GETSEMANI
Catatan
perjalanan tentang Taman Zaitun bertepatan dengan berakhirnya tahun 2019. Tulisan
ini dibuat untuk bentuk ungkapan cinta yang tak terhingga bagi Sang Sahabat dan
Penyelamat yang menjadi andalan saya dari waktu ke waktu. Bersama Dia saya
mampu mengatasi kemustahilan. Bersama Dia saya mampu kuat menghadapi berbagai
rintang dan aral dalam hidup saya. Dia adalah JALAN,
KEBENARAN, dan HIDUP yang membawa saya kepada BAPA.
Getsemani
(Yunani: γεθσημανί - GETHSÊMANI, dari kata Aram : "GAT-SYEMEN," ('perasan
minyak'), yaitu nama 'taman / kebun' (Yunani: κῆπος - KÊPOS, Yohanes 18:1), di
timur Yerusalem, seberang Lembah Kidron dekat Bukit Zaitun (Matius 26:30).
Getsemani adalah kebun/ taman dekat Bukit Zaitun (Lukas 22:39; Yohanes 18:1)
tempat Yesus ditangkap (Markus 14:32 dst). Letak tempat itu tidak diketahui
dengan tepat. Namun, beberapa petunjuk penggalian dan peta kota mengacu kepada tempat-taman yang dewasa ini dihormati (ada gereja Getsemani yang
didirikan pada puing-puing gereja yang dibangun pada kira-kira tahun 380 M)
dipandang sebagai paling mendekati kisah dari tradisi tentang taman tersebut.
Taman Getsemani, tempat yang
secara harafiah berarti "tempat pemerasan minyak," berada di lereng
Bukit Zaitun di seberang Lembah Kidron dari arah Kota Tua Yerusalem. Tempt ini
merupakan sebuah taman berisi sekelompok pohon zaitun tua yang masih ada hingga
pada zaman ini. Terdapat delapan pohon Zaitun yang sangat tua dan tidak dapat
lagi dipastikan umurnya. Beberapa ahli botani menyatakan bahwa pohon-pohon itu
mungkin berumur 3000 tahun.
Fakta tersebut memunculkan
pertanyaan, apakah parental (induk) dari delapan pohon zaitun tersebut adalah
pohon yang menjadi tempat Yesus berdoa di Taman Getsemani hingga berkeringat
darah sebelum disalib seperti yang dideskripsikan dalam Injil Lukas? Satu hal
lain yang mengagumkan, meskipun telah mencapai ratusan atau ribuan tahun, pohon
zaitun ini tetap sehat dan berkembang tanpa terkontaminasi polusi dan bakteri.
Tanaman ini juga mampu menghalau serangga dan proliferasi bakteri.
Dari delapan pohon zaitun,
tiga di antaranya diperkirakan ada sejak pertengahan abad ke-12. Akar yang di
dalam tanah tentunya diperkirakan berusia lebih tua lagi. "Zaitun ini
menjadi salah satu pohon berdaun yang tertua di dunia. Tanaman dengan usia yang
lebih tua belum pernah dilaporkan dalam literatur ilmiah," kata ketua tim
penelitian, Antonio Cimato, dari CNR Tree and Timber Institute di Florence.
Berdasarkan penanggalan karbon, pohon-pohon ini berasal dari tahun 1092, 1166,
dan 1198. Periode saat Tentara Salib terlibat dalam rekonstruksi gereja secara
besar-besaran di Tanah Suci yang kemudian dibangun kembali menjadi Basilica of
Gethsemane di Jerusalem.
Tim peneliti juga
mengungkapkan adanya kemungkinan taman zaitun pernah mengalami penyusunan ulang
dan direnovasi selama rekonstruksi gereja dilakukan. Bukannya tidak mungkin hal
ini dapat terjadi karena pohon zaitun dapat tumbuh kembali meskipun telah
ditebang, bahkan dibakar sekalipun. DNA dari delapan pohon mengungkapkan bahwa
semuanya saling berkaitan ke satu pohon yang usianya lebih tua. "Dari
delapan pohon zaitun, semuanya memiliki profil genetik yang serupa. Ini artinya
mereka merupakan zaitun kembar. Semua anak-anak mereka dari satu
spesimen," kata Cimato.
Bila dilihat dari asal-usul
katanya, Getsemani yang menurut bahasa Ibrani berarti kilang minyak zaitun kemungkinan besar pada masa purba di situ ada
tempat pemerasan minyak zaitun. Dalam Injil Lukas disebutkan saat melakukan
kunjungan terakhir pada siang hari di Yerusalem, Yesus memberi pengajaran di
Bait Allah. Selanjutnya pada malam harinya, Dia keluar lalu menginap di Bukit
Zaitun.
Menurut tradisi Ortodoks,
Getsemani adalah taman tempat makam Perawan Maria yang dikuburkan oleh
murid-murid Yesus dan diyakini masuk ke surga setelah kenaikan-Nya di Bukit
Zion. Taman Getsemani menjadi pusat ziarah pada awal masa peziarah umat
Kristiani. Pada tahun 333M Getsemani telah dikunjungi peziarah tak dikenal dari
Bordeaux (Pilgrim of Bordeaux), di mana rute perjalanan Burdigalense
(Itinerarium Burdigalense) adalah catatan awal yang ditinggalkan oleh
penjelajah Kristiani di Tanah Suci. Dalam Onomasticon (ilmu yang mempelajari
nama-nama diri atau asal usul nama), Eusebius (seorang Uskup) dari Kaesarea
(distrik utara Israel) mencatat bahwa lokasi Getsemani berada “dikaki bukit
Zaitun” dan dia menambahkan “orang-orang yang percaya terbiasa pergi ke sana
untuk berdoa”.
Bila dilihat dari kajian
literasi Alkitabiah, tidak diragukan lagi taman dengan pohon-pohon itu adalah
tempat Tuhan Yesus berdoa di malam derita-Nya. "Pohon Zaitun itu tidak
akan mati". Berdasarkan Perjanjian Baru, Taman Getsemani adalah tempat di
mana Yesus dan murid-muridnya sering berkunjung, yang mana memudahkan Yudas
Iskariot untuk menemukan Yesus pada malam penangkapan-Nya. Berdasarkan Lukas
22:43-44, di sana Yesus sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa.
Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah."
Kondisi ini dalam dunia medis dikenal sebagai hematidrosis.
Yesus sering pergi ke Getsemani
bersama para murid-Nya untuk berdoa (Yohanes 18:2). Peristiwa yang paling
terkenal di Getsemani terjadi pada malam menjelang penyaliban-Nya ketika Yesus
dikhianati. Semua penulis Injil menggambarkan peristiwa malam itu secara
berbeda, sehingga membaca semuanya (Matius 26:36-56; Markus 14:32-52; Lukas
22:39-53; Yohanes 18:1-11) dapat memberi gambaran yang tepat secara keseluruhan
tentang peristiwa tersebut.
Getsemani adalah tempat yg
disenangi Yesus dan murid-murid-Nya sebagai peristirahatan dalam
setiap perjalanannya di Yerusalem. Hingga kemudian menjadi panggung
kesengsaraan, pengkhianatan Yudas, dan penangkapan Yesus (Markus 14:32-52). Yesus
sudah selesai berdoa bersama para rasulnya yang setia. Lalu, ”setelah
menyanyikan pujian, mereka pergi ke Gunung Zaitun”. (Markus 14:26) Mereka
berjalan ke arah timur menuju sebuah taman yang disebut Getsemani, tempat yang
sering dikunjungi Yesus.
Pada malam sakratul maut-Nya
di Taman Zaitun, Al Kitab mencatat: Pada permulaan malam itu, setelah Yesus dan
para murid-Nya merayakan Paskah Yahudi, mereka pergi ke taman itu. Pada suatu
waktu, Yesus membawa tiga di antaranya – Petrus, Yakobus, dan Yohanes – ke
tempat tersendiri.
Sesampainya di taman itu,
Yesus berhenti di sebuah tempat yang nyaman di antara pohon-pohon zaitun, lalu
dia berkata kepada delapan rasulnya, ”Duduklah di sini sementara aku pergi ke
sana dan berdoa.” Yesus kemudian masuk lebih jauh ke taman itu bersama tiga
rasulnya—Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Yesus merasa sangat tertekan dan berkata
kepada tiga rasul itu, ”Aku sedih sekali, seperti mau mati rasanya. Tunggu di
sini dan tetaplah berjaga-jaga denganku.”—Matius 26:36-38.
Yesus berjalan sedikit untuk
menjauh dari mereka lalu ”sujud dan mulai berdoa”. Apa yang Dia doakan pada
saat-saat yang menegangkan ini? Dia berdoa, ”Bapak, segala sesuatu tidak
mustahil bagi-Mu. Singkirkanlah cawan ini dari-Ku. Namun janganlah terjadi
seperti yang Aku mau, tapi seperti yang Engkau mau.” (Markus 14:35, 36)
Setelah sekian lama berdoa,
Yesus kembali dan melihat bahwa tiga rasulnya tertidur. Dia berkata kepada
Petrus, ”Apa kalian tidak bisa tetap
berjaga-jaga satu jam saja denganku? Tetaplah berjaga-jaga dan teruslah berdoa,
supaya kalian tidak menyerah pada godaan.” Yesus tahu bahwa sepanjang malam
itu, mereka juga merasa tertekan, dan sekarang sudah lewat tengah malam. Yesus
berkata, ”Roh memang bersemangat, tapi
tubuh lemah.”—Matius 26:40, 41.
Yesus pergi lagi dan berdoa
agar Allah menyingkirkan ”cawan ini” dari-Nya. Ketika Dia kembali, lagi-lagi
tiga rasul-Nya tertidur, padahal mereka seharusnya berdoa agar tidak menyerah
pada godaan. Saat Yesus menegur mereka, ”Mereka tidak tahu harus berkata apa
kepada Yesus”. (Markus 14:40) Yesus lalu pergi untuk ketiga kalinya, kemudian Dia
berlutut dan berdoa.
Peulis Injil, Lukas, yang
adalah seorang dokter, tidak menjelaskan apa maksudnya keringat Yesus ”menjadi
seperti darah yang menetes ke tanah”. (Lukas 22:44) Lukas mungkin memaksudkan
bahwa keringat Yesus menetes bagaikan darah yang keluar dari luka. Kemungkinan
lain disampaikan oleh Dr. William D. Edwards dalam majalah The Journal of the American Medical Association (JAMA). Dia berkata
bahwa seseorang bisa mengeluarkan keringat darah, meskipun ini sangat jarang
terjadi. Ketika seseorang sangat tertekan, pembuluh-pembuluh darah kecil bisa
pecah sehingga darah tercampur dengan keringatnya. Kondisi ini dalam dunia
medis dikenal sebagai hematidrosis.
Setelah itu, Yudas Iskariot,
datang bersama "serombongan" prajurit, imam besar, orang Farisi, dan
hamba-hambanya untuk menangkap Yesus. Yudas menunjuk Yesus dengan isyarat
ciuman. Dalam upayanya melindungi Yesus, Petrus mengambil pedang dan menyerang
seorang pria bernama Malkhus, hamba imam besar, dan memutuskan telinganya.
Yesus mengecam Petrus dan menyembuhkan telinga orang itu. Cukup mengejutkan
bahwa kerumuman orang itu tidak terkesan melihat mujizat pemulihan tersebut.
Meskipun mereka berjatuhan ke tanah, mereka tidak gentar mengamati kuasa-Nya,
baik itu dalam perubahan wujud-Nya atau kuasa ucapan-Nya, yang digambarkan
dalam Yohanes 18:5-6. Pada akhirnya, Ia tetap ditangkap dan dibawa ke Pontius
Pilatus, sedangkan para murid-Nya melarikan diri.
Itu adalah kisah Yesus pada
malam terakhir sebelum kesengsaraan-Nya. Semua kisah itu terjadi di sebuah
taman yang bernama Getsemani atau Taman Zaitun.
Peristiwa yang terjadi di
Taman Getsemani terus menggema selama ribuan tahun. Gairah emosi, kesedihan, perilaku, dan tindakan Yesus pada malam mengegerkan itu
telah dikemas dalam berbagai bentuk karya seperti musik, buku, puisi, drama, maupun tayangan film. Pada abad ke-16, Johann
Sebastian Bach menggubah dua
oratorio yang istimewa berdasarkan kisah injil Matius dan Yohanes yaitu "Jesu, Joy of Man Desiring", dan
"Passion According to St. Matthew" . Sampai pada zaman ini melalui film The Passion
of the Christ, kisah malam yang luar biasa ini diberitakan berulang kali.
Bahkan kiasan seperti "barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh
pedang" (Matius 26:52); "roh memang penurut, tetapi daging
lemah" (Markus 14:38); dan "Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik
darah" (Lukas 22:44) sudah menjadi kutipan yang sering kita dengar dalam bahasa
sehari-hari.
Namun, bagi saya dan Anda, yang
terpenting dari malam itu ialah bahwa Juruselamat kita bersedia melunasi hutang
hukuman dosa kita dengan mati di atas kayu salib. "Dia yang tidak mengenal
dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita
dibenarkan oleh Allah" (2 Korintus 5:21). Kita telah BEBAS dan dibayar KONTAN dan LUNAS! Sembah dan
bakti bagi DIA yang dengan Darah-Nya yang kudus telah menebus kita! Selamat Tahun Baru 2020. Kiranya sukacita dan damai sejahtera selalu berada bersama kita untuk waktu-waktu mendatang. Tuhan memberkati.
(Ch.
Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr.
Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra
Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan,
kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan
Mas Engki yang tak lelah melayani,
kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari
Keluarga besar Santa Ursula BSD.)
Sumber:
W.
M Thompson, The Land and the Book, 1888, hlm 634;
G
Dalman, Sacred Sites and Ways, 1935, hlm 321 dab. DHT/JMP