Sabtu, 01 Desember 2018

ANGGAPAN KELIRU TENTANG BAHAGIA



Kita diprogram oleh keadaan dan kenyataan untuk kebahagiaan palsu. Kita digiring dan bahkan diajarkan untuk meraih ini itu yang berujung pada pencapaian tertentu, tetapi bukan pada bahagia.

Harta kekayaan penjamin bahagia

Kita beranggapan bahwa bila kita tidak memiliki harta benda yang diinginkan maka hidup kita tidak bahagia. Dunia beranggapan bahwa harta kekayaan akan membuat manusia terpenuhi kebutuhannya. Karena terpenuhi kebutuhan kedaginagnnya, maka manusia akan bahagia.  

Maka bila manusia tidak memiliki harta benda, maka hidupnya tak akan bahagia. Kenahagiaan adalah harta benda. Namun, kenyataannya ada orang yang berlimpah harta bendanya, hidupnya juga belum tentu bahagia. Makin besar jaminan ekonomi yang dicapai seseorang, makin besar ketidakpuasan dan kerakusan yang dirasakan.

Ada sebuah kutipan tentang harta (uang) yang pernah kita dengar seperti ini:

Dengan uang kita bisa membeli obat tapi bukan kesehatan.Kita bisa membeli makanan, tetapi tidak dapat membeli selera. Kita bisa membeli kasur empuk tapi bukan tidur yang nyenyak. Kita bisa membeli seks tapi tidak dapat membeli kasih saying. Kita bisa membeli rumah besar tapi bukan kententraman. Kita bisa membeli segalanya tapi bukan kebahagiaan.

Bahagia itu nanti di masa depan

Peribahasa lama berkata bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Saya menggantikan kata besenang-senang dengan berbahagia. Banyak orang berjuang dan bekerja keras melupakan kegembiraan dan kebahagiaan hidupnya untuk meraih sesuatu yang dicita-citakan.

Kenyataannya pada saat dia sudah meraih apa yang dicita-citakannya apakah ia akan bergembira dan berbahagia? Belum pasti. Ada orang yang begitu semua tercapai semua cita-citanya, malah dia sakit, atau mendapat kesusahan lain, bahkan sepertinya tambah runyam masalahnya.

Bahagia di Sini dan Sekarang. Saat kita bekerja keras kita jugag berhak untuk bahagia. Saat kita berjuang berat kita juga bisa memilih bahagia. Bahagia tak perlu ditunda. Kapan pun kita bisa berbahagia. Bahkan, pada saat dalam keadaan menyelesaikan masalah pun, kita bisa bahaia. Bahagia itu pilihan dan keputusan pribadi yang bersumber dari dasar nurani.

Bahagia itu kala orang-orang di sekitar saya berubah menjadi baik

Berubah menjadi baik menurut siapa? Menurut saya. Sudut pandang saya. Saya akan bahagia jika anak saya lebih disiplin. Saya akan bahagia bila suami saya lebih mengerti saya. Saya akan berbahagia bila atasan saya lebih bijaksana dan adil. Saya akan bahagia bila teman-teman saya mendukunng saya. Saya akan berbahagia bila Indonesia pikirannya maju dan tidak ada lagi yang menyinggung sara.

Kenyataannya? Orang-orang di sekitar kita akan tetap seperti itu. Tetap dengan kberadaannya. Sementara kita stress karena tak ada yang berubah dan saya tak mampu mengubah mereka.

Tunggu sebentar! Jangan-jangan saya yang harus mengganti kacamata saya. Saya yang harus mengubah cara pandang saya terhadap orang-orang di sekitar saya. Saya sepertinya saya bisa memutuskan bahagia dengan mereka berubah atau tidak berubah. Itu mah suka-suka mereka atuh! Mau berubah atau tidak saya tak bisa mengendalikan mereka.

Saya akan bahagia bila semua keinginan pribadi terpenuhi

Saya akan bahagia bila keinginan dan doa-doa saya terkabul. Ada banyak keinginan yang saya memiliki. Bila keinginan itu terpenuhi, apakah hal itu bisa dikatakan kebahagiaan? Bagaimana bila keinginannya tidak terpenuhi?

Kenyataannya ada beberapa keinginan yang terwujud, tetapi lebih baanyak lagi yang tidak. Standar kebahagiaan kita saat ini hanyalah lebih kepada pemenuhan segala keinginan kita. Ketika terpenuhi maka bahagialah kita. Tetapi yang namanya keinginan, sepertinya tidak akan ada habisnya.

Bila standar kebahagiaan kita hanya kepada terpenuhinya keinginan, maka kita akan selalu dalam keadaan tidak bahagia. Karena manusia selalu penuh dengan keinginan. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika manusia bisa menghancurkan segala keterikatan akan keinginan yang ada di dalam dirinya.

Jadi kebahagiaan yang ada hanya ditentukan dari sesuatu diluar diri kita.

Bukankah itu hanya semata karena perasaan kesenangan saja karena keinginan terpenuhi? Bukan sebuah kebahagiaan yang muncul dari kedalaman hati.



Benang Merah

Sesungguhnya kebahagiaan itu adalah milik hati yang telah lepas dari segala kemelekatan. Tidak ditentukan oleh terpenuhinya keinginan, tetapi justru karena bisa melepaskan keinginan hati.

Makin banyak kesenangan dunia yang kita nikmati, makin tidak puas hati kita akan kehidupan. Makin banyak pengetahuan yang kita peroleh, makin sedikit hikmat yang kita miliki.

Jadi sesungguhnya kebahagiaan itu sangat dekat dengan diri kita. Tidak perlu mencarinya jauh-jauh, apalagi sampai dengan mencurinya.

Kebahagiaan adalah milik setiap manusia yang telah bisa melepaskan segala keinginan yang mengikatnya. Selama kita hidup hanya untuk mencari kebahagiaan, maka kebahagiaan akan semakin menjauh. Tetapi kita harus menyadari satu hal, bahwa sesungguhnya kebahagiaan itu letaknya bukan pada harta benda, bukan juga tergantung pada orang lain. Bahagia itu  tepat ada di sini dan sekarang, di dalam hati yang tidak terikat oleh keinginan. Dimulai dari menyadari diri sendiri dan mengubah sudut pandangan kita terhadap hal atau orang lain di luar kita dengan mata yang lebih indah dan positif. Bahagiakah  Anda?  Saya sudah memutuskan dan mengambil pilihan untuk berbahagia. (Ch. Enung Martina – disarikan dari bahan Retret Guru November 2018 di Panti Semadi, Sukabumi, bersama Romo Rio)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar