sedang menderita karena kehilangan anggota keluarganya. Semoga juga kita
menjadi saksi-saksi akan cinta kasih yang dinyatakan Kristus melalui salib-Nya
dan kebangkitan-Nya. Cinta lebih kuat
daripada kematian. Diatas segalanya, mari kita bersyukur atas iman kita
pada-Nya yang adalah satu-satunya merupakan pemberian respon yang baik untuk menanggapi
kebutuhan terdalam kita dalam menghadapi kematian orang yang dikasihi.
Hal ini sangat jelas
bagi orangtua yang kehilangan seorang anaknya. Kehadiran Yesus bagi seorang
janda di kota Nain menunjukkan kepada kita bahwa Dia bersama kita di masa
tergelap hidup kita dan dia menemani kita ketika kita kehilangan dan
meratap. Iman yang sejati akan Dia, kebangkitan-Nya, kehadiran-Nya yang
selalu menyertai, membuat kita menghadapi dan menjalani kehilangan kita. Sengat
maut sebagaimana disebut oleh Santo Paulus, akhirnya kita pahami dan yakini
bahwa kematian bukanlah pemegang keputusan terakhir.
Hari ini juga saya
hendak menyapa para peziarah yang menghadiri audiensi hari ini, antara lain
Zambia, Hongkong, Indonesia, Jepang, Pakistan, Vietnam.
Kami sangat bahagia karena pada audensi itu, nama komunitas
kami (Sekolah Santa Ursula dari Indonesia) disebut. Begitu nama kami disebut,
dengan serentak kami berseru/berteriak: Yeee! Huuu!
Kira-kira pukul 11.30 audensi berakhir. Kami diberi
kesempatan untuk membeli sovenir di pertokoan sekitar. Seperti biasanya, orang
Indonesia kalau bepergian selalu memikirkan oleh-oleh untuk sanak-saudara di
tanah air. Toko-toko di sana sangat ramai karena melayani para pengunjung dari
berbagai negara.
salah satu sudut Kota Roma
Ch. Enung Martina