Jumat, 26 Juni 2015

LAPORAN PERJALANAN 2: ROMA KOTA ABADI

Banyak jalan menuju Roma. Begitu sebuah pribahasa yang sering kita dengar. Kira-kira maknanya adalah banyak cara untuk meraih suatu tujuan. Hari Rabu, 17 Juni 2015 merupakan hari ketiga dalam perjalanan napak tilas kami ke Italia. Akhirnya kami tiba di Roma dengan selamat. Kami menginap di Villa Aurelia yang terletak di Via Leone XIII, 459, 00165 Roma, Italy.

 letak Vila Aurelia

Dalam tulisan ini saya sedikit akan mengetengahkan villa tempat kami menginap ini karena rupanya bukan hotel atau penginapan biasa saja. Bangunan ini termasuk bangunan klasik yang berseni. Villa ini terletak 600 meter dari Villa Pamphilj Park, Roma. Villa Aurelia menawarkan parkir gratis, dan lokasi yang damai dengan pemandangan menghadap St. Peter's Basilica. Semua kamar yang fungsional meliputi TV satelit dan kamar mandi pribadi. Kamar-kamar yang cerah di Aurelia dilengkapi dengan AC dan lantai keramik. Wi-Fi tersedia dengan biaya tambahan. Menurut penjaga di vila ini yang bahasa Inggrisnya cukup lancar, bus ke Kota Vatikan dan Piazza Venezia Square berhenti dalam jarak 5 menit di jalan utama dekat vila ini. Untuk menuju jalan utama berjalan kaki sebentar. Stasiun Kereta San Pietro berjarak 2 km, untuk koneksi menuju pusat transportasi Termini. Sarapan klasik ala Italia disajikan pada pagi hari saat kami sarapan, dengan menu  mencakup croissant manis, yoghurt, dan coffee latte.

Ketika saya mencari berbagai sumber, rupanya Villa Aurelia, awalnya dibangun untuk Cardinal Girolamo Farnese sekitar 1650. Bangunan ini berfungsi untuk pengaturan untuk konferensi, resepsi publik, konser, dan program lainnya. Hal ini juga termasuk apartemen untuk Academy Warga dan dikelilingi oleh 3,8 hektar kebun megah.

Sebelum sarapan pagi, saya berkeliling sekitar vila. Kebunnya luas dan indah dihiasi aneka tanaman hias yang sedang mekar bersemi. Saat saya menikmati keindahan bunga-bunga musim panas, saya dikejutkan dengan sapaan ‘good morning’ dari seorang pria setengah baya, yang saya sangka sebagai pria Philipina, jika menilik dari postur dan kulitnya. Namun, dugaan saya tentang pria ini salah semua. Karena pria tersebut adalah seorang imam SCJ yang berasal dari Indonesia. Saya mengetahui identitasnya saat saya dikenalkan oleh Suster Littah. Rupanya vila tempat kami menginap ini milik dari para imam SCJ   (Sacerdotum a Sacro Corde Jesu) atau Kongregasi Imam Hati Kudus Yesus. Kalau di Indonesia pusatnya ada di Jl. Karya Baru 552/94  Km.7, Palembang  30152, Sumatera Selatan.



Audensi Umum Paus Fransiskus
Hari ini merupakan hari yang istimewa bagi kami, rombongan Santa Ursula BSD,  karena hari ini, Rabu, 17 Juni 2015,  kami akan mengikuti audensi umum pemimpin Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus, di lapangan Basilika St. Petrus. Kami benar-benar menantikan peristiwa ini. Sesudah menikmati sarapan ala Italia di Vila Aurelia, kami berangkat untuk mengikuti acara istimewa ini.

Dalam hangatnya udara musim panas pada  pagi hari di Vatikan, kami sudah mulai antri untuk menuju pemeriksaan tentara Vatikan yang terkenal itu.  Akhirnya sesudah  lolos dari pemeriksaan, kami mencari tempat duduk di deretan kursi yang masih cukup lowong. Meski sudah banyak orang yang hadir saat itu, tetapi deretan kursi masih ada yang kososng. Saat itu audensi baru akan diadakan pukul 09.30 waktu setempat. Kami sudah hadir sejak pukul 07.30. Menunggu lama pun tak masalah bagi kami. Sepertinya hal itu berlaku juga bagi ribuan orang dari berbagai madhab di bumi ini yang sudah memadati lapangan St. Petro.

Perasaan saya bercampr aduk. Yang jelas pasti bahagia karena mendapat kesempatan langka ini. Perasaan lain adalah kagum dan terpesona karena begitu banyak orang dengan aneka warna kulit, bahasa, dan tentunya asal mereka. Saya bertanya sebenarnya apa yang mereka cari di sini? Jauh-jauh mereka datang hanya untuk mendapat kesempatan ini. Semuanya terarah pada satu tujuan untuk mendapat berkat dari orang yang menduduki tahta Santo Petrus itu. Saya jadi merinding, kalau membayangkan bila Yesus sendiri yang hadir di sini bagaimanakah kiranya suasananya? Pasti akan lebih menggemparkan lagi. Paus sebagai wakil-Nya di dunia saja, semua orang sudah menantikannya dengan penuh antusias.

Detik-detik Paus datang pun akhirnya tiba. Semua orang mengarahkan pandangan pada satu titik dari pintu tempat dia datang. Yang tak melihat, memusatkan perhatian pada layar TV besar yang terpasang di setiap sudut lapangan itu. 
Saya tak bisa memandang wajahnya dari dekat. Namun, aura yang terlihat dari jauh pun sudah dapat dirasakan. Orang ini bukan semabarang orang. Melainkan orang yang luar biasa.


Hari itu bacaan Injil yang diangkat tentang Yesus menyembuhkan anak Janda dari Nain. Injil dibacakan dalam beberapa bahasa: Italia, Inggris, Latin, dan Arab. Untung hari itu saya duduk bersebelahan dengan Romo Ignatius Ismartono, SJ, selaku pembimbing rohani kami selama berziarah. Padre Ignatio, begitu nama beken beliau selama berada di Italia, menjelaskan beberapa isi khotbah Paus karena diuraikan dalam bahasa Itali. Jadi saya bisa memahami isi khotbah tersebut. Ada beberapa kata Itali yang sama dengan bahasa Inggris. Jadi saya bisa menyambungkan sendiri, lalu saya konfirmasi  kebenarannya kepada Padre Ignatio.

Beginilah kira-kira isi khotbah Paus dalam audensi tersebut:

Saudari dan Saudara terkasih, sebagai kelanjutan dari katekese keluarga saya hendak mengajak kita semua untuk merenungkan kembali suatu peristiwa yang sangat dramatis dan penuh penderitaan yang harus dihadapi oleh stiap orang tanpa kecuali, yaitu kematian anggota keluarga. Yesus sangat mengasihi mereka yang sedang berduka sebagaimana bacaan hari ini ( Rabu, 17 Juni 2015) mengingatkan kita, karena kematian orang yang dikasihi senantiasa membawa penderitaan bagi keluarga.


Semoga kita, dengan  kelembutan dan kasih sayang dari Kristus yang mendekati kita dapat menawarkan penghiburan bagi keluarga yang sedang menderita karena kehilangan anggota keluarganya.  Semoga juga kita menjadi saksi-saksi akan cinta kasih yang dinyatakan Kristus melalui salib-Nya dan  kebangkitan-Nya. Cinta lebih kuat daripada kematian. Diatas segalanya, mari kita bersyukur atas iman kita pada-Nya yang adalah satu-satunya merupakan  pemberian respon yang baik untuk menanggapi kebutuhan terdalam kita dalam menghadapi kematian orang yang dikasihi.

Hal ini sangat jelas bagi orangtua yang kehilangan seorang anaknya. Kehadiran Yesus bagi seorang janda di kota Nain menunjukkan kepada kita bahwa Dia bersama kita di masa tergelap hidup kita dan dia menemani kita ketika kita kehilangan dan meratap. Iman yang sejati akan Dia, kebangkitan-Nya, kehadiran-Nya yang selalu menyertai, membuat kita menghadapi dan menjalani kehilangan kita. Sengat maut sebagaimana disebut oleh Santo Paulus, akhirnya kita pahami dan yakini bahwa kematian bukanlah pemegang keputusan terakhir.


Hari ini juga saya hendak menyapa para peziarah yang menghadiri audiensi hari ini, antara lain Zambia, Hongkong, Indonesia, Jepang, Pakistan, Vietnam.

Kami sangat bahagia karena pada audensi itu, nama komunitas kami (Sekolah Santa Ursula dari Indonesia) disebut. Begitu nama kami disebut, dengan serentak kami berseru/berteriak: Yeee! Huuu!

Kira-kira pukul 11.30 audensi berakhir. Kami diberi kesempatan untuk membeli sovenir di pertokoan sekitar. Seperti biasanya, orang Indonesia kalau bepergian selalu memikirkan oleh-oleh untuk sanak-saudara di tanah air. Toko-toko di sana sangat ramai karena melayani para pengunjung dari berbagai negara. 


salah satu sudut Kota Roma


Ch. Enung Martina


Tidak ada komentar:

Posting Komentar