Selasa, 24 Februari 2009

REFLEKSI PENGALAMAN KUNJUNGAN

PENGALAMAN KUNJUNGAN
Ch. Enung Martina
Selama saya menjadi anggota legio aktif sesudah beberapa lamanya tidak aktif, saya mempunyai pengalaman pada saat berkunjung sebagai berikut:
Pengalaman menyentuh:
Setiap kali kunjungan hati saya selalu tersentuh dengan hal-hal yang terjadi ketika kunjungan. Saya selalu mendapatkan pengalaman batin yang berguna bagi saya. Misalnya pada saat saya mengunjungi orang lumpuh (I. Ruchyat), beliau bercerita tentang keluarganya, tentang masa mudanya, tentang pembantunya, dan banyak hal lain. Saya merasa tersentuh betapa manusia pada dasarnya memiliki perasaan yang sama untuk dicintai dan diperhatikan. Pengalaman lain ketika mengunjungi Ibu Maria (mama mbak Vero). Saya melihat betapa pun fisik Ibu Maria yang sudah tergeletak tinggal kulit dengan tulang saja, tetapi hasrat kemanusiaannya untuk berkuasa tampak masih ada. Hal ini saya denganr dari bak Vero bagaimana mamanya bisa mengamuk atau marah-marah dengan mengeluarkan tenaga yang tak terduga. Bagaiman hasrat ingin berkuasa pada manusia ternyata masih menguasai meskipun maut sudah di hadapan kita. Saya tersentuh dengan bagaimana Mbak Vero melayani mamanya dengan penuh cinta dan kesabaran. Pengorbanan dan kasih sayang Mbak Vero membuktikan pada kita ahwa kasih anak itu tidak hanya sepenggalan.
Mengapa saya selalu tersentuh saat kunjungan? Jawabannya karena kita bukan kunjungan biasa saja, melainkan kita disertai oleh Bunda Maria. Tuhan menyentuh hati kita. Yang tampaknya biasa-biasa saja menjadi sesuatu yang lar biasa bila Tuhan menyentuh hati kita.

Pengalaman yang menjijikan
Pengalaman ini terjadi mungkin sebulan yang lalu saat mengunjungi Ibu Cornelia. Saat itu saya berkunjung bersama Ibu Rachmat. Ibu Cornela adalah seorang penderita penyakit komplikasi: lumpuh an kanker. Ibu cornelia sudah menderita kelumpuhan selama 20 tahun. Ia mempunyai dua orang anak laki-laki, yang pertama sudah menikah dan berada di Surabaya. Anak kedua juga laki-laki bernama Alex masih single. Ia bekerja di WTC sebagai badut pada acara-acara tertentu seperti ulang tahun. Ibu Cornelia tinggal di kamar sewaan seluas 2 x 3 m tanpa ventilasi. Waktu itu kami datang sore hari. Saat kami masuk kamarnya, Pispot yang berada di kamarnya terbuka. Bu Rahmat adalah orang yang paling depan, saya kedua. Bu Rahmat orang yang pertama melihat isi pispot dengan warna yang kekuningan itu sebelum si pemilik menutupnya. Bisa dibayangan kamar yang sangat sempit tanpa ventilasi dengan pispot di dalamnya, baunya seperti apa. Ibu Rahmat sampai tidak tahan dan ia mundur ke belakang untuk muntah dulu. Untung saya kuat jadi saya bisa melanjutkan obrolan kami, tetapi pintu kamar itu saya buka lebar-lebar. Saya sudah terbiasa dengan pispot dan isinya karena dulu ibu mertua saya seperti itu. Yang kasihan Ibu Rahmat sampai satu minggu ia tidak doyan makan.
Ada catatan khusus untuk Ibu Cornela, ia adalah mantan legioner ketika beliau sehat. Saya benar-benar ngeri mendengar kisah hidupnya. Sampai saya berpikir kok Tuhan tega banget sih membiarkan orang menderita begitu lamanya. namun saya sangat kagum dengan Ibu Cornelia. Orang ini punya kepribadian bagai batu karang. Dihempas penderitaan yang tak terahankan seperti itu dia masih waras bahkan terus berdoa. Saya jadi malu karena saya bukan pribadi yang tegar seperti Ibu Cornelia.
Catatan lebih khusus lagi:
Ibu Cornelia perlu pertolongan SSP. Saya kira keluarganya tidak begitu peduli padanya. Kesehatan dan kebersihannya sangat memprihatinkan. Meskipun belum menjadi warga lingkungan karena ia orang yang ngontrak, tetapi ia juga perlu mendapat pertolongan. Apakah SSP bisa membawana ke Marfati untuk dirawat di sana dan mendanai perawatannya? Namun, sebelumnya perlu berbicara dengan keluarga dulu.


Pengalaman yang menguatkan
Dari semua kunjungan dan pengalaman saat berada di Legio Maria jelas semuanya membawa perubahan dalam diri saya. Pengalaman dan cerita orang yang dikunjungi mampu meneguhkan iman saya. Terkadang menjadi inspirasi untuk melakukan sesatu yang berguna bagi saya atau keluarga bahkan orang lain.
Ketulusan dan keterbukaan pada saat kita berkunjung itu adalah kunci utama. Ada sih mungkin di antara kita kalau kunjungan itu agak khawatir atau takut. Saya sering mendengar kata-kata seperti ini: “Saya jangan disuruh kunjungan dulu, ya. saya masih takut.” Yang lebih parah lagi ada yang diberi tugas kunjungan dia membolos dengan alasan yang bermacam-macam. Wah, kalau seperti itu lebih baik janganlah. Memangnya ini tugas kantor yang kalau tidak bisa kita bikin alasan pada bos kita. Ini kan kaitannya dengan DIA yang memberi tugas. Kalau bisa dan sudah menyanggupi, ya harus kita lakukan apa pun halangannya harus bisa mengatasinya.
Yang tak kalah pentingnya adalah DOA saat kita berkunjung. Dengan doa orang yang dikunjungi merasa dikuatkan dalam penderitaannya dan merasa ditemani. Di dalam doa ada rasa persaudaraan yang kudus.

Saya kira cukup kesan-kesan saya tentang tugas kunjungan ini.
Maaf tidak bisa berbicara secara langsung karena saya akan mengunjungi kakak ipar saya di Bekasi. Beliau terkena stroke. Mohon doanya untuk beliau. Saya baru bisa mengunjungi kalau sudah tidak banyak tugas di sekolah. Saya banyak mengunjungi saudara seiman saya, tetapi saudara sendiri malah jarang saya kunjungi. Biasa alasannya klise, jarak yang jauh dan waktu yang tidak pas.
Terima kasih selamat melanjutkan tugas mulia menjadi perwira-perwira Maria yang handal dan penuh cinta.


Syallom,Nung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar