Senin, 26 Mei 2025

Renungan Terpadu -

         


(doc. pribadi)



      Catatan hasil refleksi bersama beberapa orang  fasilitator Emaus Journey Villa Melati Mas pada     hari  Senin, 26 Mei 2026, terkait dengan bacaan di bawah ini.     

  • Kisah Para Rasul 7:55–60 (kemartiran Stefanus),

  • Yohanes 17:20–27 (doa Yesus agar semua murid menjadi satu),.

  • Wahyu 22:12–20 (janji kedatangan Yesus yang segera),

  • dengan penekanan pada ciri khas Gereja Katolik: satu, kudus, katolik, dan apostolik.

Dalam terang Sabda Tuhan hari ini, kita diajak memandang Gereja Katolik sebagai persekutuan umat Allah yang dipanggil untuk hidup dalam kesatuan, kekudusan, pewartaan, dan harapan akan kedatangan Kristus. Ketiga bacaan suci memberikan gambaran utuh mengenai jati diri Gereja dan panggilan kita sebagai anggotanya.

1. Gereja yang SATU: Doa Kristus bagi Kesatuan (Yohanes 17:20–27)

Yesus, menjelang sengsara dan wafat-Nya, memanjatkan doa agar semua murid-Nya “menjadi satu seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau.” Kesatuan ini bukan hasil buatan manusia, tetapi karunia dari Allah sendiri, yang ditanamkan melalui iman, sakramen, dan kasih.

Dalam dunia yang sering terpecah oleh perbedaan, Gereja dipanggil menjadi tanda nyata persatuan dalam Kristus: lintas budaya, bangsa, usia, dan status sosial. Kesatuan ini tetap dijaga oleh Gereja Katolik lewat kesetiaan pada ajaran para rasul, pada Paus sebagai penerus Petrus, dan dalam perayaan Ekaristi yang sama di seluruh dunia.

Refleksi: Apakah aku berkontribusi dalam menjaga kesatuan dalam keluargaku, komunitas, dan Gereja? Ataukah aku justru menambah luka-luka perpecahan?


2. Gereja yang KUDUS: Teladan Stefanus (Kisah 7:55–60)

Stefanus, martir pertama, memberikan kesaksian iman yang luar biasa. Di tengah penderitaan, ia tetap memandang ke surga, bersatu dengan Kristus, dan mengampuni mereka yang membunuhnya. Inilah buah dari kekudusan: hidup dalam Roh Kudus, bersatu dengan Kristus, dan mencerminkan kasih Allah bahkan kepada musuh.

Gereja disebut kudus bukan karena anggotanya sempurna, tetapi karena Kristus yang kudus menjadi Kepala-Nya, Roh Kudus menghidupinya, dan sakramen-sakramen menyucikan umat-Nya. Kekudusan adalah proses ziarah yang harus dijalani setiap hari dengan kesetiaan, pertobatan, dan kasih.

Refleksi: Apakah aku bersedia menjadi kudus di tengah dunia, dengan memaafkan, membangun damai, dan hidup benar?


3. Gereja yang KATOLIK: Terbuka bagi Semua dan Menanti Penggenapan (Wahyu 22:12–20)

Yesus berkata: “Sesungguhnya Aku datang segera.” Gereja Katolik, yang berarti "universal", terbuka untuk segala bangsa dan zaman, dan senantiasa menantikan kedatangan Tuhan dengan penuh harapan.

Sebagai umat Katolik, kita bukan hanya hidup untuk dunia ini, tetapi juga untuk Kerajaan Allah yang akan datang. Doa kita: “Datanglah, Tuhan Yesus!” menjadi ekspresi iman dan kerinduan akan pemenuhan janji keselamatan.

Refleksi: Apakah hidupku mencerminkan harapan akan kedatangan Kristus? Apakah aku bersaksi tentang kasih Allah yang universal kepada semua orang?


4. Gereja yang APOSTOLIK: Berdiri di Atas Pewartaan Para Rasul

Stefanus adalah buah dari pewartaan para rasul. Doa Yesus menyebut orang-orang yang percaya melalui pewartaan mereka, dan dalam Wahyu, janji Yesus ditujukan kepada komunitas yang memegang teguh ajaran iman sampai akhir.

Gereja Katolik disebut apostolik karena berakar pada pewartaan dan tradisi para rasul, dijaga dalam ajaran magisterium (pengajaran resmi Gereja), dan dilanjutkan melalui suksesi para uskup yang ditahbiskan secara sah dalam garis kerasulan.

Refleksi: Apakah aku setia pada ajaran iman Katolik yang bersumber dari para rasul? Ataukah aku memilih ajaran-ajaran yang hanya menyenangkan telinga?


Penutup: Gereja yang Setia Menanti dan Bersaksi

Gereja Katolik — yang satu, kudus, katolik, dan apostolik — adalah tubuh Kristus yang hidup. Kita adalah bagian dari tubuh itu, dipanggil untuk:

  • hidup dalam kesatuan,

  • bertumbuh dalam kekudusan,

  • menjadi saksi kasih yang universal, dan

  • mewartakan iman yang apostolik,
    sambil menantikan kedatangan Tuhan dengan penuh harapan.

Doa:

Tuhan Yesus, Engkau adalah Alfa dan Omega, yang datang untuk menyatukan, menguduskan, dan menyelamatkan umat-Mu. Berilah kami rahmat untuk hidup setia dalam Gereja-Mu yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Jadikan kami saksi kasih-Mu di dunia ini, hingga Engkau datang kembali dalam kemuliaan.
Amin. Datanglah, Tuhan Yesus!


Senin, 19 Mei 2025

Roh Kudus di Tengah Dunia Digital

 


"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku..."

— Kisah Para Rasul 1:8


Dunia kita kini berubah cepat. Segalanya menjadi digital: belajar, bekerja, bahkan beribadah. Ada teknologi canggih, robot, dan kecerdasan buatan (AI) yang bisa menjawab pertanyaan, menulis puisi, atau menyusun jadwal harian.

Pertanyaannya: Di mana Roh Kudus di tengah dunia digital ini?

Jawabannya: Roh Kudus tidak pernah absen.

Ia tidak hanya hadir di gereja atau saat kita berdoa, tetapi juga:

  • Di balik inspirasi ilmuwan yang menciptakan teknologi untuk kebaikan.

  • Di antara para guru yang menggunakan media digital untuk membentuk karakter muridnya.

  • Dalam hati seorang anak muda yang memakai medsos untuk menyebar harapan, bukan hoaks.

Roh Kudus adalah Roh yang kreatif, yang sejak awal menciptakan dunia bersama Allah dan Sabda-Nya. Maka, dunia digital pun bisa menjadi ladang karya-Nya.

 Tantangan di Era AI

Namun, seperti segala ciptaan, teknologi bisa disalahgunakan:

  • Jadi sumber kecanduan, bukan pertumbuhan.

  • Jadi pengganti relasi, bukan jembatan kasih.

  • Menjadikan manusia merasa seperti Tuhan, bukan semakin rendah hati.

Roh Kudus akan tetap menuntun—asal kita mau mendengarkan-Nya.

 Panggilan Kita: Menjadi Saksi di Dunia Digital

Hari ini, kita dipanggil bukan hanya menjadi pengguna teknologi, tapi:

  •  Saksi kasih di media sosial.

  •  Pewarta pengharapan lewat tulisan, gambar, atau video.

  •  Pendamping anak-anak dan remaja agar cerdas dan berhikmat dalam dunia digital.

Kiranya Roh Kudus selalu menjadi inspirasi bagi kita semua, membimbing dan mengarahkan pada Sang Kebenaran. Amin.


Minggu, 11 Mei 2025

Bukan Hanya Sekadar Kebetulan

 

Tanda-Tanda Kecil yang Bukan Kebetulan: Menemukan Makna di Balik Kejadian Sehari-hari

                                       Sumber: https://id.pngtree.com/free-backgrounds-photos/alam-semesta-abstrak-pictures

Ada kalanya dalam hidup, kita merasa ada "sesuatu" yang tidak kebetulan, meski tampaknya sepele dan tidak terencana. Salah satu pengalaman yang mengajarkan saya untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kecil adalah sebuah kejadian yang baru saja saya alami.

Beberapa waktu yang lalu, ada rencana perjalanan keluar negeri bersama kantor (sekolah).  Ke Hongkong, tepatnya. Namun, hati saya merasa begitu berat untuk ikut. Salah satu alasan terbesar saya adalah perasaan kurang pantas untuk bergabung, mengingat baru saja saya selesai menghadapi kehilangan yang mendalam, yaitu berpulangnya Sr. Kepala yang saya hormati. Perasaan itu membawa saya pada keputusan untuk tidak ikut, meskipun tawaran itu sangat menggoda. Ada perasaan berat untuk ikut kegiatan tersebut. Kedukaan dan rasa kehilangan masih tetap bercokol dalam jiwa saya kala itu.  Padahal, biasanya tak pernah absen kantor pergi ke mana pun. Dua  bulan setelah saya memutuskan untuk tidak pergi, saya mendengar kabar bahwa perjalanan itu kemungkinan besar dibatalkan—bukan karena alasan pribadi atau apapun yang saya harapkan, tetapi karena maskapai penerbangan yang digunakan ternyata mengalami suspensi. Saya terdiam sejenak, merasa ada yang begitu berhubungan dengan pilihan saya untuk tidak ikut.

Saya merasa ini bukan kebetulan. Kadang, kita melihat dunia berputar dengan cara yang tidak kita rencanakan, dan ternyata Tuhan sering bekerja melalui hal-hal yang tampak "sepele". Ketika saya memilih untuk tetap tinggal dalam keadaan berduka, keputusan itu dilengkapi dengan cara Tuhan yang sangat bijaksana, memastikan bahwa tidak ada yang "terlewatkan" atau "salah arah". Sebuah cara ilahi yang sangat menyentuh, dan saya percaya ini adalah tanda yang diberikan-Nya untuk meneguhkan hati saya.

Tanda-tanda kecil semacam ini, yang awalnya kita anggap sebagai kebetulan atau kejadian tak terduga, sebenarnya sering kali adalah cara Tuhan berbicara kepada kita. Dalam discernment (pembedaan roh) kita belajar untuk tidak hanya mendengarkan suara hati, tetapi juga membaca setiap kejadian sebagai bagian dari perjalanan hidup kita yang lebih besar. Apa yang tampak sebagai kecelakaan atau kegagalan sering kali merupakan bagian dari rencana yang lebih indah yang mungkin tidak kita pahami pada saat itu.

Seperti halnya dalam ajaran Sunda Wiwitan yang mengajarkan tentang keharmonisan dengan alam dan sesama, atau dalam ajaran metta dan karuna dalam Buddhisme, hidup kita saling terhubung dengan orang lain dan dengan semesta. Tidak ada yang benar-benar terpisah—baik yang besar maupun yang kecil. Kita diminta untuk melihat ke setiap langkah kita, baik yang terang maupun yang gelap, dengan penuh pengertian, karena mungkin di sanalah Roh Kudus sedang menuntun.

Kehidupan kita ini, sesungguhnya penuh dengan tanda-tanda kecil yang bukan kebetulan, yang jika kita peka, akan membuka mata hati kita untuk merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap detail kehidupan. Semoga kita semua semakin mampu menangkap makna di balik peristiwa-peristiwa sehari-hari, bahkan yang tampaknya sepele sekalipun. Sebab, tidak ada yang terjadi tanpa tujuan—semuanya saling berhubungan, mengarah pada satu titik yang lebih besar, yaitu kasih-Nya.