Kita diprogram oleh keadaan dan kenyataan untuk kebahagiaan
palsu. Kita digiring dan bahkan diajarkan untuk meraih ini itu yang berujung pada
pencapaian tertentu, tetapi bukan pada bahagia.
Harta kekayaan penjamin
bahagia
Kita beranggapan bahwa bila kita tidak memiliki harta benda
yang diinginkan maka hidup kita tidak bahagia. Dunia beranggapan bahwa harta
kekayaan akan membuat manusia terpenuhi kebutuhannya. Karena terpenuhi
kebutuhan kedaginagnnya, maka manusia akan bahagia.
Maka bila manusia tidak memiliki harta benda, maka hidupnya
tak akan bahagia. Kenahagiaan adalah harta benda. Namun, kenyataannya ada orang
yang berlimpah harta bendanya, hidupnya juga belum tentu bahagia. Makin besar
jaminan ekonomi yang dicapai seseorang, makin besar ketidakpuasan dan kerakusan
yang dirasakan.
Ada sebuah kutipan tentang harta (uang) yang pernah kita
dengar seperti ini:
Dengan uang kita bisa membeli obat tapi bukan kesehatan.Kita
bisa membeli makanan, tetapi tidak dapat membeli selera. Kita bisa membeli
kasur empuk tapi bukan tidur yang nyenyak. Kita bisa membeli seks tapi tidak
dapat membeli kasih saying. Kita bisa membeli rumah besar tapi bukan
kententraman. Kita bisa membeli segalanya tapi bukan kebahagiaan.
Bahagia itu nanti di
masa depan
Peribahasa lama berkata bersakit-sakit dahulu bersenang-senang
kemudian. Saya menggantikan kata besenang-senang
dengan berbahagia. Banyak orang berjuang
dan bekerja keras melupakan kegembiraan dan kebahagiaan hidupnya untuk meraih
sesuatu yang dicita-citakan.
Kenyataannya pada saat dia sudah meraih apa yang
dicita-citakannya apakah ia akan bergembira dan berbahagia? Belum pasti. Ada
orang yang begitu semua tercapai semua cita-citanya, malah dia sakit, atau
mendapat kesusahan lain, bahkan sepertinya tambah runyam masalahnya.
Bahagia di Sini dan Sekarang. Saat kita bekerja keras kita
jugag berhak untuk bahagia. Saat kita berjuang berat kita juga bisa memilih
bahagia. Bahagia tak perlu ditunda. Kapan pun kita bisa berbahagia. Bahkan,
pada saat dalam keadaan menyelesaikan masalah pun, kita bisa bahaia. Bahagia itu
pilihan dan keputusan pribadi yang bersumber dari dasar nurani.
Bahagia itu kala
orang-orang di sekitar saya berubah menjadi baik
Berubah menjadi baik menurut siapa? Menurut saya. Sudut pandang
saya. Saya akan bahagia jika anak saya lebih disiplin. Saya akan bahagia bila
suami saya lebih mengerti saya. Saya akan berbahagia bila atasan saya lebih
bijaksana dan adil. Saya akan bahagia bila teman-teman saya mendukunng saya. Saya
akan berbahagia bila Indonesia pikirannya maju dan tidak ada lagi yang
menyinggung sara.
Kenyataannya? Orang-orang di sekitar kita akan tetap seperti
itu. Tetap dengan kberadaannya. Sementara kita stress karena tak ada yang
berubah dan saya tak mampu mengubah mereka.
Tunggu sebentar! Jangan-jangan saya yang harus mengganti
kacamata saya. Saya yang harus mengubah cara pandang saya terhadap orang-orang
di sekitar saya. Saya sepertinya saya bisa memutuskan bahagia dengan mereka
berubah atau tidak berubah. Itu mah suka-suka mereka atuh! Mau berubah atau
tidak saya tak bisa mengendalikan mereka.
Saya akan bahagia bila
semua keinginan pribadi terpenuhi
Saya akan bahagia bila keinginan dan doa-doa saya terkabul. Ada
banyak keinginan yang saya memiliki. Bila keinginan itu terpenuhi, apakah hal
itu bisa dikatakan kebahagiaan? Bagaimana bila keinginannya tidak terpenuhi?
Kenyataannya ada beberapa keinginan yang terwujud, tetapi
lebih baanyak lagi yang tidak. Standar kebahagiaan kita saat ini hanyalah lebih
kepada pemenuhan segala keinginan kita. Ketika terpenuhi maka bahagialah kita.
Tetapi yang namanya keinginan, sepertinya tidak akan ada habisnya.
Bila standar kebahagiaan kita hanya kepada terpenuhinya
keinginan, maka kita akan selalu dalam keadaan tidak bahagia. Karena manusia
selalu penuh dengan keinginan. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika
manusia bisa menghancurkan segala keterikatan akan keinginan yang ada di dalam
dirinya.
Jadi kebahagiaan yang ada hanya ditentukan dari sesuatu
diluar diri kita.
Bukankah itu hanya semata karena perasaan kesenangan saja
karena keinginan terpenuhi? Bukan sebuah kebahagiaan yang muncul dari kedalaman
hati.
Benang Merah
Sesungguhnya kebahagiaan itu adalah milik hati yang telah
lepas dari segala kemelekatan. Tidak ditentukan oleh terpenuhinya keinginan,
tetapi justru karena bisa melepaskan keinginan hati.
Makin banyak kesenangan dunia yang kita nikmati, makin tidak
puas hati kita akan kehidupan. Makin banyak pengetahuan yang kita peroleh,
makin sedikit hikmat yang kita miliki.
Jadi sesungguhnya kebahagiaan itu sangat dekat dengan diri
kita. Tidak perlu mencarinya jauh-jauh, apalagi sampai dengan mencurinya.
Kebahagiaan adalah milik setiap manusia yang telah bisa
melepaskan segala keinginan yang mengikatnya. Selama kita hidup hanya untuk
mencari kebahagiaan, maka kebahagiaan akan semakin menjauh. Tetapi kita harus
menyadari satu hal, bahwa sesungguhnya kebahagiaan itu letaknya bukan pada
harta benda, bukan juga tergantung pada orang lain. Bahagia itu tepat ada di sini dan sekarang, di dalam hati
yang tidak terikat oleh keinginan. Dimulai dari menyadari diri sendiri dan
mengubah sudut pandangan kita terhadap hal atau orang lain di luar kita dengan
mata yang lebih indah dan positif. Bahagiakah Anda? Saya sudah memutuskan dan mengambil pilihan
untuk berbahagia. (Ch. Enung Martina –
disarikan dari bahan Retret Guru November 2018 di Panti Semadi, Sukabumi,
bersama Romo Rio)