Kami berangkat dari Serpong pada hari Sabtu, 23 Desember 2017. Karena kami tahu bahwa itu musim liburan, maka kami memutuskan untuk tidak membawa kendaraan sendiri, melainkan naik kereta api. Betul saja perkiraan kami. Karena keponakan yang pulang ke Yogyakarta dari Bumi Serpong Damai dengan membawa kendaraan sendiri baru tiba setelah menempuh perjalanan 20 jam.
Tujuan pertama kami ke Semarang, kota tempat Bob dibesarkan. Di sini Bob mempunyai banyak kenangan masa kanak-kanan bersama-sama keluarga besar, bersama ayah dan ibunya, serta saudara-saudarinya. Kami berangkat dengan Kereta Api Gumarang dari Statsiun Senen, Jakarta, pukul 16.45 dan tiba di Statsiun Tawang, Semarang pukul 23.05.
Kami memutuskan untuk menginap di
Hotel Olympic. Mencarinya dari traveloka.com yang harganya murah meriah. Pilihan kami
tepat karena hotel ini strategis berada di Jalan Imam Bonjol yang dekat ke
mana-mana.
Tanggal 24 setelah sarapan di
hotel kami menuju makam pertama yang akan kami datangi, yaitu makam mertua
lelaki yang tidak saya kenal karena saat saya menikah dengan Bob, beliau sudah
tiada. Beliau bernama Paulus Martono Martopranoto.
Memasuki kawasan tempat permakaman umum (TPU)
Bergota Kota Semarang, saya tidak merasa seram seperti kalau memasuki
area pemakaman. Mungkin karena lokasi pemakaman ini berdekatan dengan perumahan
penduduk. Seperti pada umumnya pemakaman yang sering kita temukan, di sekitar
pemakaman Borgota pohon kamboja tumbuh di sela-sela kuburan. Bunganya
bermekaran putih kekuningan. Keindahannya dan harumnya menyemarakkan area
tersebut.
Pemakaman ini berada di sebuah bukit di atas
kota Semarang. Ada
beberapa gang kecil, jalannya telah beraspal. Jalan yang hanya bisa dilalui
satu mobil, membelah kuburan berlokasi di atas perbukitan wilayah Keluruhan
Randusari, Semarang Selatan ini. Di sini kami berdoa dan menabur bunga. Ada perasaan syukur pada saya karena akhirnya kami bisa berziarah setelah 8 tahun berlalu. Terakhir ke kuburan ini tahun 2009.
Ketika menyusuri jalan kecil yang ada di komplek pemakaman Borgota, kami sampai ke atas dan mendapatkan
pemandangan ganjil bagi orang awam, karena di antara makam-makam tersebut
berdiri bangunan rumah. Ada perkampungan di sela-sela komplek pemakaman.
Bangunan rumah kebanyakan sudah permanen, ditembok, bahkan ada yang telah ditingkat. Semuanya berpadu dengan batu-batu nisan di sekitarnya. Penduduk berlalu lalang beraktivitas seperti biasanya.
Bangunan rumah kebanyakan sudah permanen, ditembok, bahkan ada yang telah ditingkat. Semuanya berpadu dengan batu-batu nisan di sekitarnya. Penduduk berlalu lalang beraktivitas seperti biasanya.
Sepulang dari makam kami menuju ke arah Padanaran dulu untuk
mencari oleh-oleh dan makam lumpia semarang yang terkenal itu. Jalan Padanaran
merupakan jalan yang berada di tengah-tengah kota Semarang ini merupakan
sentra jajanan oleh-oleh khas Semarang. Di tempat inilah makanan khas Semarang
seperti lumpia, bandeng presto, dan wingko babat, serta bakso tahu dapat ditemui
dengan mudah.
Setelah cukup berbelanja, maka kami
memutuskan untuk menikmati jajanan lumpia semarang di kaki lima dari pedagang
yang banyak berjejer sepanjang jalan. Harganya per lumpia Rp 10.000. Bisa
dinikmati dengan digoreng atau basah. Sesuai selera. Kami pun membeli minuman
segar jus jeruk baby yang diperas langsung tanpa campuran apa pun. ada 2
pilihan yang harga Rp 12.000 dengan gelas sedang atau gelas besar seharga Rp
15.000. Boleh ditambah es batu untuk menambah kesegarannya. Rasanya manis asli,
juisy, tanpa pengawet apapun. segar dan alami!
Selesai mengisi perut, kami
melanjutkan untuk mengunjungi kerabat yang berada di area Cinde Barat. Lokasi
perumahan di tempat yang kami kunjungi berada di atas bukit. jalannya cukup
curam sehingga agak mengkhawatirkan ketika kami naik. Akhirnya diputuskan untuk
memarkir kendaraan di jalan yang ada di bawah. Untuk menuju ke rumah kerabat
kami, Mbah Reso, kami jalan kaki. Namun, pemandangan dari atas bukit sangat
menakjubkan. Seluruh panorama kota Semarang nampak dari sini. Panorama nan elok merupakan upah yang setimpal setelah cukup lelah berjalan naik ke atas bukit.
Kunjungan kami dipenuhi dengan obrolan dan canda tawa karena sudah
lama tidak berjumpa. Bercerita banyak hal seputar pengalaman yang lalu dan keadaan sekarang. Silaturahmi kami dimeriahkan dengan makanan kecil aneka kue
dan sirup jeruk yang segar. Serta menu utama kami adalah lontong opor ayam
kampung yang gurih dan sedap. Hidangan yang luar biasa disantap kala lapar dan
penuh kekeluargaan. Kami mengakhiri kunjungan dengan doa bersama sebagai bentuk
ucapan syukur atas pertemuan dan persaudaraan yang selama ini terjalin.
Kami pun menlanjutkan perjalanan kami menuju hotel untuk check out
mengambil barang-barang untuk menuju ke destinasi kami yang kedua: ziarah ke
Gua Maria di Ambarawa.
(Ch. Enung Martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar