Minggu, 19 Juli 2015

Perjalanan 5: Brescia Kota Bersejarah


Selesai kami bereksplorasi di Cinque Terre, kami melanjutkan napak tilas kami menuju ke Brescia untuk menginap di rumah Ursulin. Perjalanan ke Brescia ditempuh sekitar 2,5 jam  dengan jarak dari Cinque Terre 215 Km. Di Brescia kami dibagi dalam dua rombongan penginapan karena ketersediaan tempat yang tidak memunginkan. Penginapan pertama bertempat di Compagnia di S. Orsula (CSU) yang beralamat di Via Martinegro da Barco 4. Penginapan kedua di Convitto Vescoville S. Giorgio, via S. Galilei 67. Kedua lokasi tersebut 35 menit berjalan kaki (kalau jalannya / gangnya benar: karena teman saya menempuhnya dalam waktu 60 menit).

Brescia merupakan salah satu kota penting dalam napak tilas kami. Bagi orang Italia, Brescia sering hanya dianggap sebagai daerah industri yang penuh polusi. Di sana memang terdapat pusat industri besi dan baja. Di balik wajah kerasnya, berdasarkan pendataan beberapa tahun lalu, kota kecil Brescia yang hanya memiliki 89.979 rumah, ternyata menyimpan keanggunan tersendiri. Kota Brescia terletak di Wilayah Lombardia, Italia bagian utara. Masih bertetangga dengan kota Milan, berjarak 88 km dan dengan Bergamo (48 km). 
salah satu sudut Brescia
Nama “Brescia” sendiri konon diadopsi dari kosa kata kuno yang artinya “bukit”. Stadion Mario Rigamonti adalah salah satu landmark paling terkenal di Brescia. Digambarkan kaya akan karakter sejarah, di pelosok Brescia -terutama di puncak perbukitan, berdirilah kastil-kastil yang anggun. Bagi penggemar sepak bola ada stadion yang menjadi tiang sejarah kota Brescia dan menjadi stadion kandang Brescia Calcio yang  memiliki sejuta kisah yang jauh dari perihal prestasi. Klub sepak bola Brescia eksis di antara dua seting yang bertolak belakang intelektual dan pekerja pabrik. Tak mengherankan jika tifosi Brescia berasal dari dua kalangan yang mendominasi kota: pekerja pabrik dan kaum intelektual. Kota ini cukup berbangga memiliki klub seperti Brescia Calcio, meski prestasinya ibarat langit dan bumi kalau dibandingkan dengan tetangganya AC Milan dan Internazionale Milan. Brescia juga telah melahirkan pemain bintang Italia Andrea Pirlo, serta pernah diperkuat Josep Guardiola dan striker Rumania Gheorghe Hagi. Brescia pernah menjadi juara Piala Anglo-Italia tahun 1994, yang menjadi pencapaian terbesar mereka dalam sejarah. Namun, Brescia baru terlihat kiprah besarnya pada tahun 2000, ketika berhasil mendaratkan pemain terbaik dunia FIFA, Roberto Baggio. 
Brescia bagi perjalanan karya Angela merupakan kota yang penting. Pada tahun 1516 di kota ini Santa Angela di ditugaskan Ordo Fransiskan, tempat ia bergabung, untuk melayani  di Brescia. Pembunuhan besar-besaran atas penduduk Brescia oleh tentara Prancis yang terjadi sekitar tahun 1512 masih segar dalam ingatan orang banyak. Brescia serta seluruh Italia bagian utara masih dalam keadaan kacau dan tidak aman. Selama 4 tahun sejak 1512, Brescia terus menerus berpindah-pindah dari tangan negara penakluk satu ke tangan negara penakluk yang lain.
Kerusakan akibat peperangan yang berlarut-larut sangat menyedihkan hati Santa Angela Merici pada kala itu. Kerisauan dan perasaan belas kasihan pada Brescia sangat mendalam dirasakan oleh Angela. Hal ini terutama karena kemerosotan moral yang terjadi di Brescia. Bagi angela, penduduk Brescia yang makin lama makin tenggelam dalam penderitaan itu, memerlukan pengertian, cinta, pengorbanan, pengabdian, dan doanya. Dengan mata iman, beliau melihat bahwa kedatangannya ke Brescia akan semakin membawanya kepada pemenuhan kehendak Tuhan. 
Patung Santa Angela
Saat Angela bertugas di kota ini, terdapat banyak anggota Divino Amore (perkumpulan relawan) yang membantu para korban perang. Selain itu, di Brescia banyak juga  bangsawan yang cerdik pandai. Salah satu keluarga bangsawan ini adalah keluarga Patengola tempat Angela tinggal di Brescia. Keluarga ini memiliki hubungan yang baik dengan para Fransiskan. Dalam waktu yang singkat Angela berkenalan dengan para pemimpin rohani kota Brescia seperti Girolamo Patingola, Agostino Gallo, dan Antonio Romano. Pada saat itu di Italia belum ada emansipasi wanita. Karena itu persahabatan dengan para pemimpin itu memberikan perlindungan dan bantuan bagi Angela. Di Brescia Angela membantu dengan menghibur, memberi nasihat, melayani korban perang, dan mendoakan orang-orang yang memerlukannya.
Khabar tentang kesucian Angela sudah tersiar di seluruh Brescia. Karena itu banyak orang dari seluruh lapisan masyarakat datang untuk minta nasihat atau didoakan. Dengan tangan terbuka Angela menyambut mereka di kamarnya yang kecil. Dilayaninya setiap orang dengan penuh kesabaran dan perhatian. Angela menghargai dan menghormati setiap orang yang datang kepadanya. Kesemuanya itu dilakukan Angela karena imannya yang teguh dan persatuannya yang erat dengan Tuhan. Tuhan adalah poros kehidupannya, dari Tuhanlah ia menimba segala inspirasi, kebijaksanaan, cinta, kekuatan, kegembiraan, harapan, dan penghiburan yang kemudian diteruskannya kepada mereka yang membutuhkan. 
rumah di Brescia
Brescia mempunyai kesan tersendiri bagi saya. Ketika saya bermalam selama 4 malam dan minum s airnya serta menikmati kelezatan makanannya, kota ini  nyaman, indah, teratur, bersih, dan penduduknya ramah. Kawan saya ibu Astuti mengatakan bahwa ia bersedia untuk tinggal di Brescia karena kotanya nyaman dan banyak orang bersosialisasi duduk di kafe atau bsekedar omong-omong.  
Saya tidur menginap di Compagnia di S. Orsula (CSU) yang beralamat di Via Martinegro da Barco 4. Rumah itu merupakan rumah Ursulin yang didapatkan dari hibah Elisabeth Girelli. Bangunan kuno yang sangat besar. Kesannya tua dan tak terurus. Namun, begitu masuk dan tidur di dalamnya akan terasa kehangatan dan kenyamanannya. Saya merasa seperti rumah Ursulin di Sukabumi. Selama berada di rumah ini, saya dan Ibu Lina, teman sekamar saya, tidur pulas hingga pagi menjelang.
beranda Compagnia di S. Orsula
Yang paling berkesaan di rumah ini adalah makananannya yang lezat dan selalu dalam keadaan hangat dan segar. Para suster di rumah ini sangat ramah, terutama Suster Fullbia. Sepertinya orang bernama Fullbia memamng slelalu gembira dan ceria. Dua orang Fullbia yang saya temukan kesannya sama: periang! Meskipun suster di sini tak bisa berbahasa Inggris, tetapi tak mengurangi keakraban kami. Dengan bahasa Inggris bercampur aduk dengan bahasa Itali yang saya pungut di sana, serta bahasa tubuh, jadilah kami berkomunikasi sangat seru. Untung kalau ada Suster Littah yang jadi penyambung lidah. Pergo! Pergo! Bono! Bono! begitulah kata-kata yang sering kami ungkapkan.
 Ch. Enung Martina






Tidak ada komentar:

Posting Komentar