Catatan
hati: Laut Bajo
(Laut Flores, doc. pribadi)
Hari kedua berada di Labuan Bajo, tepatnya jatuh
pada hari Jumat, 26 Mei 2017, bertepatan dengan hari pertama saudari-saudara Muslim memasuki bulan Ramadan. Destinasi hari kedua adalah Pulau Padar, Pulan Rinca,
dan Pulau Kelor.
Pagi hari yang damai.
Semburat mentari dari arah timur menyatu antara kaki langit dan lautan. Cahaya
mentari meyorot lembut air samudra raya yang terbentang sejauh pandang.
Sesekali bentangannya tertumbuk pada
deretan bukit berwarna kekuningan. Pemandangan yang sepertinya pernah kulihat pada
gambar kalender dan internet, kini terhampar bebas di depan mata. Sungguh agung
ciptaan-Nya.
Kapal kecil bernama
Kajoma Eco berlayar menyibakkan sang banyu biru lautan. Bayu nan lirih sepoinya
terasa segar di badan. Kecipak air yang tertabrak kapal dan suara mesin kapal
menjadi pengiring sempurnanya panorama pagi hari di Laut Flores.
Aku duduk termenung di
atas geladak kapal menyimak keindahan sempurna yang hadir di hadapanku. Rasanya
tak ingin kulepas setiap kali mata memandang panorama alam nan elok ini. Langit
biru bercampur kuning keemasan tanda mentari hadir di bumi. Air yang biru
kehijauan terbentang seluas mata melmandang. Bukit-bukit kuning hijau menjadi
penghias yang tepat untuk warna birunya lautan.
Kuresapi semua
keindahan langka ini. Berbahagialah kamu para Bajo yang tiap hari memandangnya
dan bergumul intim dengan keindahan ini. Berbahagialh aku yang saat ini diberi kesempatan untuk berada di sini menikmatinya. Namun, belum tentu juga. Semua yang tampak dan terhampar elok akan terhayati dengan sempurna bila ada syukur dalam dada.
Perjalanan yang
menakjubkan ini akhirnya kami rayakan dengan nyanyian Rayuan Pulau Kelapa.
Semua syair yang kami nyanyikan rasanya sangat pas dengan apa yang kami lihat
di hadapan kami. Perasaan cinta tanah air mengalir lembut dan manis dalam
hatiku. Semua keindahan ini menghilangkan kerisauan akan keutuhan negara yang
selama ini terbersit muncul di kepala. Semua kerisauan menjauh seolah itu
sebuah fatamorgana antara nyata dan maya.
Kerlingan cahaya pagi
memantul di birunya laut. Biru gemerlap keemasan. Semua keindahan ini kami hayati lewat lantunan nyanyian rohani, lagu wajib tanah air, dan lagu-lagu profan yang senada. Tak cukup kami bernyanyi kami menari merayakan kemegahan samudra. Kami bersuka cita. Kami bersyukur. Kami menggila di lautan. Kami terkapar dalam gelepar samudra yang tanpa batas. Terpujilah Dia yang menjadikan segala sesuatu teramat baik!!!!!
Sebuah kebetulan kalau kami
bertemu dengan 4 atau 5 ekor lumba-lumba yang dengan gembira muncul menyambut
sang matahari ke permukaan. Mereka besar dan menakjubkan. Tubuh mereka
melenting sempurna lalu menghilang di luasnya samudra. Rasanya aku sedang
berada di dunia mimpi dan khayalan yang masuk dalam sebuah alur cerita
imajinasi. Ini bagian dari imajinasiku yang terbukti.
Langit biru, laut biru,
semilir sang bayu, hangat mentari, dan keriuhan teman-teman satu grup membawaku
pada perasaan begitu bersyukur yang membawa air mata setitik menetes. Pujian kulambungkan
untuk semua kenikmatan hidup yang kurasakan.
( Ch. Enung Martina, Laut Flores, 26 Mei 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar