Senin, 22 April 2019

ARTIKEL KESETIAAN PEREMPUAN


KESETIAAN MARIA PADA SANG PUTRA

“Ad Jesum per Mariam” (Menuju Yesus melalui Bunda Maria).  Bagi saya, kata-kata itu tidak mudah untuk dijalankan. Barangkali proses pemahaman tentang hal ini akan memakan waktu sepanjang hidup saya, dan kiranya  hari demi hari Tuhan menambahkan kepada kita pemahaman yang semakin mendalam.


Dari kutipan itu, kita melihat bahwa Maria diberi kedudukan tinggi oleh Sang Putra. Kita mengetahui bahwa bagaimana Sang Bunda dalam seluruh hidupnya mengikuti Sang Putra. Sang Bunda adalah pengikut pertama Sang Putra. Dalam setiap kehidupan Sang Putra,  bahkan sejak dalam rahimnya, Bunda selalu ada untuk Sang Putra. Karena itu, Maria adalah tokoh historis dalam tradisi kekristenan, diakui atau tidak oleh gereja-gereja di luar Gereja Katolik.

Bunda Maria adalah figure seorang ibu yang setia berada di sisi perjalanan hidup Sang Putra. Refleksi kita tentang  Sang Bunda adalah dari tokoh ini kita  menemukan pesan seluruh hidupnya mengarah pada Ilahi,  juga tentang kesetiaan yang dimilikinya dalam menjalankan perannya sebagai ibu sejak saat diberi kabar oleh Malaikat Gabriel, kehamilannya yang menghebohkan, kelahirannya yang bermasalah,  pegasuhannya yang penuh kesabaran, pendampingannya yang tiada tara, bahkan kesetiaan dan ketabahan saat Sang Putra meregang nyawa.

Bunda Maria melakoni semuanya dengan penuh hikmat. Maria tidak hanya menjalani perannya tersebut seperti kebanyakan perempuan lain menjalankan perannya. Namun, beliau melakonimya dengan segenap jiwa dan raganya. Saya sebagai perempuan yang sekaligus seorang ibu pun tak terbayangkan bagaimana beliau melakoni semua dengan begitu tabah, setia, dan sangat elegan.  Saya dan juga para perempuan, serta para ibu di dunia ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ketabahan dan kesetiaan beliau.
Bagi perempuan ini, Maria, kesetiaan sebagai sebuah harga mati yang tak bisa ditawar dengan nilai-nilai apapun atau tak dapat dikompromikan dengan pertimbangan-pertimbangan manusiawi apapun.  Hal yang akan menjadi sangat istimewa ketika kita merenungkan dan mrefleksikan kesetiaan tokoh ini. Kita akan merasakan betapa ke-Ilahi-an ada pada dirinya. Betapa jiwa yang dalam dan luas ada padanya. Betapa cinta yang besar bersemayam pada dirinya. Dan betapa iman yang tak terukur mendasari semua yang dilakukannya.

Bila saya berbicara tentang  perempuan hebat ini, adanya hanya kekaguman yang tak terhingga untuk Bunda Termulia. Rasa hormat dan cinta saya dapat saya rasakan di dalam dada saya hingga air mata saya menggenang di pelupuk. Begitu pula para pelukis, para penyair, para pujangga, dan para seniman melukiskan hormat dan kagum mereka pada permepuan ini. Betapa banyak karya seni yang tercipta karena inspirasi dari perempuan ini.

Adalah memahami apa itu kesetiaan, tak semudah mengatakannya. Jika kesetiaan itu hanya sampai pada pengalaman untuk memilih satu nilai yang dianggap lebih penting dari nilai yang lainnya dan keputusan untuk terus berpegang pada nilai itu, tentu saja tidak ada yang istimewa pada figure Maria. Lalu apakah kesetiaan itu?

Maria, Perawan yang Setia

Seluruh perjalanan hidup Maria menampilkan seorang pribadi yang memiliki di dalam dirinya teladan kesetiaan. Sejak kalimat yang diucapkan di hadapan Malaikat Gabrie : Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku sesuai kehendak Allah….. Jawaban hamba yang diberikan Maria kepada utusan Allah itu merupakan sebuah uangkapan kesadaran dirinya untuk taat pada kehendak Allah dan segala hal yang terjadi di dalam hidupnya sebagai konskuensi pilihan untuk taat. Pilihan menjadi hamba Tuhan tidak hanya menuntut Maria untuk taat pada kehendak Allah melainkan juga setia melakukan kehendak Tuhan di dalam hidupnya.

Kesetiaan Maria kepada kehendak Allah tidak hanya terungkapkan dari jawaban kata-kata belaka. Seluruh hidup dan keputusan Maria merupakan jawaban yang kuat untuk setia kepada kehendak Allah. Maria tidak hanya sampai pada jawaban “YA” secara verbal, tetapi kemudian juga terungkap dari ketaatannya untuk melahirkan putera Allah yang menjadi manusia dan kemudian dengan setia pula memelihara dan membesarkannya. Menjadi seorang ibu pada usia yang sangat muda bukanlah hal yang tidak memiliki tantangan. Namun tantangan tidak menghalangi kesetiaan Maria untuk merawat, melahirkan dan membesarkan Yesus.

Demikian pula ketika puteranya mulai berkarya, Maria dengan setia datang menemui-Nya. Ia tidak memikirkan segala kesibukan dirinya. Saya membayangkan, Maria juga ibu rumah tangga biasa yang punya setumpuk pekerjaan di rumahnya. Namun,  ia  meninggalkan semuanya itu dengan lebih memilih untuk mendampingi puteranya. Maria telah setia di sisi puteranya sejak kecil.  Saat Sang Putra tertinggal di Bait Allah, sebagai seorang ibu ia kuatir putranya hilang. Ia berpikir seperti para ibu pada umumnya. Ke mana pun anaknya pergi selalu ada di bawah pengawasannya. Apalagi dia sangat sadar bahwa putranya bukan anak sembarang anak. Namun, semua itu dia simpan di dalam hatinya. Ia menyimpan segala perkara dalam hatinya.

Hidup Yesus bukan hanya untuk berkarya melalui pewartaan melainkan juga melalui kerelaan mengambil bagian dalam penderitaan dan salib. Pengalaman salib ini bukan hanya menjadi pengalaman Yesus melainkan juga pengalaman Maria yang sejak awal telah memilih untuk setia. Bahkan di dalam pengalaman ini pun, Maria tetap tampil sebagai ibu yang setia mendampingi Yesus dalam pergulatan-Nya.

Kesetiaan Maria boleh saja dilihat sebagai salah satu keutamaan yang ada pada dirinya dan membuat diamini sebagai wanita yang disebut berbahagia oleh sekalian bangsa. Akan tetapi, lebih dari sekadar keutamaan yang ada pada dirinya, kesetiaan menjadi bagian dari hidup Maria yang menemani perjalanannya menjawab panggilan Allah.

Maria menjadi Bunda Gereja

Tidak hanya berhenti sampai Yesus disalib. Kesetiaan Maria hingga ketika Yesus bangkit mulia, dan naik ke Surga. Bahkan,dalam perjalanan gereja dewasa ini, kesetiaan Maria bukan hanya menyangkut ketataan kepada kehendak Allah melainkan juga kesediaan yang terus menerus untuk menjadi pengantara rahmat Allah kepada anak-anak manusia. Manusia dari jaman ke jaman masih saja menikmati rahmat Allah yang dikaruniakan dengan perantaraan Maria. Maria menjadi wanita yang setia untuk menjadi pengantara setiap doa dan harapan manusia.

Akhir dari perjalanan hidup Maria di dunia ini adalah dengan pengangkatannya ke surga dengan jiwa dan raganya. Ini bukan pertama-tama tentang fakta historis melainkan ungkapan iman yang mendalam tentang Maria. Kehidupan wanita ini sunggguh sebuah kehidupan yang istimewa dan terluput dari dosa duniawi.

Kekudusan Maria selama hidupnya, membuat dia diimani sebagai wanita istimewa yang dikaruniai pengangkatan ke Surga. Selain itu juga kesetiaannya sebagai bunda kepada Yesus di dunia ini tidak dapat dihentikan begitu saja oleh persoalan-persoalan ataupun pengalaman-pengalaman duniawi melainkan kesetiaan itu adalah kesetiaan untuk selama-selamanya. Kesetiaan keduanya tidak lain adalah ungkapan cinta yang mendalama antara ibu dan anak. Itu sebabnya juga, pengalaman-pengalaman duniawi bahkan tak mampu memisakan cinta yang mesra antara ibu dan anak ini. Maka pengangkatan Maria ke surga juga merupakan buah dari kesetiaannya kepada sang Putera.

Maria pada saat yang sama menerima tugas untuk menjadi ibu bagi anggota-anggota gereja. Mengapa gereja? Sebagai mempelai Kristus tentu saja Kristus sengat mengasihi gereja-Nya. Maka kehadiran Yohanes (murid yang dikasihi Yesus) dan Maria di bawah salib tidak lain menjadi lambang kehadiran Maria dan gereja di bawah salib.

Maka, di bawah salib, Maria mendapat tugas baru yakni mendidik mempelai Kristus yang tak lain adalah Gereja itu sendiri agar oleh keutamaan-keutamaan hidup seperti yang dimiliki Maria, Gereja juga mengalami proses peng-Ilahi-an dirinya. Namun demikian, usaha itu hanya dapat tercapai manakala setiap anggota Gereja mau terbuka menerima Maria dan menyerahkan diri untuk dibimbing oleh keutamaan-keutamaan ibu yang setia ini. Kiranya kasih setia Tuhan ada pada kita semua sehingga kita mampu meneladani kesetiaan dari Bunda Gereja, Bunda Segala Bngsa. Bunda Maria doakanlah kami, anak-anakmu. (Disarikan oleh Ch. Enung Martina)

Pustaka:
Montfort, Louis Marie Grignion., Bakti Sejati Kepada Maria, Bandung: SMM, 2009
_____ ., Rahasia Maria, Bandung: SMM, 2009
Stinissen, Wilfried., Maria Dalam Kitab Suci Dan Dalam Hidup Kita, Malang: Dioma, 2005



Tidak ada komentar:

Posting Komentar