Sabtu, 27 Oktober 2018

INTEGRITAS SEORANG GURU



Saat ini saya berada di kolam renang Damai Indah Golf, BSD. Melihat anak-anak remaja dengan otot yang baru tumbuh dengan  badan mereka yang tinggi dan canggung. Mereka berenang sambil bersenda gurau. Nampak keakraban di antara mereka. Mereka adalah masa depan. Gizi yang baik akan membuat merak bertumbuh baik secara fisik. Didikan yang baik akan membuat karakter mereka juga terbentuk dengan baik. 


Ada hubungan erat antara bertumbuhnya fisik dan juga karakter mereka. Karakter yang kuat akan mampu menjadikan mereka menjadi pribadi dengan integritas tinggi. Saya membahasakan integritas sebagai jati diri. Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan yang dimiliki. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan  kebenaran dari tindakan seseorang. Ada kesinambungan antara tindakan dan kata-kata. Ada  konsistensi antara perkataan dan tindakan dengan  nilai hidup dan prinsip.
Nampak, ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan perbuatan bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang yang mempunyai integritas bukan tipe manusia  dengan banyak wajah dan penampilan yang  disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya.Integritas menjadi karakter kunci bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang mempunyai integritas akan mendapatkan kepercayaan (trust) dari pegawainya. Pimpinan yang berintegritas  dipercayai karena apa yang menjadi ucapannya juga menjadi  tindakannya. Guru adalah seorang pemimpin. Maka integritas bagian dari pribadi seorang guru.

Salah satu nilai yang saya pegang dalam hidup saya adalah kesetiaan. Kesetiaan dalam  dalam melakukan sesuatu. Kesetiaan pada pilihan. Pilihan membawa seseorang pada komitmen untuk menjalaninya. Terus dan tanpa bosan. Itulah kesetiaan.

Sebagai pendidik kita bekerja berhadapan dengan banyak pribadi yang dipercayakan menjadi anak didik kita. Kesetiaan mendampingi dan mendidik mereka merupakan bagian dari yang semestinya kita lakukan. Kita dituntut untuk tabah dan sabar juga dalam menghadapi mereka. Kesabaran merupakan bagian dari kesetiaan. Kesetiaan bagian dari integritas. 

Dalam perekonomian kita mengetahui pergerakan mata uang, entah itu naik atau turun, selalu berada di kisaran titik support dan titik resistance. Titik support adalah titik terendah dari pergerakan mata uang hari itu. Titik resistance adalah titik tertinggi dari pergerakaan mata uang. Jika mata uang bergerak naik maka selalu berada di bawah titik resistance, sebaliknya jika bergerak turun maka selalu berada di atas titik support.

Demikian pula dengan integritas kita! Tiap hari integritas kita naik dan turun.
Yang menjadi titik support dan resistancenya adalah titik benar dan titik salah.
Kadang kita bergerak melawan integritas kita, tetapi sering juga bergerak mengikuti integritas kita.


Teori berikutnya mengatakan bahwa jika kita sudah menembus titik pertama maka kita juga akan menembus titik kedua, ketiga, dst. Lalu kemudian stabil sesuai dengan kekuatan pasar. Jika perjalanan atau keputusan kita sesuai dengan integritas kita, atau menembus titik benar, maka kita akan menembus titik benar berikutnya...sehingga semakin lama integritas kita akan semakin kuat. Sebaliknya jika titik salah yang kita tembus, maka kita akan menembus titik salah beriktunya....dan akhirnya kita kehilangan integritas atau jati diri kita.


Saya tidak tahu pilihan Anda. Apakah Anda memilih mempertahankan integritas atau membiarkan nafsu anda mengubah jati diri Anda. Diri kitalah yang tahu hal ini. Integritas yang kita pertahankan dengan hidup kita akan dibalas setimpal sesuai dengan perjuangan kita. Jadi...untuk teman – teman yang berjuang untuk tetap berintegritas di tengah dunia ini yang terkadang bertentangan dengan integritas, tetap maju dan berjuang. Pertahankan integritas diri kita. Pencipta Semesta tidak tidur. Tetaplah menjadi guru yang berintegritas! (Ch. Enung Martina)


Jumat, 26 Oktober 2018

MEMILIH SEKOLAH UNTUK ANAK ZAMAN NOW



Tanggapan Buku:

Profil Buku
Judul: Panduan Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now
Penerbit: Buah Hati – TemanTakita.com
Penulis: Bukik Setiawan, Andrie Firdaus & Imelda Hutapea
Jumlah Halaman: 144 + XI
ISBN : 978-602-7652-96-5

Pertanyaan yang mengejutkan:
Tahukah Anda bahwa sekolah terbaik tidak baik untuk anak? Bahwa cara belajar Sekolah Favorit ternyata berdampak negatif pada anak? Bahwa kebanyakan sekolah tidak menyiapkan Anak Zaman Now hidup mandiri?
Membaca pertanyaan ini sungguh mengejutkan bagi saya sebagai seorang pendidik dan seorang ibu dari anak zaman now, tetapi saya sendiri ibu-ibu zaman old.
Ternyata memang zaman berubah! Teknologi berkembang! Cara kita mendidik anak dan memilih sekolah pun sudah saatnya berubah!
Saya terbengong dengan beberapa pernyataan yang ditulis oleh tiga serangkai penulis buku berjudul Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now. Bukik Setiawan, Imelda Hutapea, dan Andrie Firdaus memberikan hal-hal yang membuka saya sebagai seorang pendidik juga orang tua tentang pendidikan anak di zaman sekarang.
Penulis buku ini Bukik Setiawan seorang aktivis pendidikan, penerima penghargaan Champions for Children dari UNICEF Indonesia, serta penulis buku Anak Bukan Kertas Kosong dan Bakat Bukan Takdir. Selain itu juga Imelda Hutapea seorang ahli dan praktisi pendidikan anak usia dini, berpengalaman sebagai guru di berbagai sekolah, pelatih guru, dan konsultan lepas pendidikan. Yang ketiga adalah Andrie Firdaus seorang Manajer Pengembangan SDM yang berpengalaman di berbagai industri, ahli karier protean, pelatih dan penulis buku Bakat Bukan Takdir.
Ketiganya melihat betapa pentingnya sebagai rang tua memahami latar belakang zaman anak-anak bertumbuh. Pendidikan yang diberikan kepada anak-anak harus disesuaikan dengan kebutuhan anak yang hidup pada masa kini. Pendidkan tidak bisa mengawang-ngawang bak menara gading yang tak berpijak pada kenyataan sekarang dan di sini.
Ada tiga poin penting yang dibahas di buku ini yaitu memahami anak zaman now, memahami tantangan kerja anak zaman now, memilih sekolah untuk anak zaman now.
Zaman sekarang sekolah tumbuh berkembang bak cendawan di musim penghujan memberi banyak pilihan pada orangtua. Sementara anak-anak kita tumbuh di zaman serba teknologi dengan b erbagai kemudahan yang ditawarkan. Maka,  lahirlah Anak Zaman Now! Mereka mempunyai karakteristik yang berbeda dan akan menghadapi tantangan berbeda pula di masa depan. Ada banyak pekerjaan yang akan punah. Ada banyak pekerjaan baru yang lahir.
Pekerjaan yang dapat diotomatiskan akan diambil alih oleh robot. Lihat saja penjaga gerbang tol dan kasir bank. Bahkan media Beritagar.id membuat laporan sepakbola dengan menggunakan robot. Sementara, kombinasi teknologi, kreativitas dan sentuhan emosi, justru menciptakan pekerjaan baru. Lihat saja di Youtube, anak-anak muda mengeruk uang dengan membuat konten kreatif dan penuh sentuhan emosi.
Adakah sekolah yang tepat untuk Anak Zaman Now? Pada zaman industri, kebanyakan pekerjaan menuntut kepatuhan dan keseragaman. Tidak heran bila sekolah zaman industri cenderung melakukan penyeragaman cara, konten dan penilaian keberhasilannya. Untuk Anak Zaman Now, sekolah zaman industri tidak lagi memadai.
Anak Zaman Now butuh sekolah yang menumbuhkan, yang membantu anak-anak mengenali dan mengembangkan potensi uniknya. Bukan hanya pada tataran pemahaman, buku ini dilengkapi dengan panduan observasi dan wawancara yang langsung dapat digunakan orangtua untuk memilih sekolah yang tepat.
Buku ini mengajak pembaca memahami karakteritik Anak Zaman Now, tantangan kerja yang dihadapinya serta keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan tersebut. Isi buku ini juga memapaparkan kebiasaan lama belajar yang sering kita saksikan dan alami. Setelah itu, bagian ini memaparkan cara kerja otak dalam proses belajar dan melakukan perbandingan cara lama dengan cara baru belajar. Pada akhirnya dipaparkan cara belajar untuk Anak Zaman Now.
Selain itu, cara memahami sekolah berdasarkan komponen-komponenya sehingga orangtua bisa mendapat pemahaman yang utuh. Setelah itu dipaparkan salah kaprah dalam memilih sekolah yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Pada bagian akhir, dipaparkan pilihan sekolah yang dibutuhkan Anak Zaman Now. memaparkan faktor dan langkah yang perlu dilakukan orangtua dalam memilih sekolah. Bab keempat  dilengkapi dengan panduan observasi dan panduan wawancara yang memudahkan orangtua dalam memahami dan menilai sekolah yang tepat untuk anaknya.
Bab kelima adalah bab paling ringkas yang berisi strategi yang mungkin dilakukan orangtua bila tidak mendapatkan sekolah yang dibutuhkan anaknya. Sedangkan bab keenam memaparkan konsep pendidikan anak usia dini yang dilengkapi dengan panduan observasi dan panduan wawancara memilih PAUD untuk Anak Zaman Now. Yang jelas pendidikan terbaik bukan pada zaman dahulu, bukan pula pada zaman sekarang, tetapi  terbaik pada zaman mereka berada dan hidup.  ( Ch. Enung Martina)



Senin, 08 Oktober 2018

Menemukan Tujuan Hidup (2)


Mengevaluasi Hasrat dan Ketertarikan


(Romo Rafael)
Melanjutkan artikel sebelumnya tentang tujuan hidup yang ditanyakan seorang murid kelas IX. Akhirnya saya menemukan hal-hal yang menarik berkaitan dengan pertanyaan tersebut. Salah satunya bahwa untuk menentukan tujuan hidup juga kita harus mengevaluasi diri tentang hasrat dan ketertarikan diri. Artikel ini akhirnya penulis jadikan teks GLS (Gerakan Literasi Sekolah) untuk kelas IX.

Salah satu faktor yang membuat hidup seseorang tidak bahagia adalah kurangnya pengetahuan akan apa yang sesungguhnya mereka inginkan dalam hidup. Jika saat ini kita merasa kurang bahagia (atau hidup kita terasa kurang terpenuhi), kemungkinan besar kita perlu kembali mengevaluasi tujuan hidup kita. Proses ini memang sulit dan menantang (terutama karena saat melakukannya, Anda mungkin akan menyadari bahwa selama ini hidup kita berjalan di “jalur yang salah”), namun sangat penting untuk dilakukan. Ingat, hidup memang hanya terjadi satu kali; namun jika dijalani dengan benar dan bahagia, satu kali pun cukup.


1.Miliki jurnal

Menulis jurnal atau buku harian adalah cara ampuh untuk mengubah hidup dan perspektif Anda. Selain itu, melakukannya juga akan membantu Anda mengeksplorasi tujuan hidup, hasrat, serta sumber kebahagiaan Anda.[1]

·         Jangan memusingkan format tulisan Anda. Ingat, jurnal tersebut adalah milik Anda, bukan milik orang lain. Dengan kata lain, satu-satunya orang yang akan membacanya adalah Anda. Jangan ragu menuliskan segala sesuatunya dengan jujur dan terbuka.


2 Ajukan pertanyaan kepada diri Anda

Sebelum menentukan tujuan hidup, tentukan terlebih dahulu apa yang Anda sukai, apa yang saat ini sedang Anda lakukan, dan perubahan apa yang perlu dilakukan untuk membuat hidup Anda terasa lebih bermakna. Beberapa pertanyaan yang perlu Anda ajukan adalah:[2][3]

·         Kapan saat-saat paling membahagiakan dalam hidup Anda?

·         Apa yang membuat Anda merasa bangga dengan diri sendiri?

·         Kualitas apa yang paling Anda kagumi dari orang lain?

·         Apa yang membuat Anda benar-benar merasa hidup dan berenergi?

·         Seberapa bahagianya Anda dalam kehidupan sehari-hari?

·         Jika sisa hidup Anda hanya satu minggu, apa yang akan Anda lakukan untuk mengisinya?

·         Apa "keharusan" yang menutupi "keinginan" Anda?

·         Jika ada satu hal di dunia ini yang bisa Anda ubah, apakah itu?

·         Satu perubahan apa yang bisa membuat hidup Anda lebih bahagia?

3. Tuliskan hasrat dan ketertarikan Anda

Tuliskan hal-hal yang dengan senang hati Anda lakukan untuk mengisi waktu luang; hal-hal ini bisa berhubungan dengan pekerjaan, kehidupan pribadi, atau kehidupan rumah tangga Anda dan seharusnya mampu membuat Anda merasa bahagia saat melakukannya. Dengan kata lain, seharusnya Anda rela melakukannya meski tidak dibayar;[4] selain itu, seharusnya hal-hal tersebut dapat membuat Anda lupa waktu.

4.Tuliskan segala hal yang Anda sukai

Hal-hal dan orang-orang yang Anda cintai adalah faktor penting untuk menentukan kualitas hidup dan cara Anda mengisi waktu luang.[5] Mengetahui apa saja hal-hal atau siapa saja orang-orang yang Anda cintai ampuh membantu Anda untuk lebih berfokus pada hasrat dan tujuan hidup Anda ke depannya. Cobalah berfokus pada hal-hal yang Anda sukai dari hati (bukan yang Anda sukai setelah melewati proses penilaian secara rasional); niscaya Anda telah selangkah lebih dekat dengan hasrat Anda yang sesungguhnya.[6]

·         Jika orang-orang yang paling Anda cintai adalah keluarga, kemungkinan besar hidup Anda tidak akan bahagia dan terpenuhi jika hanya didominasi oleh karier (terutama karena karier tersebut akan menjauhkan Anda dari sumber kebahagiaan Anda yang sesungguhnya).

5.Temukan kebahagiaan Anda

Sedikit berbeda dengan menemukan hasrat dan ketertarikan, menemukan kebahagiaan menuntut Anda untuk sedikit lebih berfokus.[7] Cobalah memikirkan hal-hal yang membuat Anda benar-benar bahagia; pikirkan kapan terakhir kalinya Anda tertawa terbahak-bahak sampai rahang Anda sakit atau tersenyum tiada henti sampai pipi Anda terasa pegal.

·         Anda juga bisa memikirkan jenis permainan yang paling Anda sukai dan nikmati sewaktu kecil.[8] Apakah melakukan permainan yang sama (atau kegiatan lain yang mirip dengan permainan tersebut) mampu mengembalikan kebahagiaan masa kecil Anda?

6.Gunakan metode perencanaan mundur

Bayangkan diri Anda sudah berusia 90 tahun dan sedang menengok kembali ke belakang. Bayangkan pula bahwa Anda merasa bahagia karena sudah berhasil mewujudkan hidup yang menyenangkan dan bermakna.[9] Secara spesifik, imajinasikan apa saja yang membuat Anda merasa bahagia di usia 90 tahun, lalu manfaatkan gambaran tersebut untuk menentukan apa yang perlu Anda lakukan agar memiliki hidup yang bahagia dan terpenuhi di usia lanjut.

·         Misalnya, Anda membayangkan bahwa pada usia 90 tahun, Anda sudah dikelilingi oleh cucu-cucu yang lucu, tinggal di rumah pribadi dengan halaman yang luas, dan sukses membantu masyarakat di sekitar Anda untuk mewujudkan hidup yang lebih bahagia.

·         Imajinasi di atas menjelaskan bahwa Anda ingin memiliki keluarga, karier yang baik dan berguna bagi orang lain, dan menjalani hari tua di lokasi yang jauh dari keramaian.

·         Perencanaan mundur tersebut menyadarkan Anda bahwa Anda perlu memiliki anak pada usia 28 tahun, berkarier sebagai pekerja sosial pada usia 25 tahun, dan menjaga kesehatan dengan baik agar dapat hidup dengan bahagia di usia lanjut.



(Sumber: https://id.wikihow.com/Menemukan-Tujuan-Hidup)

Minggu, 23 September 2018

MENEMUKAN TUJUAN HIDUP



“ Bu, sebenarnya tujuan hidup kita di dunia ini utuk apa?” seorang anak perempuan berusia 15 tahun bertanya pada saya pada satu kali pertemuan di kelas pelajaran bahasa Indonesia.

Semakin tumbuh dewasa seseorang, maka dia akan makin bisa berpikir. Termasuk, dia akan berpikir sebetulnya untuk apa dia melakukan rutinitas-rutinitas yang kadang rasanya itu melelahkan, dan menyebalkan. Seperti misalnya pekerjaan Sekolah, Kuliah, Kantor, bisnis, Rumah tangga, dan lain-lain sebagainya.

Seperti yang dipikirkan oleh murid saya di atas.

Ketika rasa tidak enaknya terus memuncak, maka dia akan terus mempertanyakan, sebenarnya kenapa harus melakukan hal tersebut? Biasanya, jawabannya karena itu disuruh orang tua. Memang begitu yang diajarkan orang tua atau guru.

Selain itu, apa memang kita harus seperti itu terus sehingga nanti lulus pendidikan formal, kerja, nikah, punya anak; maka nanti anak kita akan kita buat ia mengulangi apa yang pernah kita alami juga?

Apabila pertanyaan tersebut tak terjawab, buat apa kita harus berdoa atau  sholat? Berarti sekali-sekali sholat/berdoa dan sesekali tidak, itu tidak  apa-apa? Buat apa kita sekolah, kuliah, kerja? Hidup kok jadi ribet hanya bolak-balik ke siklus yang sama.

Jawaban akan hal tersebut akan menjadi landasan kehidupan seseorang. Yang notabene jawaban tersebut akan senantiasa diemban dan dipraktikkan. Termasuk pada saat berinteraksi dengan orang lain, pada saat sekolah, bekerja, pada saat berekonomi, pada saat bersosial, bahkan sampai mengajak-ajak orang lain agar ikut mengemban keyakinan tertentu.

Seseorang atau sekelompok yang punya jawaban berupa keyakinan bahwa di balik alam semesta dan kehidupan ini ada Sang Pencipta Yang mengadakan seluruh alam, termasuk dirinya, tentunya akan berbeda dengan seseorang yang tidak memiliki keyakinan akan hal itu.

“Sang Pencipta memberikan tugas kepada manusia, selama ia hidup. Karena kelak ada kehidupan lain setelah kehidupan di dunia, kemudian pada saat itu Sang Pencipta akan memintai pertanggungjawaban atas seluruh perbuatannya pada saat hidup di dunia. Apabila sesuai tugas, maka ia akan berada di suatu tempat yang sangat menyenangkan, yakni di Surga, untuk selama-lamanya. Kalau tidak, maka ia berpotensi akan berada di suatu tempat yang sangat menyengsarakan, yakni di Neraka, untuk selama-lamanya.” Begitu jawaban orang yang beragama.

Lantas pertanyaan kritis muncul seperti sebuah syair lagu :; kalau surga dan neraka itu tak ada, aakah saya dan Anda aka juga mempercayai Tuhan dengan segala kebaikan-Nya. Jawaban ada pada tiap individu.

Meski seandainya surga dan neraka itu tak ada, dengan keyakinan adanya Sang Pencipta, maka mereka akan menjalani hidupnya sebagaimana keyakinan itu. Pada saat berekonomi, berbudaya, bersosial, berpolitik; semuanya akan diusahakan agar sesuai dengan tugas yang diberi Tuhan. Jangan sampai menyimpang. Kalau menyimpang akan melukai orang lain yang juga berarti melukai Sang Pencipta. Karena itu jagalah agar tidak berbuat yang merugikan siapa pun.

Namun, bagi beberapa orang yang mempunyai keyakinan bahwa Sang Pencipta (Tuhan) tidak ada maka pandangan akan berbeda. Bagi  seseorang atau kaum yang punya jawaban berupa keyakinan bahwa alam semesta ini semuanya ada dengan sendirinya. Katanya, “Makhluk hidup itu berasal dari materi, dan kelak akan kembali lagi menjadi materi. Manusia itu hidup untuk mencari kebahagiaan materi selama ia mampu hidup.” Pandangan hidupnya yang paling mendasar adalah dialektika materi.

Dengan jawaban seperti itu, maka dia akan melakukan hal-hal apa saja yang ia anggap layak dilakukan. Dia membuat sendiri hukum dan standarnya. Tentu dia seperti itu pada saat berekonomi, bersosial, dan berpolitik. Bebebrapa ideologi di dunia seperti sosialisme-komunisme mendasarkan pada dialektika materi. Namun, tetap ada hukum yang mengatur agar semuanya berjalan terorganisir. Kehidupan menjadi teratur bila semua orang taat aturan/hukum.

Apa pun keyakinannya, yang jelas bahwa faktanya kehidupan bersifat terbatas. Satu kehidupan kenyataannya hanya ada pada satu individu. Sekali selesai satu hidup individu, maka yah selesailah hidupnya individu itu. Ia tidak bisa punya hidup atau nyawa baru lagi. Tidak ada nyawa cadangan.

Dengan melihat fakta tentang kehidupan itu, maka MENJAGA KEHIDUPAN bagi yang percaya akan Sang Pencipta atau yang percaya akan dialektika materi, itu SANGAT PENTING. (Sumber utama www.teknikhidup.com dan beberapa sumber lain) :




Selasa, 11 September 2018

PUISI WETON 1 SURO



UNTUK LELAKI SATU SURO


lelaki satu suro kini umurmu sepermpat dari bulatnya abad
kau bukan lagi bocah yang merengek minta mainan
dolananmu bukan lagi gasing buluh atau layangan
musikmu bukan lagi lagu pop tentang berseminya cinta



dalam kesendirian semadimu kau cari makna diri
di antara deburan ombak dan butiran pasir
barangkali di sana kau temukan arti mimpi-mimpimu
atau barangkali buih samudra pada bayangan bulan menjadi ilhammu


lelaki satu saro  padamu aku belajar berani
untuk mengambil energi mewujudkan angan
kau sangat tahu bahwa doaku ada untuk sepanjang denyutmu
karena jalanmu hitam dan harum teruar lewat seduhan kopimu

(untuk Aloysius Gonzaga Ilham Sidharta yang berweton 25 tahun pada hari 1 Suro (11 September 2018)

Senin, 10 September 2018

EFATA, TERBUKALAH!


EFATA! ORANG TULI ITU MENDENGAR
((Mark 7:31-37))

(Laut Ambon)

Ode an die Freude adalah lagu kebangsaan Uni Eropa.  Simfoni ini merupakan karya musik klasik yang paling terkenal, dan dianggap sebagai salah satu mahakarya Beethoven. Ludwig van Beethoven (dibaptis 17 Desember 1770 di Bonn, wafat 26 Maret 1827 di Wina) adalah seorang komponis musik klasik dari Jerman. Ode an die Freude digubah Beethoven pada saat dia mengalami ketulian. Semasa muda, ia adalah pianis yang berbakat, populer di antara orang-orang penting dan kaya di Wina, Austria, tempatnya tinggal. Namun, pada tahun 1801, ia mulai menjadi tuli. Ketuliannya semakin parah dan pada 1817 ia menjadi tuli sepenuhnya. Meskipun ia tak lagi bisa bermain dalam konser, ia terus mencipta musik.  Pada masa ketuliannya, ia mencipta sebagian karya-karyanya yang terbesar. Beethoven mengalami tuli pada telinganya, tetapi tidak menutup kreativitasnya untuk terus berkarya. Telinga boleh tuli, tetapi hati nurani tetap bekerja. Bahkan, bisa jauh lebih tajam.

Bacaan hari ini tentang seorang tuli dan gagap dari daerah Dekapolis. Ia mengharapkan kesembuhan. Kemudian Yesus datang dan Dia memisahkan ia dari orang banyak, Yesus memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu meludah dan meraba lidah orang itu. Setelah itu Yesus menengadah ke langit menarik nafas dan berkata kepadanya: EFATA, artinya: Terbukalah. Maka terbukalah telinga orang tuli itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik.

Orang tuli dalam bacaan hari ini bisa mendengar dan berbicara kembali karena ada kesediaan dan keterbukaan hati untuk menerima uluran Tangan Tuhan. Keterbukaan hati memungkinkan Roh Allah bekerja pada siapa saja. Keterbukaan hati mampu membawa seseorang untuk melihat segala sesuatu yang selama ini tak tampak. Dalam keterbukaan hati ada mata batin yang mampu melihat hal yang berbeda daripada yang orang lain lihat. Dalam keterbukaan hati ada mata iman yang mampu memberikan kekuatan untuk berani berkata-kata benar dan jujur. Dengan keterbukaan hati orang mampu mengakui kelemahan dan kesalahan, setelah itu memperbaikinya. Hal ini tentunya akan juga membawa pada terbukanya kembali relasi yang sebelumnya sudah putus dan rusak. Dengan terbukanya relasi, maka pintu rejeki pun terbuka.

Hal di atas merupakan urutan yang linear yang menjadi hukum sebab akibat dari sebuah situasi keterbukaan. Kita dapat melihat sebuah kebenaran yang penting di sini bahwa hubungan dengan pemberi berkat itu jauh lebih penting daripada berkatnya sendiri. Hubungan dengan penyembuh lebih penting daripada penyembuhannya. Orang tuli dan gagap ini bukan hanya disembuhkan dari sakitnya, namun dia juga memiliki sebuah hubungan yang lebih pribadi dan erat  dengan Tuhan Yesus. Bukan berkat yang menjadi pokok dalam hal ini, melainkan kedekatan relasi dengan Tuhan yang menjadi utama. Ketika relasi itu terjalin dengan baik dengan Tuhan, maka pintu berkat akan dibukakan-Nya untuk kita. Bagaimanakah hubungan pribadi Anda dan saya  dengan Tuhan? (Ch. Enung Martina)


Sabtu, 01 September 2018

MISA TAHUNAN LEGIO MARIA SENATUS BEJANA ROHANI 2018




Setiap murid Kristus dipanggil untuk mencapai kesucian yang sempurna. Inilah panggilan dasar orang Kristiani. Sampai saat ini panggilan dasar ini belum dikenal apalagi dihidupi oleh orang Kristiani.

Sebagai gerakan awam yang mempunyai niat untuk menjadikan iman sebagai aspirasi hidup, Legio Maria dipanggil untuk menjalankan hidup pribadi yang baik (kudus) melalui doa, membaca kitab suci, dan karya pelayanan. Diharapkan dengan memiliki hidup yang baik (kudus), para lrgioner mampu mengajak orang lain ke hidup arah kekudusan pula. 

Untuk mengingatkan akan tugas seorag legioner, para tentara Maria ini perlu mendapat siraman rohani dan penguatan. Salah satu bentuk untuk penguatan ini melalui Perayaan Ekaristi tahunan para legioner.

Misa tahunan ini diadakan di setiap regia. Keuskupan Agung Jakarta (KAJ)  termasuk Regia Barat yang tergabung pada satu wadah yang disebut Senatus Bejana Rohani. Senatus Bejana Rohani meliputi beberaap keuskupan di Bandung, Bogor, Jakarta, Sumatera, dan Kalimantan.

Senatus ini masih terbagi ke organisasi yang lebih kecil yaitu komisium, kuria, dan yang terkecil presidium. Di Paroki Melati Mas, Gereja Santo Ambrosius ada dua presidium yaitu Presidium Bunda Pecinta Damai dan Presidiun Junior Maria Immaculata.  Sementara organisasi Legio Maria terbesar (sedunia) bernama Konsilium Morning Star bertempat di Kota Dublin, Irlandia. 

Misa tahunan Legio maria 2018 mengambil tema ‘ Panggilan Legioner untuk Hidup dalam Kebinekan”. Tema ini diusung dalam rangka Tahun Persatuan KAJ. Sebagai salah satu gerakan awam dalam Gereja katolik, Legio Maria mempunyai tantangan untuk bisa mengatasai perbedaan menjadi sebuah berkat dalam berkarya.

Misa kali ini digelar di Gereja St. Yakobus, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pada misa ini, selain misa tahunan Senatus Bejana Rohani, sekaligus merupakan perayaan 25 tahun Kuria Mater Dei yang bekarya di Paroki Kelapa Gaading ( Gereja St. Yakobus dan St. Kim Tae Gon), Paroki Danau Sunter ( Gereja St. Yohanes Bosco), Paroki Cilincing ( Gereja Sali Suci), dan  Paroki Tanjung Priok (Gereja St. Fransiskus Xaverius). Bersamaan dengan misa ini, Uskup Agug Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo juga merayakan Hari Ulang Tahun Episkopal.

Misa akbar ini dihadiri lebih dari 3.700 para legioner dari berbagai presidium yang tergabung dalam Senatus Bejana Rohani. Sebagai konselebran utama dalam misa ini adalah Mgr. Ignatius Suharyo didampingi oleh para romo yang merupakan pimpinan rohani di paroki masing-masing.

Penulis merupakan salah satu Legioner dari Gereja St. Ambrosius dari Presidium Junior Maria Immaculata, merasa sangat bersuka cita hadir dalam misa akbar ini. Sebagai seorang legioner yang terkadang memberikan sisa waktu dan tenaga dalam pelayanan merasa terkuatkan dengan khotbah Bapak Uskup. Beliau mengtakan sebagai seorang Katolik yang segaligus legioner, kita harus melihat segala peristiwa dari mata kontemplatif. Mata iman. Mata yang melihat segala sesuatu di balik yang tampak oleh mata biasa. Mata yang melihat ada campur tangan Tuhan di balik semuanya. Mata yang melihat ada keselamatan dan harapan  di balik peristiwa yang terburuk sekalipun.

Lanjutan khotbah  Mgr. Ignatius Suharyo tentang situasi negara kita adalah bahwa Allah berkarya. Allah berkarya melalui sejarah panjang bangsa Indonesia. Dimulai dari peristiwa Budi Utomo, kemudian lahir Sumpah Pemuda, lahirnya Pancasila, dan akhirnya tercetus kemerdekaan, hingga masa kini. Mata iman melihat bahwa di balik sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia, Allah hadir dan berkarya.  (Ch. Enung Martina)