EFATA! ORANG TULI ITU
MENDENGAR
((Mark 7:31-37))
(Laut Ambon)
Ode an die Freude adalah lagu kebangsaan Uni
Eropa. Simfoni ini merupakan karya musik klasik yang paling terkenal, dan
dianggap sebagai salah satu mahakarya Beethoven. Ludwig van Beethoven (dibaptis
17 Desember 1770 di Bonn, wafat 26 Maret 1827 di Wina) adalah seorang komponis
musik klasik dari Jerman. Ode an die
Freude digubah Beethoven pada saat dia mengalami ketulian. Semasa muda, ia
adalah pianis yang berbakat, populer di antara orang-orang penting dan kaya di
Wina, Austria, tempatnya tinggal. Namun, pada tahun 1801, ia mulai menjadi
tuli. Ketuliannya semakin parah dan pada 1817 ia menjadi tuli sepenuhnya.
Meskipun ia tak lagi bisa bermain dalam konser, ia terus mencipta musik. Pada masa ketuliannya, ia mencipta sebagian
karya-karyanya yang terbesar. Beethoven mengalami tuli pada telinganya, tetapi
tidak menutup kreativitasnya untuk terus berkarya. Telinga boleh tuli, tetapi
hati nurani tetap bekerja. Bahkan, bisa jauh lebih tajam.
Bacaan hari ini tentang seorang tuli dan gagap dari daerah
Dekapolis. Ia mengharapkan kesembuhan. Kemudian Yesus datang dan Dia memisahkan
ia dari orang banyak, Yesus memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu
meludah dan meraba lidah orang itu. Setelah itu Yesus menengadah ke langit
menarik nafas dan berkata kepadanya: EFATA, artinya: Terbukalah. Maka
terbukalah telinga orang tuli itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat
lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik.
Orang tuli dalam bacaan hari ini bisa mendengar dan berbicara
kembali karena ada kesediaan dan keterbukaan hati untuk menerima uluran Tangan
Tuhan. Keterbukaan hati memungkinkan Roh Allah bekerja pada siapa saja.
Keterbukaan hati mampu membawa seseorang untuk melihat segala sesuatu yang
selama ini tak tampak. Dalam keterbukaan hati ada mata batin yang mampu melihat
hal yang berbeda daripada yang orang lain lihat. Dalam keterbukaan hati ada
mata iman yang mampu memberikan kekuatan untuk berani berkata-kata benar dan
jujur. Dengan keterbukaan hati orang mampu mengakui kelemahan dan kesalahan,
setelah itu memperbaikinya. Hal ini tentunya akan juga membawa pada terbukanya
kembali relasi yang sebelumnya sudah putus dan rusak. Dengan terbukanya relasi,
maka pintu rejeki pun terbuka.
Hal di atas merupakan urutan yang linear yang menjadi hukum
sebab akibat dari sebuah situasi keterbukaan. Kita dapat melihat sebuah
kebenaran yang penting di sini bahwa hubungan dengan pemberi berkat itu jauh
lebih penting daripada berkatnya sendiri. Hubungan dengan penyembuh lebih
penting daripada penyembuhannya. Orang tuli dan gagap ini bukan hanya
disembuhkan dari sakitnya, namun dia juga memiliki sebuah hubungan yang lebih
pribadi dan erat dengan Tuhan Yesus. Bukan
berkat yang menjadi pokok dalam hal ini, melainkan kedekatan relasi dengan
Tuhan yang menjadi utama. Ketika relasi itu terjalin dengan baik dengan Tuhan,
maka pintu berkat akan dibukakan-Nya untuk kita. Bagaimanakah hubungan pribadi Anda
dan saya dengan Tuhan? (Ch. Enung Martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar