Sebuah Catatan
Perjalanan
Ini merupakan catatan perjalanan 4 tahun yang lalu yang sempat terbengkalai karena berbagai alasan, salah satunya kesibukan. Selamat menikmati!
Selasa, 18 Juni 2013
(sumber gambar: http://airlines-airports.com)
Sebagian perasaan masih tertinggal di rumah. Keinginan untuk menempel pada bocah imut yang
egosentris bernama Abhimanyu masih menguasai perasaan. Itulah yang dinamakan
kelekatan. Namun, aku juga berhak untuk pergi lepas dari kelekatan cinta dan
aroma rumah yang hangat dan belajar untuk melihat dunia luar. Belajar untuk
tega melepaskan kelekatan dari yang dicintai. Juga belajar menyapih anak untuk
merasakan ditinggalkan induk. Tujuannya baik juga dari kecil dia harus tahu
bahwa dia adalah individu bebas yang tak selamanya menempel pada sang ibu.
Pribadi bebas yang akan meninggalkan kelekatannya pada suatu saat bila tiba
waktunya.
Berangkat ke negri Vietnam dengan maskapai penerbangan Malaysia. Sambil
duduk di kabin pesawat berkelas ekonomi itu, sudah saya siapkan sebuah bacaan
untuk perjalanan kali ini sebagai camilan selama berada di pesawat: Menembus
Langit karya Mgr. J. Sunarka, SJ. Judul yang sangat tepat untuk perjalanan
udara, bukan? Menembus langit! Memang itu yang akan kami lakukan dengan boing ... ini.
Beberapa kata-kata bijak dan inspirasi Mgr. J. Sunarka, SJ membawa
pencerahan kala saya membacanya di atas awan. Tantangan mengandaikan tentang cita-cita. Bila orang mempunyai cita-cita
setelah terumuskan secara samar orang dapat mengarahkan tantangan melihat
dengan kadar kejelasan sesuai dengan orang tersebut apakah sudah mampu
menggariskan cita-citanya tadi.
Penerbangan menjadwalkan untuk singgah transit di Kuala Lumpur. Dua jam
kami berada di bandara ini. Seperti biasa ketika para pengembara ini singgah
yang akan dituju adalah tandas atau
toilet dalam bahasa internasionalnya. Sesuai dengan bahasa Malaysia tandas untuk
menandaskan-menuntaskan-menghabiskan apa
yang terdapat di perut yang merupakan sisa pembakaran tubuh.
Turun di bandara kota Ho Cin Minh disambut oleh tour guide lokal. Udara
cerah, suhu di kota saat itu tak jauh berbedara dengan di Jakrta. Bus membawa
kami ke Oscar Saigon Hotel salah satu hotel berbintang empat di tengan kota
Saigon. Sebelum tiba di hotel, kami mampir di Ho Cin Minh Park, sebuah taman kota yang di dalamnya terdapat
patung bapak bangsa Vietnam, Ho Cin Minh. Nama beliau kemudian diabadikan dalam
sebutan untuk kota Saigon: Ho Cin Minh. Selalu ada pengorbanan , air mata, dan
darah dalam setiap perjuangan setiap bangsa. Demikian pula Vietnam mempunyai
sejarah yang berdarah.
Selesai berfoto dan menikmati keindahan Ho
Cin Minh Park, bis membawa kami ke hotel.
Sebetulnya dari taman ke hotel berjalan kaki sangat dekat, tetapi karena
terikat dengan rombongan dengan peraturannya, tentunya tak bisa sembarangan
berjalan-jalan sendiri.
Makan malam kami diselenggarakan di sebuah restauran yang tak jauh dari hotel. Menu yang
terhidang masakan ala vietnam dengan makanan laut yang mendominasi. Ada sup
ikan yang panas dan segar mampu menghilangkan penat perjalanan udara yang
seharian dialami. Hidangan penutup dengan buah tropis segar: pepaya dan
semangka. Makan malam yang lezat dan sehat.
(Christina Enung Martina)
***********************************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar