Rabu, 13 Maret 2019

SEBUAH MIMPI


MIMPI MENUJU STATSIUN KHERUGMA


Jam 02,48 dini hari, Kamis 14 Maret 2019. Terbagun dalam keadaan sadar=sesadar-sadarnya. Bangun dari pembaringan dan duduk perlahan menurunkn kaki untuk menapak lantai. Rupanya saya bermimpi. Mimpi yang menarik. Saya berada di suatu rumah yang entah rumah siapa. Menantikan bis yang akan membawa saya ke suatu tujuan. Saya sudah memesan bis tersebut dan memastikan bahwa saya akan menaikinya. Pemesanan melalui HP. Saya merasa sangat yakin bahwa saya pasti tak akan ditinggalkan oleh bis tersebut. Saya sudah berdandan dengan baju yang sepertinya baju kerja. Namun, saya belum memakai sepatu saya. Tiba-tiba seseorang memberitahu bahwa bis sudah dekat. Lantas bergegas saya menggunakan sepatu saya dan berlari ke pinggir jalan untuk mengahadang bis. Telat! Bis sudah menderu sekitar 10 meter di depan saya. Saya berteriak, tapi bis tetap melaju. Lantas beberapa lama kemudian ada bis lain di belakangnya. Namun, bis itu tidak lewat di jalan tempat saya berdiri. Ia langsung berbelok di tikungan sebelum menuju jalan kea rah saya. Kemabli saya berteriak-teriak. Namun, tetap bis tak melihat saya.

Saya kecewa dan jengkel sekali. Tiba-tiba teman saya Ibu Rini datang. Ia menyatakan bahwa untuk tiba di tempat yang ingin saya tuju ada alat transportasi lain yaitu kereta barang. Saya bisa mencegatnya dan menumpang kereta itu di perempatan jalan. Di sana kereta akan melambat maka biasanya orang-orang akan meloncat untuk menaikinya.

Saya merasa tersemangati karena ada harapan lain sampai di empat yang akan saya tuju. Hingga saya bangun tempat yang akan saya tuju tak jelas. Namun, saya merasa tempat tersebut tempat saya bekerja.

Akhirnya saya memutuskan diri untuk berjalan menuju perempatan tempat kereta api barang itu ada. Maka saya berjalan menyusuri jalan pedesaan itu. Benar saja saya melihat ada kereta barang yang lewat dan beberapa orang mulai menaikinya. Kereta itu berlalu. Saya jadi yakin bahwa kereta itu memang ada dan sewaktu-waktu bisa lewat.

Lantas saya berjalan lagi. Akhirnya saya menemukan ada jalan semacam rel. namun jalan itu sangat berkabut atau tepatnya penuh kepulan asap sehingga pemandangan tak begitu jelas. Saya merasakan bahwa ini memang jalan yang dimaksud. Saya mendengar akan ada satu kendaraan yang lewat di situ. Maka saya minggir ke tepi takut tertabrak.

Saya maasih melihat situasi. Tiba-tiba di antara kabut itu ada seorang perempuan yang memegang kertas. Saya mengira itu adalah tiket. Saya meminta kertas itu. Perempuan tersebut memberikannya pada saya. Dia memandang saya seolah ingin minta uang. Tapi tak terucap untuk meminta uang. Saya ragu memberi uang atau tidak. Tapi saya memutuskan tak memberinya uang.

Saya membawa kertas tersebut ke arah perempatan tempat orang-orang menghadang kereta barang. Saaya berjalan lagi. Dan tiba di sana. Benar saja banyak orang yang sudah mengantri di sana. Saya melihat mereka berbicara bukan dalam bahasa yang saya kenal. Mereka orang asing. Dugaan saya mereka turis. Saya melihat kebangsaan mereka dari sosok dan warna kulit mereka. Sepertinya mereka orang Asia (Jepang) dan perpaduan denga bule (Eropa atau Amerika).

Tiba-tiba ada seorang perempuan lain yang meminta kertas yang diberi perempuan sebelumnya. Ia menyatakan bahwa itu bukan karcis. Lantas dia menunjukkan karcis yang ada pada tangaannya. Saya meminta apakah saya boleh menukarnya. Ia mengangguk. Saya menukarkan kertas saya dengan karcis yang bentuknya seperti karcis pesawat. Saya memutuskan untuk memberi uang pada perempuan kedua. Saya menyorongkan uang selembar 20.000 yang warnanya masih sangat hijau karena itu uang baru. Perempuan itu menerimanya.

Karcis sudah ada di taangan saya. Lantas saya clingak-clinguk untuk mencari info tentang cara-cara saya naik. Kemudian saya melihat ada seorang laki-laki  petugas yang mengatur langsir kereta di sana di antara suasana temaram dan kabut sekitar saya. Dia menatap saya dan mengatakan satu kata yang tak begitu jelas. Saya membaca gerak bibirnya. Lantas saya mendengar sekilas bahwa  saya harus turun di statsiun Yoima atau Kherigma. Dua kata itu berseliweran di telinga dan otak saya.

Ketika saya bangun saya masih memikirkan 2 kata itu. Lantas saya memutuskan untuk bermeditasi karena saya tak bisa tidur lagi.

Dalam meditasi saya, impian tadi ahdir kembali. Lantas saya mengingat bahwa sore tadi saya sempat menangis di ruang cuci di alntai 2 rumah saya. Biasanya saya mencuci sore hari ketika saya selesai memasak dan membereskan lantai bawah rumah saya. Tempat cucian saya ada di lantai 2 karena sekalian ada tempat penjemuran. Biasanya saat saya menunggu mesin cuci membersihkan pakaian yang saya masukkan, saya akan duduk di sudut raunagn sambil bermeditasi sebisa saya. Tujuan meditasi saya untuk menimba energi karena dari pagi hingga sore saya pecicilan. Nah, ada kesempatan duduk sendiri di ruang cucian di antara tumpukan baju kotor dan derunya mesin cuci.

Saat meditasi sore itu, ingatan lantas tertuju pada peristiwa yang saya alami di tempat kerja. Hari itu memang sangat tidak nyaman bagi saya dan teman-teman sejawat. Perasaan itu muncul saat saya bermeditasi. Lantas saya mempertanyakan: Bapa, saya nggak ngerti dengan apa yang terjadi. Saya juga nggak ngerti tentang pribadi yang menjadi atasan/boss saya. Saya nggak ngerti kenapa cara yang diambil untuk mengingatkan seseorang dan memecahkan suatu masalah kok selalu mencari cara yang kasar dan menyinggung perasaan banyak orang. Saya merasa sangat lelah dan bosan. SAYA SUDAH TERLUKA. Saya sangat muak! Kini banyak orang yang juga terluka.  Saya mempertanyakan: Bapa adakah cara yang lebih baik dari yang selama ini digunakan. Bapa kepada siapa lagi kami harus bercerita? Kami tak punya tempat untuk mengadu. 
Senja itu, saya curhat pada Tuhan. Saya menangis dan masih dengan pernyataan: Saya tidak mengerti!

Rupanya kecamuk hati saya terbawa sampai ke mimpi. Namun, kala saya bermeditasi pada dini hari itu, saya merasakan bahwa Bapa Surgawi saya sangat mencintai saya. Saya menerjemahkan mimpi saya yang absurd itu dengan menghubungkannya dengan situasi saya dan pekerjaan saya di kantor/sekolah.

Pengertian dalam meditasi tentang mimpi saya tertuju pada 2 kata yang diucapkan laki-laki di tempat langsir kereta. Namun kata yang tertangkap yaitu kherigma. Saya teringat dengan kata itu. Kata itu saya ketik saat saya membuat laporan tahunan Legio Maria bulan Oktober tahun lalu (2018). Kherigma atau kherugma adalah salah satu bidang dari 5 hal yang harus dilakukan oleh seorang legioner. Sebenarnya itu merupakan pancatugas Gereja.  Kelima hal itu adalah: liturgia, kherugma (pewartaan), martyria (pengorbanan), koinonia (persekutuan, dan diakonia (pelayanan).  

Dalam meditasi itu, saya tercekat. Karena pengertian saya dibawa bahwa saya harus turun di Statsiun Kherigma untuk melanjutkan ke tempat tujuan saya yang berikutnya. Laki-laki di tempat langsir kereta tahu bahwa saya akan menuju suatu tempat. Tapi saya harus turun dulu di Statsiun Kherigma untuk bisa sampai di tempat yang akan saya tuju. Dari Statsiun Kherigma itu akan ada kereta lain yang membawa saya ke tempat tujuan saya.

Di pagi buta itu saya merasa betapa Bapa Surgawi mencintai saya dengan sepenuh hati. Betapa dia memberikan penghiburan dan petunjuk kepada saya. Pertanyaan dan kegalauan saya kala senja kemarin di tempat cucian itu,  jawabannya adalah permasalahan kamu harus dibawa dalam kherigma. Statsiun Kherigma adalah statsiun untuk melanjutkan ke satu tujuan yang dikehendaki oleh Bapa Surgawi.

Saya tahu bahwa saya tiap hari berdoa. Namun, Bapa Surgawi menghendaki doa saya jauh lebih intens dan lebih dalam daripada yang selama ini saya lakukan. Saya harus duc in altum melebihi dari yang saya lakukan selama ini. Selain itu saya juga diharapkan menjadi pewarta kabar sukacita. Saya diharapkan menjadi orang yang membawa suka cita di antara orang-orang yang saya temui. Bukan orang yang membawa kepanikan atau kesedihan. namun, membawa terang yang membuat orang mempunyai harapan. Jawaban dari pertanyaan saya akan ditunjukkan oleh Dia. Juga ke amna saya harus menuju akan ditunjukkan setelah saya melalui Statsiun Kherigma.

Sementara kata Yaoma ketika saaya cari maknanya di internet ini yang saya dapat:

Yaoma-Yaoma (permainan tradisional)

Cara memaninkannya: Ini merupakan permainan yang saling mengadu nyanyian. Dua kelompok anak masing-masing bergandeng dengan kelompoknya lalu secara bergantian menyanyikan semboyan Kami ini orang kaya yaoma-yaoma. Kemudian kelompok lain membalas Kami ini orang miskin yaoma-yaoma. Titik penghabisan permainan ini adalah ketika salah satu kelompok yang mengaku miskin menyanyikan semboyan bahwa mereka menginginkan anak dari kelompok yang kaya, atau sebaliknya. Di antara yang kaya dan yang miskin sama-sama boleh meminta anak ataupun memberikan anak. Hingga habislah anak mereka, permainan akan diulang kembali. (http://sayangianak.com/mainan-anak-yang-jarang-dimainkan-oleh-anak-masa-kini-dan-cara-memainkannya/)

Apa maknanya bagi saya? Saya belum merenungkannya lebih jauh. (Ch. Enung Martina)


Sabtu, 16 Februari 2019

BERLITERASI KRITIS DALAM HENING MEMBAWA MENUJU PRIBADI BERHIKMAT




Proses komunikasi pada zaman ini sangat dipicu oleh pertanyaan yang langsung ditindaklanjuti dengan pencarian berbagai jawaban. Sarana-sarana pencari di internet dan jaringan sosial telah menjadi titik awal dari komunikasi banyak orang, yang berusaha menemukan berbagai nasihat dan saran, ide-ide, informasi, dan jawaban yang dirasa sesuai.

Sesungguhnya manusia zaman sekarang secara terus menerus dibombardir dengan berbagai informasi dan jawaban  atas pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah mereka ajukan, dan dengan berbagai kebutuhan yang tidak mereka sadari. Seseorang belum tentu ingin mengetahui tentang satu informasi. Namun, media sosial menampilkan topik tertentu. Akhirnya, seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan niat atau tidak niat, toh informasi tersebut terbaca juga.

Dalam derasnya informasi seperti ini, diperlukan suatu hikmat untuk mampu memilah informasi yang akan dibaca. Bahkan sekali waktu seseorang perlu menolak informasi yang tak ingin ia ketahui.  Keputusan untuk memilah dan menolak suatu informasi itu adalah hak seseorang. Jika kita ingin mengenali pertanyaan-pertanyaan yang benar-benar penting saja dan berfokus pada hal-hal itu, maka keheningan adalah sebuah sarana berharga yang memampukan kita untuk mempunyai ketrampilan membedakan secara baik apa yang sungguh penting itu, di tengah meningkatnya kuantitas informasi dan data yang kita terima.

Bagaimanapun, di tengah kompleks dan beragamnya dunia komunikasi, banyak orang kemudian menemukan dirinya berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan fundamental dari keberadaan umat manusia dan informasi: Siapakah aku? Apa yang dapat aku ketahui? Apa yang seharusnya aku lakukan? Apa yang dapat aku harapkan? Apakah aku memrlukan hal tersebut? Mengapa aku memrlukannya? Adakah maknanya buatku? Adakah dampaknya bagi orang lain? Bisakah membawaku pada yang kucari?

Adalah penting untuk mendukung mereka yang mempertanyakan semua itu, dan untuk membuka kemungkinan-kemungkinan terhadap sebuah permenungan yang melahirkan refleksi dan karya reflektif. Atau membawa pada dialog yang sehat, melalui sarana kata-kata dan tukar pikiran, dan juga kepada panggilan untuk mengolahnya dalam keheningan. Sesuatu yang seringkali lebih berharga daripada sebuah jawaban yang terburu-buru, dan memungkinkan si pencari jawaban menjangkau kedalaman keberadaan mereka, membuka diri mereka kepada jalan pengetahuan yang telah diukir oleh Sang Sumber di dalam hati manusia.

Pertanyaan-pertanyaan menunjukkan kegelisahan umat manusia, yang tak henti-hentinya mencari kebenaran, mulai dari yang terpenting hingga yang kurang penting, yang mampu memberikan arti dan harapan bagi hidup mereka. Kegelisahan itu membawa mereka pada ketergesaan untuk mencari data dan informasi sehingga semua yang di dapat bersifat dangkal di permukaan. Tak hanya dangkal, juga dapat mendaatangkan malapetaka bagi dirinya dan sesame. Sehingga kegelisahan bukannya sirna malah berganti dengan kemarahan dan penderitaan.

Beberapa orang tidak mau berhenti dan tidak merasa puas dengan tukar pikiran yang mengundang pertanyaan dan jawaban hanya bersifat superfisial / permukaan saja. Banyak  pendapat-pendapat yang skeptis tentang kehidupan – pada masa ini.  Karena itu meraka berada  dalam pencarian akan kebenaran dan memendam kehausan akan kebenaran yang mereka rindukan.  Di situlah letaknya mereka saling berabgi kebenaran. “Ketika manusia saling bertukar informasi, sesungguhnya mereka sedang saling berbagi diri mereka sendiri, saling berbagi pandangan mereka akan dunia, harapan-harapan mereka, dan cita-cita mereka” (Message for the 2011 World Day of Communications).

Dalam pencarian informasi inilah, diperlukan kegiatan berliterasi yang kritis. Kritis terhadap informasi yang dibaca. Kriris terhadap diri kita untuk mempertanyakakn seberapa pentingnya informasi ini untuk kita, seberapa mendesaknya informasi itu kita perlukan?

Kekritisan kita akan lebih tajam bila kita berliterasi dalam hening. Hening yang dimaksud adalah dengan pikiran jernih dan hati yang lapang. Tidak tergesa-gesa dan tertekan. Melainkan semua disadari penuh.

Perhatian harus diberikan kepada berbagai jenis situs web, aplikasi, dan jaringan sosial yang dapat membantu manusia zaman ini menemukan waktu untuk permenungan dan mempertanyakan hal-hal yang otentik, serta untuk menciptakan waktu-waktu hening sebagai kesempatan untuk saat teduh, bermeditasi, atau saling berbagi hal yang positif dan menginspirasi. Melalui kalimat-kalimat yang singkat namun padat, kata-kata yang membangkitkan motivasi.

Sebaliknya perlu diwaspadai berbagai situs, web, jejaring sosial, dan aplikasi yang isinya membawa pada perpecahan. Konten yang memanipulas, yang memalsukan dan memutar balik kenyataan bahwa yang salah jadi benar, sementara yang benar menjadi salah.

Manusia pada umumnya ingin hidup damai dan sejahtera. Namun, bila ada situasi perpecahan, itu karena ada kerakusan yang menguasai manusia sehingga mereka mencari cara untuk memuaskan kerakusan tersebut. Mereka mencari cara untuk memanipulasi berbagai macam, termasuk data dan informasi yang diputarbalikan.

Di sinilah hikmat berlaku untuk menjadikan kejernihan hati dan pikiran dalam membedakan yang benar dan yang salah. Hikmat membuat manusia berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.  Hikmat yang mampu membawa manusia kepada hakikat yang sebenarnya sebagai Citra Allah. Hikmat akan hadir pada kala hening ada dalam setiap hati.

Tidaklah mengherankan bahwa berbagai tradisi agama yang berbeda, sama-sama menghargai kesendirian dan keheningan sebagai sebuah keadaan yang berharga yang membantu manusia menemukan jati dirinya kembali dan menemukan Kebenaran yang memberi makna kepada segala hal. Dengan demikian akan membawa manusia pada hikmat yang membuat hidup mereka lebih terarah bukan hanya pada dirinya sendiri an kelompok atau golongannya (eksklusif),  melainkan membawa manusia pada sesamanya siapa saja, bahkan yang bersebrangan dengannya (inklusif). (Ch. Enung Martina)




Sabtu, 19 Januari 2019

Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran



Tanggal 25 Desember 2018, kami sekeluarga menikmati perjalanan ke Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, demikian nama lengkapnya. Sering disebut dengan Gereja Ganjuran. Gereja Ganjuran terletak di Ganjuran, Bambanglipuro, Bantul, 17 kilometer di sebelah selatan kota Yogyakarta. Gereja ini dibangun di tanah seluas 2,5 hektar, termasuk tempat parkir, candi, gereja, pastoran, dan beberapa bangunan lain. Gedung gereja dibuat dengan gaya joglo dan dihiasi dengan ukiran gaya Jawa yang menutupi 600 meter per segi. Ini termasuk ukiran nanas dari kayu serta ukiran berbentuk jajar genjang yang disebut wajikan. Altarnya dihiasi dengan malaikat yang berbusana tokoh wayang.Karena gaya arsitektur ini, ilmuwan Belanda M. C. Ricklefs menyatakan bahwa gereja di Ganjuran  merupakan manifestasi penyesuaian gereja Katolik di Jawa yang paling menonjol. Ilmuwan Jan S. Aritonang dan Karel A. Steenbrink menyatakan bahwa gereja ini merupakan "produk paling spektakular  dari kesenian pribumi yang dibantu orang Eropa

Berdasarkan hasil penelusuran dari berbagai sumber,  Gereja Ganjuran  mulai dibangun pada tahun 1924 atas prakarsa dua bersaudara keturunan Belanda, Joseph Smutzer dan Julius Smutzer. Gereja ini merupakan salah satu bangunan yang didirikan sejak dua bersaudara itu mulai mengelola Pabrik Gula Gondang Lipuro di daerah tersebut pada tahun 1912. Bangunan lain yang didirikan adalah 12 sekolah dan sebuah klinik yang menjadi cikal bakal Rumah Sakit Panti Rapih.

Pembangunan gereja yang dirancang oleh arsitek Belanda J Yh van Oyen ini adalah salah satu bentuk semangat sosial gereja (Rerum Navarum) yang dimiliki Smutzer bersaudara, yaitu semangat mencintai sesama, khususnya kesejahteraan masyarakat setempat yang kebanyakan menjadi karyawan di Pabrik Gula Gondang Lipuro yang mencapai masa keemasan pada tahun 1918 - 1930.

Dalam perkembangannya, kompleks gereja ini disempurnakan dengan pembangunan candi yang dinamai Candi Hati Kudus Yesus pada tahun 1927. Candi dengan teras berhias relief bunga teratai dan patung Kristus dengan pakaian Jawa itu kemudian menjadi pilihan lain tempat melaksanakan misa dan ziarah, selain di dalam gereja, yang menawarkan kedekatan dengan budaya Jawa.

Ketika saya memandang keliling dari komplek gereja Ganjuran, saya menyadari bahwa bangunan ini dirancang dengan perpaduan gaya Eropa, Hindu, dan Jawa. Gaya Eropa dapat ditemui pada bentuk bangunan berupa salib bila dilihat dari udara, sementara gaya Jawa bisa dilihat pada atap yang berbentuk tajug, bisa digunakan sebagai atap tempat ibadah. Rupanya atap itu disokong oleh empat tiang kayu jati, melambangkan empat penulis Injil, yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.

Nuansa Jawa juga terlihat pada altar, sancristi (tempat menyimpan peralatan misa), doopvont (wadah air untuk baptis) dan chatevummenen (tempat katekis). Patung Yesus dan Bunda Maria yang tengah menggendong putranya juga digambarkan tengah memakai pakaian Jawa. Demikian pula relief-relief pada tiap pemberhentian jalan salib, Yesus digambarkan memiliki rambut mirip seorang pendeta Hindu.

Kami menginap di ganjuran In, 200 meter dari Gereja Ganjuran. Pemandang sawah yang hijau dan pohon yang dibentuk cemara menyambut kami begitu memasuki Desa Ganjuran, tempat gereja ini berdiri. Mengunjungi gereja ini, kita akan merasakan suasana pedesaan Jawa pada umumnya.

Rupanya ada kisah tersendiri di balik kata Ganjuran. Dari sumber yang saya baca, perubahan nama menjadi Ganjuran sendiri berkaitan dengan kisah percintaan Ki Ageng Mangir dan Rara Pembayun yang diasingkan oleh Mataram. Kisah cinta dua orang tersebut yang kemudian mengilhami penciptaan tembang Kala Ganjur, berarti tali pengikat dasar manusia dalam mengarungi kehidupan bersama dengan dasar cinta. Nah, dari nama tembang tersebutlah desa yang dulu bernama Lipuro itu berubah menjadi Ganjuran.

Sebetulnya yang sangat berniat ke Ganjuran itu adalah Metta, anak saya yang pertama. Dia lupa lagi gereja itu seperti apa. Kami pernah mengunjungi gereja ini saat dia masih kelas V SD. Dia sangat penasaran dengan berbagai cerita tentang keunikan gereja tersebut. Maka jadilah kami berada di tempat ini.

Yang menjadikan gereja ini berbeda dengan bangunan gereja pada umumnya adalah keberadaan bangunan candi. Candi tersebut bernama Candi Hati Kudus Yesus. Candi yang diangun pada tahun 1927 ini sebagai perwujudan rasa syukur Schmutzer bersaudara atas keberhasilan mengelola pabrik gula. Seperti candi-candi pada umumnya, candi ini juga berhiaskan relief bunga teratai dan memiliki relung. Jika di relung candi terdapat patung budha atau arca lingga yoni, maka di relung Candi Hati Kudus Yesus terdapat patung Yesus mengenakan pakaian adat Jawa, dengan rambut menyerupai pendeta Hindu, dan sebuah mahkota di kepalanya.

Pelataran depan candi merupakan tempat favorit untuk berdoa. Di bawah naungan pucuk-pucuk pinus, kita bisa berkontemplasi di atas kursi kecil sambil menatap Yesus Sang Raja di hadapan kita. Halaman yang luas ini juga menjadi lokasi misa bulanan dan Prosesi Agung Sakramen Maha Kudus. Mengikuti misa malam hari di tempat terbuka beratapkan langit dan diiringi dengan alunan gamelan akan menjadi pengalaman spiritual yang baru dan tak kan pernah terlupakan.

Di kompleks Gereja Ganjuran pengunjung juga bisa melakukan prosesi jalan salib. Pada masing-masing stasi atau pemberhentian terdapat relief yang lekat dengan tradisi Jawa. Biasanya jalan salib akan diakhiri dengan berdoa di depan candi. Seusai berdoa, kita bisa mengambil air suci Tirta Perwitasari yang dialirkan melalui kran-kran di samping kiri candi. Beberapa peziarah kerap mengambil air suci dan memasukkannya ke dalam botol atau jerigen kecil kemudian membawanya pulang.

Meskipun merupakan tempat peribadatan umat Katholik, Gereja Ganjuran biasa dikunjungi oleh siapa pun. Para pengunjung bisa datang ke gereja ini sewaktu-waktu baik untuk beribadah maupun melakukan kontemplasi. Namun, pengunjung  wajib mematuhi berbagai peraturan yang berlaku untuk men jaga ketertiban. Saat tanggal 25 Desember 2018 sore, kami berkunjung ke sana, tampak beberapa pengunjung asyik berdoa. Bahkan, ada 2 orang turis asing (sepertinya India atau Pakistan)  yang juga datang berkunjung.
Gereja Ganjuran memang tempat yang teduh dan menenangkan, baik bagi tubuh maupun bagi jiwa. Deretan pepohonan yang berdiri rimbun di halaman gereja menjadikan suasana begitu sejuk dan teduh. Bangunannya yang berbentuk pendopo terbuka dengan pilar-pilar berwarna hijau dan altar dengan nuansa Jawa yang kental menjadikan tempat ini begitu menyatu dengan sekitar. Di tempat ini kita akan merasakan suasana gereja yang begitu melebur dengan sekitar, gereja yang tanpa sekat dan tanpa batasan. Konsep pendopo terbuka ini menegaskan bahwa gereja siap menyambut siapa pun yang datang dengan tangan terbuka, tak peduli suku  atau kebangsaanmu, tak peduli derajat sosialmu, tak peduli agamamu.

Bagi yang bepergian kea rah Yogyakarta, jangan lupa sempatkan mampir ke Gereja Ganjuran untuk menikmati suasana magisnya. Betapa saya bersyukur karena Gereja Katolik begitu kaya. (Ch. Enung Martina)


Minggu, 13 Januari 2019

Wisata Rohani: KATEDRAL SEMARANG




“EGO QUASI ROSA PLANTATA SUPER RIVOS AQUARUM FRUCTIFICAVI” demikian tulisan yang tertera di atas altar Katedral Semarang. Penjelasan di situs historiadomus.multiply.com menyebutkan kalimat bahasa latin tersebut dicuplik dari Yesaya 35:2 yang berbunyi, “Seperti bunga mawar Ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai.”
Sejarah Pembentukan
Konon, bangunan ini dirancang oleh J.Th.Van Oyen yang bekerja sama dengan Konstruktor Kleiverde.  Bangunan awal Katedral ini sebelumnya merupakan “Dienst voor Volkgezondheid “ (kantor Dinas Kesehatan Belanda ) yang pada tanggal 26 Januari 1927 area tersebut dibeli oleh pengurus Gereja untuk digunakan sebagai lokasi gereja stasi ketiga. Setelah direnovasi pada tanggal 9 Oktober 1927, bangunan gereja ini diberkati oleh Mgr. Antonius van Velsen, Vicaris Apostolic Batavia.
Tahun 1937 diadakan pemugaran dan perluasan Katedral, seperti tertulis pada Surat Uskup Batavia tanggal 20 Desember 1937 kepada Pater P.C. yang menjabat sementara sebagai Kerk-en Armbestuur. Pada tanggal 9 Agustus 1940 Jawa Tengah diresmikan sebagai vikarist apostolik dibawah pimpinan Mgr.A.Soegijopranoto,S.J. selaku uskup agung pertama di Indonesia. Gereja St Perawan Maria Ratu Rosario Suci diangkat sebagai Katedral.
Uskup kala itu adalah Mgr. J. Groff. Dia adalah misionaris Suriname yang tinggal di Batavia, yang pada tanggal 20 Desember 1843 ditetapkan oleh Tahta Suci sebagai Vicaris Apostolic yang memiliki tiga paroki besar, yakni Batavia, Semarang, dan Surabaya. Paroki Semarang sendiri memiliki tiga stasi, yakni stasi Candi (1925), stasi Bangkong (1932), dan Randusari (1927). Setelah direnovasi pada tanggal 9 Oktober 1927, gedung Gereja Randusari diberkati oleh Mgr. Antonius van Velsen, Vicaris Apostolic Batavia kala itu. Dengan didirikannya bangunan ini, dimulailah peziarahan iman di Stasi Randusari.
Pada saat itu, perkembangan Stasi Randusari cukup signifikan. Hal tersebut tampak dari meningkatnya jumlah baptisan dari tahun 1928-1930. Hingga akhirnya, berkembanglah stasi Randusari menjadi sebuah paroki. Hal ini berarti Stasi Randusari telah melepaskan diri dari induknya (Batavia) dan kemudian pada tahun 1930, stasi ini ditetapkan menjadi sebuah paroki.
Seiring berjalannya waktu, pada tanggal 9 Agustus 1940, Jawa Tengah diresmikan sebagai Vikariat Apostolik.  Kala itu Mgr. Albertus Soegijopranoto, S.J. adalah Vikarisnya. Dia adalah Uskup Agung pribumi pertama di Indonesia. Sejak saat itu, Gereja Randusari ditetapkan sebagai Katedral. Sekedar pengetahuan: Vikariat Apostolik adalah suatu wilayah misi dalam Gereja Katolik Roma, yang belum memiliki keuskupan. Sedangkan Vikaris adalah seseorang yang memiliki otoritas untuk memimpin wilayah yang belum memiliki keuskupan tersebut.

Pesona Arsitektur Bangunan Katedral
Komplek katedral termasuk katedral inti, ruang pertemuan, dan sekolah . Pada tahun 2012 sebuah kediaman resmi dan kantor untuk uskup dibangun. Kantor Uskup berisi sebuah kapel, arsip, sekretariat, taman, dan ruang pertemuan umum, serta enam kamar ruang perumahan.
Katedral di kota semarang ini bentuknya unik sekali dan suasan di dalamnya syahdu. Kita akan menjumpai bangunan dengan bentuk setangkup, berfasad tunggal, yang secara keseluruhan berorientasi arsitektur barat. Bangunan katedral Semarang memang tak se-gothik Katedral Bogor, Jakarta, maupun Bandung. Namun, tetap menarik karena lebih membaur dengan arsitektur di kawasan sekitarnya.

Masuk ke katedral ini, tampak bangunan dengan plafon yang tinggi sehingga udara terasa sejuk. Dengan desain arsitektur dan kaca-kaca patri tinggi penuh dengan gambar santo-santa, Gereja ini terlihat sangat indah dan sakral.

Konstruksi atap adalah limasan mejemuk, yang ditutup dengan genteng. Pada puncak limasan terdapat menara yang dilapisi dengan pelat logam. Terdapat penebalan pada dinding dan membentuk parapet. Teritisan cukup lebar. Serambi terdapat pada bagian setiap entrance. Serambi ini dinaungi oleh atap yang menyatu dengan bangunan utama.

Di puncak atap terdapat menara lonceng berlapis logam. Lonceng tersebut akan dibunyikan pada jam-jam tertentu sebagai peringatan bagi umat Katolik untuk mulai kebaktian. Seperti pada Malam Natal, lonceng dibunyikan dalam waktu yang lama saat Lagu Kemuliakan dinyanyikan.

Saat kita  memasuki pelataran gereja, kita akan menemukan tiga pintu masuk yang ada di sisi barat, selatan, dan utara. Tampak pintu kayu berdaun ganda yang dilengkapi panel kayu tebal. Sebelum melewati pintu berdaun ganda tersebut, dari luar kita akan melihat kursi umat yang tersususun memanjang ke belakang, tanpa ada pilar  di tengahnya. Menurut istilah arsitektur, rancangan ini merupakan rancangan bebas kolom.

Seperti gereja pada umumnya bersalib, Gereja Katedral pun demikian. Pada malam hari, keanggunan Gereja Katedral semakin terpancar, saat warna cahaya merah salib itu menyala. Katedral Semarang yang menghadap ke barat itu anggun dan memancarkan wibawa di tengah hiruk pikuknya Kota Lumpia.

Di Bawah Perlindungan Bunda

Bila anda memasuki pelataran Katedral dan berdiri di depan gedung gereja, kita akan melihat tulisan di atas teras pintu masuk dalam bahasa Latin SUB TUTELA MATRIS. Arti tulisan tersebut adalah Di Bawah Perlindungan Bunda. Kalimat tersebut melambangkan penyerahan diri umat paroki kepada Bunda Maria sebagai pelindung Gereja. Sub Tutela Matris merupakan ungkapan devosional yang amat tinggi dengan nuansa spiritualitas yang amat dalam kepada Bunda Maria. Ungkapan ini ,merupakan kesimpulan pergulatan rohani seorang bderiman akan  Bunda Maria.


Tempat Strategis

Katedral ini, tempatnya  sangat strategis karena berada di tengah Kota Semarang yang juga berhadapan dengan Gedung Lawang Sewu, salah satu situs bersejarah di Semarang. Sebenarnya, Gereja Katedral yang berlokasi di Jalan Dr. Soetomo Semarang. Namun secara administratif, Gereja ini beralamatkan di Jalan Pandanaran No. 9, Semarang.

Banyak destinasi wisata kota di sekitar Katedral ini. Demikian pula penginapan dan hotel bertebaran di sekitarnya. Kendaraan umum untuk menuju ke lokasi ini juga sangat mudah. Apa lagi setelah kendaraan berbasis online ada, semakin memudahkan menuju ke destinasi di sekitar Semarang Kota.  Selamat Natal 2018 yang sudah berlalu, dan selamat menyongsong tahun 2019. Kiranya dengan mengenal wisata rohani Kristiani, kita semakin berhikmat. (Ch. Enung Martina, Randusari 25 Desember 2018)


Senin, 31 Desember 2018

PUISI UNTUK GADIS PEJUANG



Untuk Cicilia Metta Asriniarti (gadispayungkuning): Selamat Ulang Tahun!

Roda Bahagia

Yang kau cari adalah seiris bahagia
pada kata yang diucapkan beribu tahun silam
pada nama kelana yang menyebut dirinya filsuf
pada ide-ide usang yang ada sejak semula
karena kamu tahu bahwa tak ada yang baru di muka bumi ini

Ternyata kamu menemukan bahagiamu
pada tetesan air hujan di jendela KRL
pada pusingan roda gojek yang kaunaiki
pada paket salad yang kau beli di Statsiun Manggarai

Kamu menikmati kantukmu di antara para perempuan lain
di gerbong yang sama yang membawamu di statsiun berikut
bersama hembusan angin pengap Jakarta
kau hirup juga asa masa depan yang penuh misteri
karena kamu yakin rancangan-Nya ada di sana

Meski kamu merasa lelah, kau tepiskan juga
kembali kamu telusuri kata-kata yang sukar dicerna
tesis, sinopsis, analisis semua kalis
kamu kunyah dan lepehkan lagi lalu kamu telan bulat-bulat disela teh hijau yang kaureguk

Akhirnya, sebuah simpulan muncul di benakmu
sebenarnya bahagia itu bukan untuk nanti
roda bahagia itu terus berputar sekarang dan di sini
di antara kata-kata yang kaubaca dan kautulis
dan kata-kata manis merayu yang kauucapkan untuk para klienmu.

(Ch. Enung Martina: Lempong Tajug – Ciamis, 29 Desember 2018)


Jumat, 14 Desember 2018

Cerna Dulu Sebelum Bertindak



Hikmat Salomo (Nabi Sulaeman) sudah mengingatkan sejak ribuan tahun yang lalu akan hal ini. "Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan." (Amsal 21:5).

Orang yang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan atau melakukan sesuatu tidak akan pernah memperoleh hasil baik, melainkan hanya akan mengalami kerugian. Seperti itulah orang-orang yang tidak memperhatikan pentingnya perhitungan yang matang sebelum melangkah. Kerugian dialami oleh diri sendiri sekaligus orang lain yang terkena dampaknya.

Saya pun terkadang melakukan hal serupa.  Ketika kita bertindak  cenderung tergesa-gesa, bertindak serampangan tanpa kecermatan, tanpa pertimbangan akibatnya kerugianlah yang datang sebagai hasilnya. Untuk menutupi kerugian yang timbul bisa jadi jauh lebih mahal ketimbang apabila itu dikerjakan sejak awal dengan pertimbangan matang dan cermat. Bahkan tidak menutup kemungkinan pula bahwa konsekuensinya akhirnya harus ditanggung sepanjang sisa hidup dan tidak bisa lagi diperbaiki.

Salah satu contohnya  berkaitan dengan perilaku kita bermedia di media sosial. Kita bermediaa dengan. Kita dengan bebas berkomentar dan menyalin serta membagikan konten tertentu yang ternyata itu hoaks belaka.  Kita tak melihat apa akibat dari semua yang kita lakukan. Kita membuat sampah dan bahkan membuat racun. Kita menerima berbagai konten yang tanpa bijak kita baca. Tanpa dicerna dengan bijak maka kita bertindak untuk membagi atau berkomentar. Begitu ada dampaknya langsung atau tak langsung baru kita ‘nyaho’ ternyata saya ikut andil pada itu hal negatif itu.

Ada begitu banyak korban yang disebabkan karena cyber bullying. Ada banyak orang melakukan bullying pada sesamanya melalui media. Ada banyak orang menggunakan media untuk menyerang orang lain. Ada banyak orang melakukan itu dengan tujuan iseng, bercanda, kesenangan, atau memang unuk menjatuhkan, atau mengambil keuntungan.

Saya dan semua orang mempunyai pilihan untuk mencerna segala sesuatu sebelum kita bertindak. Di saat kecerobohan menjadi bagian hidup manusia, kita selalu diingatkan agar berhati-hati dan menghindari kecerobohan sebisa mungkin. Bukan saja keteledoran atau kecerobohan itu merugikan dalam hidup kita saat ini,  tetapi bagi Tuhan sekalipun, kecerobohan merupakan sesuatu yang harus dipandang serius bahkan bukan sesuatu yang bisa ditolerir.

Hindarilah bertindak ceroboh dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Pikirkan dulu baik-baik dan dengarlah dahulu baik-baik apa kata Tuhan tentang rencana yang ingin kita ambil. Mendengarkan suara Tuhan itu bagaimana?

1.     Berdoa dan bermeditasi. Tanya dalam doa atau meditasi tentang hal yang akan diputuskan. Jawaban ada yang muncul seketika, tetapi bisa jadi jawaban muncul dalam bentuk lain dan waktu lain. Misalnya tiba-tiba mendapat bacaan tentang hal serupa atau mendengar tentang hal senada dari tv,orang ngobrol, radio, yutube dll.

2.     Bertanya pada orang lain yang dianggap bisa kita ajak bicara dan dapat dipercaya. Mintalah pertimbangan dari orang yang bijak dan dapat dipercaya.

3.     Tunggu waktu sebelum bertindak. Jangan-jangan ada perubahan atau ada susulan lain yang menihilkan, menguatkan, agtau memperburuk. Ambil waktu untuk menimbang, memilih, dan memutuskan yang bijak dilihat dari berbagai sudut pandang.

4.     Berpeganglah pada prinsip menang-menang. Segala keputusan selalu bertolak untuk memang-menang. Tak ada satu pihak pun yang kalah. Berusahalah mencari cara agar prinsif pro kehidupan, keadailan, kedamaian, dan kebenaran universal ditegakkan.

 Dengan hikmat yang dimilikinya Salomo selanjutnya mengingatkan "Tanpa pengetahuan kerajinan pun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah." (Amsal 19:2).

Ini juga mengingatkan diri saya: Jangan jadi orang yang ceroboh, tetapi jadilah orang bijak yang akan selalu berpikir matang dan berhati-hati dalam melangkah, sekaligus menghindari dirinya dari segala sesuatu yang jahat. Kecerobohan atau keteledoran adalah sesuatu yang tidak boleh kita pandang enteng karena bisa ada banyak masalah yang bisa timbul berawal dari sana.

Tuhan juga memandang serius mengenai kecerobohan ini. Sudah seharusnya kita pun mulai menganggap kecerobohan (tindakan atau kata-kata) sebagai sesuatu yang serius. Kecerobohan merupakan akibat yang muncul akibat tergesa-gesa atau ketidakhati-hatian kita dalam melakukan sesuatu, oleh sebab itu marilah hari ini kita perhatikan baik-baik setiap langkah kita, menyelaraskannya dengan rencana Tuhan dan tetap berpegang pada ketetapan-ketetapan-Nya agar kita terhindar dari berbuat hal-hal yang bodoh. (Ch. Enung Martina)


Sabtu, 01 Desember 2018

ANGGAPAN KELIRU TENTANG BAHAGIA



Kita diprogram oleh keadaan dan kenyataan untuk kebahagiaan palsu. Kita digiring dan bahkan diajarkan untuk meraih ini itu yang berujung pada pencapaian tertentu, tetapi bukan pada bahagia.

Harta kekayaan penjamin bahagia

Kita beranggapan bahwa bila kita tidak memiliki harta benda yang diinginkan maka hidup kita tidak bahagia. Dunia beranggapan bahwa harta kekayaan akan membuat manusia terpenuhi kebutuhannya. Karena terpenuhi kebutuhan kedaginagnnya, maka manusia akan bahagia.  

Maka bila manusia tidak memiliki harta benda, maka hidupnya tak akan bahagia. Kenahagiaan adalah harta benda. Namun, kenyataannya ada orang yang berlimpah harta bendanya, hidupnya juga belum tentu bahagia. Makin besar jaminan ekonomi yang dicapai seseorang, makin besar ketidakpuasan dan kerakusan yang dirasakan.

Ada sebuah kutipan tentang harta (uang) yang pernah kita dengar seperti ini:

Dengan uang kita bisa membeli obat tapi bukan kesehatan.Kita bisa membeli makanan, tetapi tidak dapat membeli selera. Kita bisa membeli kasur empuk tapi bukan tidur yang nyenyak. Kita bisa membeli seks tapi tidak dapat membeli kasih saying. Kita bisa membeli rumah besar tapi bukan kententraman. Kita bisa membeli segalanya tapi bukan kebahagiaan.

Bahagia itu nanti di masa depan

Peribahasa lama berkata bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Saya menggantikan kata besenang-senang dengan berbahagia. Banyak orang berjuang dan bekerja keras melupakan kegembiraan dan kebahagiaan hidupnya untuk meraih sesuatu yang dicita-citakan.

Kenyataannya pada saat dia sudah meraih apa yang dicita-citakannya apakah ia akan bergembira dan berbahagia? Belum pasti. Ada orang yang begitu semua tercapai semua cita-citanya, malah dia sakit, atau mendapat kesusahan lain, bahkan sepertinya tambah runyam masalahnya.

Bahagia di Sini dan Sekarang. Saat kita bekerja keras kita jugag berhak untuk bahagia. Saat kita berjuang berat kita juga bisa memilih bahagia. Bahagia tak perlu ditunda. Kapan pun kita bisa berbahagia. Bahkan, pada saat dalam keadaan menyelesaikan masalah pun, kita bisa bahaia. Bahagia itu pilihan dan keputusan pribadi yang bersumber dari dasar nurani.

Bahagia itu kala orang-orang di sekitar saya berubah menjadi baik

Berubah menjadi baik menurut siapa? Menurut saya. Sudut pandang saya. Saya akan bahagia jika anak saya lebih disiplin. Saya akan bahagia bila suami saya lebih mengerti saya. Saya akan berbahagia bila atasan saya lebih bijaksana dan adil. Saya akan bahagia bila teman-teman saya mendukunng saya. Saya akan berbahagia bila Indonesia pikirannya maju dan tidak ada lagi yang menyinggung sara.

Kenyataannya? Orang-orang di sekitar kita akan tetap seperti itu. Tetap dengan kberadaannya. Sementara kita stress karena tak ada yang berubah dan saya tak mampu mengubah mereka.

Tunggu sebentar! Jangan-jangan saya yang harus mengganti kacamata saya. Saya yang harus mengubah cara pandang saya terhadap orang-orang di sekitar saya. Saya sepertinya saya bisa memutuskan bahagia dengan mereka berubah atau tidak berubah. Itu mah suka-suka mereka atuh! Mau berubah atau tidak saya tak bisa mengendalikan mereka.

Saya akan bahagia bila semua keinginan pribadi terpenuhi

Saya akan bahagia bila keinginan dan doa-doa saya terkabul. Ada banyak keinginan yang saya memiliki. Bila keinginan itu terpenuhi, apakah hal itu bisa dikatakan kebahagiaan? Bagaimana bila keinginannya tidak terpenuhi?

Kenyataannya ada beberapa keinginan yang terwujud, tetapi lebih baanyak lagi yang tidak. Standar kebahagiaan kita saat ini hanyalah lebih kepada pemenuhan segala keinginan kita. Ketika terpenuhi maka bahagialah kita. Tetapi yang namanya keinginan, sepertinya tidak akan ada habisnya.

Bila standar kebahagiaan kita hanya kepada terpenuhinya keinginan, maka kita akan selalu dalam keadaan tidak bahagia. Karena manusia selalu penuh dengan keinginan. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika manusia bisa menghancurkan segala keterikatan akan keinginan yang ada di dalam dirinya.

Jadi kebahagiaan yang ada hanya ditentukan dari sesuatu diluar diri kita.

Bukankah itu hanya semata karena perasaan kesenangan saja karena keinginan terpenuhi? Bukan sebuah kebahagiaan yang muncul dari kedalaman hati.



Benang Merah

Sesungguhnya kebahagiaan itu adalah milik hati yang telah lepas dari segala kemelekatan. Tidak ditentukan oleh terpenuhinya keinginan, tetapi justru karena bisa melepaskan keinginan hati.

Makin banyak kesenangan dunia yang kita nikmati, makin tidak puas hati kita akan kehidupan. Makin banyak pengetahuan yang kita peroleh, makin sedikit hikmat yang kita miliki.

Jadi sesungguhnya kebahagiaan itu sangat dekat dengan diri kita. Tidak perlu mencarinya jauh-jauh, apalagi sampai dengan mencurinya.

Kebahagiaan adalah milik setiap manusia yang telah bisa melepaskan segala keinginan yang mengikatnya. Selama kita hidup hanya untuk mencari kebahagiaan, maka kebahagiaan akan semakin menjauh. Tetapi kita harus menyadari satu hal, bahwa sesungguhnya kebahagiaan itu letaknya bukan pada harta benda, bukan juga tergantung pada orang lain. Bahagia itu  tepat ada di sini dan sekarang, di dalam hati yang tidak terikat oleh keinginan. Dimulai dari menyadari diri sendiri dan mengubah sudut pandangan kita terhadap hal atau orang lain di luar kita dengan mata yang lebih indah dan positif. Bahagiakah  Anda?  Saya sudah memutuskan dan mengambil pilihan untuk berbahagia. (Ch. Enung Martina – disarikan dari bahan Retret Guru November 2018 di Panti Semadi, Sukabumi, bersama Romo Rio)