Senin, 25 September 2017

GURU ADALAH MURID YANG TAK PERNAH SELESAI BELAJAR



Guru hingga sekarang masih dianggap masyarakat sebagai orang yang berpengaruh dalam kehidupan seorang murid.  Salah satu contohnya adalah: seorang anak TK akan lebih mempercayai apa yang dikatakan oleh ibu gurunya di sekolah daripada yang dikatakan kedua orang tuanya yang notabene kedua orang tuanya pendidikannya lebih tinggi daripada gurunya. Guru menjadi idola bagi anak pada usia dini. Saat anak- anak saya sekolah TK mereka mempunyai idola masing-masing. Metta mengidolakan Ibu Maria Gozal dan Ibu Yanti (TK St. Ursula BSD), Aga mengidolakan Ibu Bernadeth (TK. St. Ursula BSD), Abhimanyu mengidolakan Ibu Ella (TK. Strada Bhakti Nusa, Vila Melati Mas, Serpong).



Begitulah seorang guru menjadi panutan bagi seorang murid. Karena itulah beberapa kebijakan moyang kita pun terungkap berkaitan dengan guru melalui  sebuah peribahasa yang berbunyi: guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Peribahasa ini mengingatkan kepada kita, khususnya para guru, agar berhati-hati dalam berkata-kata, bersikap, dan  bertindak, karena yang dikatakan atau pun yang dilakukan bisa menjadi ukuran moral  bagi murid-murid.



Sebuah sumber yang pernah saya baca mengatakan bahwa tugas seorang guru memberi petunjuk, sementara kewajiban seorang murid adalah mencari jawabannya sendiri. Menjadi seorang guru pada zaman globalisasi sekarang ini berbeda dengan guru pada zaman mbah saya dulu. Pada zaman itu masyarakat yang dihadapi adalah masyarakat yang masih dikuasai penjajah (Belanda, kemudian beralih ke Jepang) pada era tahun 30-50-an. Tentunya berbeda dengan ketika saya menjadi guru sekarang.



Menjadi guru di masa sekarang adalah sebuah tantangan. Guru sekarang berhadapan dengan zaman yang canggih dengan aneka dampak positif dan juga negatif. Tentunya hal ini menuntut seorang guru untuk menjadi lebih kreatif menghadapi tantangannya. Untuk menjadi kreatif seorang guru harus bersedia menjadi murid. Artinya guru harus terus menerus belajar. Seyogyanya seseorang, terutama seorang guru,  mempertahankan sikap dan akal budi sebagai seorang murid pemula. Setiap saat kita melihat dan merasakan hal-hal baru meskipun dari pengamatan luar, sepertinya yang dilakukan dan yang dipandang masih sama saja.



Dalam proses pembelajaran seorang guru harus mempunyai pengalaman langsung, kewajaran, dan spontanitas yang dilamai bersama dengan muridnya. Mempunyai pengalaman langsung artinya bersedia mengalami dunia mereka. Contohnya kalau mereka syik dengan dunia maya, maka sang guru juga belajar mengetahui dunia tersebut agar bisa menyusun strategi ketika muridnya tersesat di dunia tersebut. Orang tua dan guru harus bisa meraih anak-nakanya dan berkomunikasi dengan mereka agar mereka tidak tersesat terlalu jauh. Kemajuan zaman tak bisa dihindari karena itu bagian dari peradaban. Namun, ketiak anak-anak berada di dunia itu, meraka tetap bisa hidup secara wajar di dunia nyata.



Seorang guru harus mempunyai kewajaran dalam mengajar di kelas atau pun di luar kelas. Dengan bergaul dengan muridnya, seorang guru bisa diterima dengan oleh muridnya dengan tulus dan wajar. Menjadi guru tidak usah mengada-ada. Ada kasus yang pernah saya alami ketiak saya sebagai seorang guru salah menyampaikan materi pelajaran, tetapi anak lebih tahu dari saya, gurunya. Saya tidak perlu panik karena muridnya lebih pandai daripada saya, tetapi justru harus bangga karena siswa saya cerdas. Saya tidak usah malu juga ketika saya berbuat salah meminta maaf kepada merka. Permintaan maaf tak akan menjatuhkan harga diri saya sebagai seorang guru atau seorang manusia, justru malah menaikannya karena saya rendah hati. Justru kebalikannya kalau saya keukeuh dengan pendapat saya yang salah malah saya mendapat malu. Si anak akan bercerita ke mana-mana tentang karakter saya yang sombong itu. Bukannya bisa mempertahankan harga diri, ini malah menjatuhkannya, bukan? Sudahlah, jadi guru itu yang wajar – wajar saja sebagai manusia biasa yang juga bisa salah. Salah itu manusiawi kok.



Tidak minder dan juga tidak sombong.  Kalau seorang guru minder, bagaimana dia bisa berdiri di depan muridnya untuk mempresentasikan dirinya. Menjadi guru, wajib hukumnya mempunyai rasa percaya diri yang besar. Namun, bila kelewat besar rasa percaya diri bisa-bisa jatuh pada tekabur yang berakhir dengan kesombongan. Seorang guru yang sombong juga tak akan disukai anakn didiknya.



Spontanitas adalah ciri guru yang berikutnmya. Spontanitas melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan dalam situasi yang diperlukan sesuai dengan kebutuhannya pada saatnya. Spontanitas termasuk juga dalam menambah wawasan. Seorang guru harus mempunyai kebutuhan untuk mengembangkan diri: pengetahuan, wawasan, ketrampilan. Spontanitas juga termasuk dalam hal mencintai anak-anak. Mencintai para murid dengan tulus dan wajar adalah bagian dari spontanitas. Mengasihi mereka berarti kita juga bertanggung jawab atas pertumbuhan pribadi mereka.



Untuk mencapai menjadi guru yang baik tentunya tak segampang membalikkan telapak tangan. Ada proses di dalamnya, ada kesediaan untuk melakukannya, dan ada usaha untuk mewujudkannya. Agar kita terus bisa menjadi guru, kita juga harus bersedia menjadi murid yang baik. Untuk menjadi pelajar yang baik hendaknya sanubari dan mata batin dilatih untuk menatap sesuatu dengan perasaan dan intuisi segar, baru. Dengan cara ini, orang dapat terhindar dari kejenuhan dalam bekerja, berlatih, dan belajar.  Dalam bekerja, apa pun pekerjaannya, dikehendaki rasa syukur menyambut momen-momen yang dijalani. Tak ada kebosanan, tak ada rutinitas, sebab yang dihadapi adalah aliran waktu dengan sekelilingnya yang terus berubah. Disiplin dalam berlatih atau belajar adalah suatu keharusan yang baik.  Dalam hidup, baik kalau kita mengedepankan yang konkrit dan menekankan pada berbuat, kini dan di sini. Jangan mengawang-awang.



Untuk menjadi seseorang yang cerdas, mampu, dan ahli perlu melalui proses dalam dirinya. Proses seseorang mencapai keahlian, termasuk menjadi guru yang ahli,  adalah:

1.        Tidak sadar dan tidak mampu. Seseorang pada tahap pembelajaran dia belum mempunyai kesadaran bahwa dirinya tidak mampu.

2.      Sadar mengenai ketidakmampuan dalam bidang tertentu: Ketika sudah memulai belajar, seseorang akan menyadari ketidakmampuannya / keterbatasannya dalam bidang tertentu. Karena itu guru harus terus mengasah diri untuk mengembangkan wawasan dan ilmunya.

3.       Mulai belajar dan praktik, tetapi kesadaran perlu disiagakan penuh: dalam proses belajar berikutnya mulai mempelajari beberpa hal dan mempraktikkan ilmunya. Dalam proses belajar ini seorang pelajar (guru pun seorang pembelajara)  harus tetap menjaga agar dirinya tetap menjaga kesadara belajarnya.

4.      Trampil untuk bidang tertentu, bawah sadar telah merekam kemampuannya: pada tahap keempat seseorang mulai mahir akan ketrampilan/ilmu yang dipelajarinya. Karena itu kemampuan itu sudah menjadi bagian dirinya, sudah menjadi miliknya.



Proses belajar pada setiap orang itu berbeda. Sesudah tahap keempat dalam belajar, yang senantiasa ditekankan adalah bukan sekedar ketrampilan dalam laku fisik, tetapi kekuatan antara tubuh,jiwa, dan roh. Semuanya menyatu sehingga akhirnya seorang guru makin hari makin menghayati panggilannya dan mensyukurinya sebagai berkat dari Tuhan dalam hidupnya.

(CH. Enung martina)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar