MUSIUM PENDERITAAN
Jumat, 21 Juni 2013
War Remnants Museum adalah yang terpopuler di Ho Chi Minh
City. Museum yang dibuka sejak 1975 ini memamerkan masa-masa Perang Vietnam. Musium
ini tepatnya di antara Jalan Ly Tu Trong, Pasteur, Le Thanh Ton dan Nam Ky Khoi
Nghia. Museum ini mengilustrasikan sejarah kelam Vietnam dan Amerika pada masa Perang
Vietnam yang terjadi pada 1961-1975. Dengan begitu memberitahu para pengunjung tentang hal yang mungkin belum mereka ketahui
mengenai perang tersebut.
Terlihat banyak
sekali turis yang termenung saat melihat foto-foto di museum ini. Termasuk saya
di dalamnya. Bukan hanya merenung saya melihat diorama, foto, gambar tentang
perang, bahkan air mata saya tak kuasa untuk dibendung. Ketika saya melihat koleksi dalam museum ini, rasanya
saya menyaksikan kekejaman di luar batas kemanusiaan. Namun, ketika saya lihat
lagi beberapa kekejaman hingga dunia dengan era digital sekali pun keejaman
yang dibuat oleh mahluk yang menamakan dirinya manusia yang berakal budi pun
masih tetap ada.
Bagi Anda
yang menggemari film perang tentu cukup akrab dengan film-film berlatar
belakang perang Vietnam, seperti Platoon,
Full Metal Jacket, Born on the Fourth of July dan serial TV Tour
of
Duty. Saya hanya
menonton serial TV Tour of Duty saja.
Perang dingin yang berlangsung selama 18 tahun (1957 – 1975) antara Republik
Vietnam (Vietnam Selatan) – yang didukung Amerika Serikat – dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara) – yang
didukung USSR dan Tiongkok – itu memang banyak dijadikan sumber insprirasi
dalam dunia perfilman Amerika.
Dan jika kita berkunjung ke Ho Chi Minh City – dahulu disebut Saigon, Anda akan bisa menemukan perang sebagai tema yang kental mewarnai sejumlah museum di kota itu. Namun perang ternyata bukan sekadar cerita getir tentang pertumpahan darah, melainkan juga kisah tentang kemerdekaan, kebebasan dan kebahagiaan rakyat Vietnam. Rupanya pemerintah Vietnam telah berhasil mengubah sisa peninggalan perang Vietnam menjadi obyek wisata yang menarik buat turis untuk berkunjung. Sisa-sisa peninggalan perang dengan Perancis dan Amerika, termasuk kekejaman yang terjadi pada saat itu tergambar di War Remnants Museum, yang rupanya cukup berhasil sebagai museum yang popular di Vietnam karena berhasil menarik minat wisatawan sebanyak 500 ribu orang lebih setiap tahunnya.
Menurut Miss Mila,
Museum ini menempati area seluas dua hektar persegi, sebelum menjadi gedung
berarsitektur Prancis ini dulu sempat beberapa kali beralih fungsi, mulai dari
istana gubernur Indochina, markas besar administratif sementara, kantor
komisaris tinggi Prancis, hingga tempat tinggal sementara Presiden Diem saat
pembangunan Independence Palace – disebut Gia Long Palace – dan mahkamah agung.
Konon Presiden Diem memerintahkan pembangunan tiga terowongan bawah tanah di
tempat ini, yang terhubung dengan sejumlah bagian lain dari Saigon, seperti
Cholon. Tujuannya agar dia dapat melarikan diri saat terjadi kudeta.Sayang,
usaha melarikan diri dari kudeta itu gagal sehingga dia tertangkap dan
dibunuh.
Di museum yang terdiri
dari dua lantai ini, kita bisa melihat perjalanan sejarah Ho Chi Minh City
selama 300 tahun, dari kota pelabuhan biasa hingga menjadi kota terpadat dan
terbesar di Vietnam. Ada tujuh ruangan besar dengan tema yang berbeda-beda di
sana, antara lain yang terkait dengan arkeologi, sejarah pembentukan dan perkembangan,
kebudayaan, industri kerajinan tangan dan tentu saja perang revolusi hingga
menjadi Vietnam saat ini. Kalau Anda ingin tahu sejarah lengkap Ho Chi Minh
City, museum ini harus Anda kunjungi. Informasi yang terpampang dalam bahasa
Prancis, Inggris dan Vietnam pun cukup lengkap, dengan display yang
menarik.Bahkan ada juga boneka-boneka yang sengaja dipajang untuk menggambarkan
kehidupan sehari-hari masyarakat Saigon, seperti upacara perkawinan lengkap
dengan pakaian pengantin tradisional.
Museum itu seolah
ingin menunjukkan kepada dunia kekejaman yang dilakukan pasukan Amerika kepada
rakyat Vietnam, lewat foto-foto dokumentasi hitam putih dan berwarna. Potret
rakyat Vietnam, dari orang dewasa hingga anak-anak balita, yang menjadi korban
ledakan bom dan ranjau darat, terjangan peluru, maupun semprotan cairan kimia
beracun dari pesawat terbang yang disebut Agen Oranye, secara terbuka dipajang
di setiap dinding. Bahkan ada juga kotak-kotak kaca berisi mayat bayi yang
mengalami malformasi akibat Agen Oranye, dan kemudian diawetkan. Saya
menyarankan bagi pengunjung yang
termasuk orang yang tak tahan melihat kekerasan, sebaiknya jangan mengunjungi
museum ini.
Karena saya seorang
turis asing di negri ini yang tak tahu kejadian persisnya, memanng aura
kebencian rakyat Vietnam terhadap pasukan Amerika Serikat begitu kental
menyelimuti museum. Tak heran jika sejumlah review di Internet menyebut museum
ini sebagai tempat yang penuh propaganda pemerintah Vietnam untuk memojokkan
Amerika Serikat telah melakukan kejahatan perang di negara itu.
Saya melihat hal
yang positifnya dari museum ini yaitu tempat ini menjadi tempat wisata yang
ramai dikunjungi para turis. Sudah pasti itu akan membawa dampak ekonomi yang
bagus bagi rakyat Vietnam. Selain itu, bagi para kaum muda Vietnam, juga
mengobarkan semangat nasionalisme yang tinggi dan menumbuhkan rasa cinta tanah
air yang kuat.
Dari semua hal yang
saya rasakan, saya saksikan, dan saya pelajari di museum ini
bisa menjadi pengingat kuat bahwa perang untuk alasan apa pun hanya membawa kerugian dan kesedihan, serta menimbulkan luka mendalam. Tak ada sedikitpun keuntungan dari berperang.
bisa menjadi pengingat kuat bahwa perang untuk alasan apa pun hanya membawa kerugian dan kesedihan, serta menimbulkan luka mendalam. Tak ada sedikitpun keuntungan dari berperang.
(Ch. Enung Martina)