Dominus Flevit, Gereja
Yesus Menangis
Lukas 19:41-44
“Dan
ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya:
“Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu
untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab
akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu
mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan
membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak
akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena
engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”
Menurut, Tradisi Yesus
berdiri menangisi kota Yerusalem di bukit Zaitun. Di tempat ini sekarang ada
sebuah gereja kecil yag bernama Dominus
Flevit yang artinya Tuhan menangis.
Gereja modern ini dibangun dengan bentuk air mata yang menetes. Gereja ini
mempunyai sebuah jendela yang besar dan indah di belakang altar. Dari jendela
ini bisa kelihatan pemandangan kota yang indah. Di bukut ini, Yesus dapat
melihat pilar-pilar marmer dan pintu tembaga dan benteng Romawi, Antonia. Ia
juga dapat melihat konflik, kebencian dan kekerasan yag akan terjadi.
Dominus Flevit merupakan
gereja katolik Roma yang berada di lereng Bukit Zaitun, berhadapan dengan kota
tua Yerusalem. Gereja ini dipugar kembali antara tahun 1953–1955 oleh seorang
arsitek Antonio Barluzzi dan dikelola oleh Ordo Fransiskan. Dominus Flevit
diterjemahkan dari bahasa Latin yang berarti “Tuhan Menangis” dibangun dan
didesain dengan bentuk mirip air mata Tuhan Yesus.
Selama pembangunan gereja
modern, ditemukan kuburan kuno Yahudi yang diperkirakan dibangun pada abad
pertama Masehi. Dalam kubur terdapat kotak-kotak dari batu yang berisi tulang.
Dan kotak ini dapat dilihat oleh pengunjung. Ini merupakan kubur menurut
tradisi Yahudi.
Gereja ini didirikan pada
tahun 1891 untuk mengenang tangis Yesus atas Kota Suci pada waktu ia
memasukinya dengan jaya pada hari Minggu menjelang sengsara dan wafat-Nya
(Minggu Palma). Dalam Injil Lukas dapat dibaca bahwa, Ketika Yesus hampir
sampai di Yerusalem, di jalan yang menurun pada Bukit Zaitun, semua pengikut-Nya
yang banyak itu mulai berseru-seru memuji Allah dan mengucap terima kasih
kepadaNya karena semua keajaiban yang telah mereka saksikan (Luk 19:37).
Gereja Dominus Flevit
berdiri di atas runtuhan sebuah gereja Byzantine abad V, serpihan purba
boleh dilihat di sebelah kiri pintu masuk, termasuk mozaik pelbagai warna yang
sangat indah yang menggambarkan buah-buahan dan bunga.
Mozaik di atas mezbah pada
pandangan pertama nampak pelik – mozaik itu
menggambarkan ayam yang membuka sayapnya. Ini adalah mozaik yang mengingatkan
akan episod dalam Injil Lukas, kata-kata
Yesus: "Yerusalem, Yerusalem, engkau
yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus
kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk
ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu
ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan
melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang
dalam nama Tuhan” (Lukas 13: 34-35).
Di belakang mezbah adalah
tingkap besar yang menghadap ke Kota Tua. Kita boleh bayangkan apa yang saya
lihat dari sudut ini : Yesus menangis atas Yerusalem. Ia memandang rumah, istana; pertama sekali, sudah tentu, Bait
Allah. Namun, ketika Dia melihat kota nan
indah, Dia juga melihat vision lain: penggulingan menara, memusnahkan bangunan Bait
Allah, penghancuran kota, pembunuhan beribu-ribu orang, dan beribu-ribu pelarian berhamburan di antara bangsa-bangsa. Sebab itu, penuh dengan
kesedihan, Tuhan menangis.
Kisah tentang Yesus yang
menangisi Yerusalem ketika Ia mendekati dan melihat kota itu dari kejauhan
adalah kisah tentang Allah yang penuh belas kasih. Dalam kisah itu, kita bisa
melihat Allah yang mampu menyelami penderitaan yang akan dialami oleh umat-Nya
kelak karena dosa-dosa dan penolakan mereka. Tempat Yesus menangisi Yerusalem
itu berada di sekitar Bukit Zaitun. Dari jendela gereja Tuhan Menangis, kita
memang bisa melihat keindahan Yerusalem.
Kota Yerusalem adalah kota
yang direbut oleh Raja Daud dari orang-orang Yebus. Kota ini sangat strategis
bagi Daud karena berada di tengah-tengah
Kerajaan Utara (Israel) dan Kerajaan Selatan (Yehuda). Di kemudian hari, oleh
Daud, kota berbukit ini dijadikan pusat pemerintahan, sekaligus usahanya yang
disebut sentralisasi ibadat. Sentralisasi ini dirasa perlu agar tidak ada lagi
praktik penyembahan berhala yang tumbuh subur di beberapa tempat di Israel
maupun Yehuda akibat kurangnya pengawasan yang ketat. Daud berencana membangun
tembok kota dan Bait Allah di dalamnya, rencana yang baru terealisasi pada
zaman Raja Salomo, anaknya.
Yesus menangisi penolakan
orang-orang sebangsa terhadap diri-Nya. Penolakan mereka berarti penolakan
terhadap keselamatan Allah sendiri. Karena itu, Yesus menubuatkan bahwa
tembok-tembok kokoh Yerusalem yang menjadi benteng perlindungan umat Allah akan
hancur. Nanti, dalam Luk. 21:6, Yesus menubuatkan sebuah akhir yang tragis bagi
Bait Allah yang berdiri kokoh di dalam Kota Yerusalem, “Akan datang harinya di
mana tidak ada satu batu pun terletak di atas batu yang lain, semuanya akan
diruntuhkan.” Yang menjadikan Yerusalem kokoh dan kuat sebenarnya bukan
tembok-tembok ataupun pasukan perang, melainkan Allah sendiri yang hadir di
tengah-tengah umat-Nya.
Dia melakukan semua yang Dia
bisa untuk berbicara tentang kebenaran dan bertindak dalam cinta sehingga bisa
meyakinkan orang-orang bahwa kerajaan itu akan datang / telah datang. Namun,
sebagian besar orang yang mendengar-Nya, melihat mukjizat-Nya dan merasa bahwa
cinta-Nya tidak direspons. Yerusalem (yang berarti kota damai) akan menjadi
zona perang dalam beberapa tahun. Sungguh ironis, tapi sangat menyedihkan,
bahwa kota damai tidak tahu bagaimana menikmati kedamaian.
Kesedihan Yesus atas
malapetaka besar yang akan menimpa orang Yahudi (ayat 43-44). Kita perhatikan
bunyi ayat 43 Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu (tentara Roma) akan
mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau
dari segala jurusan (ayat 43), dan mereka akan membinasakan engkau beserta
dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun
tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat,
bilamana Allah melawat engkau (menghukum mereka)" (ayat 44). Kedua ayat
ini paralel dengan Lukas 21, Matius 24 dan Markus 13 – tentang kehancuran kota
Yerusalem.
Kesedihan Yesus atas
hilangnya nanti jiwa-jiwa yang tak ternilai harganya sebagai akibat dari
dosa-dosa yang belum atau tidak memperoleh pengampunan (ayat 44). …dan mereka akan membinasakan engkau beserta
dengan pendudukmu… Tentang hal ini dihubungkan dengan catatan sejarah bahwa
pengepungan kembali kota Yerusalem oleh tentara Roma di bawah pimpinan Jendral
Titus tepat pada Hari Raya Paskah, yang pada waktu itu berjuta-juta orang
Yahudi berkumpul di Yerusalem untuk merayakan Paskah, dan mereka tidak bisa
keluar lagi.
Akibat dari situasi ini,
gudang-gudang penyimpanan bahan makanan yang sebagian sebagai hasil rampasan
tentara Yahudi dari tentara Roma di bawah pimpinan Cestius, tidak dapat
menyuplai kebutuhan makan bagi orang-orang Yahudi untuk bertahun-tahun lamanya,
sehingga terjadi kelaparan yang hebat. Kondisi ini mengakibatkan inflasi yang
tinggi: gandum sesukat seharga satu talenta; ikat pinggang kulit, sandal kulit,
dan penutup perisai dari kulit menjadi pengisi perut; dengan nekat keluar
sembunyi-sembunyi di luar tembok kota untuk mengumpulkan tanaman-tanaman liar,
yang berakibat pada penangkapan dan penyiksaan secara kejam penduduk Yerusalem
oleh tentara Roma, dan jika bisa lolos, mereka harus menghadapi perampok, yang
tidak berkeprimanusiaan.
Betapa malangnya jiwa-jiwa
yang diciptakan Allah itu akhirnya hilang, dan itu sangat menyedihkan hati
Allah! Tangisan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Yesus adalah Tuhan yang
kasih-Nya tidak terbatas bagi kita. Air mata tidak selamanya pertanda
kelemahan, tetapi sering juga merupakan lambang cinta.tanda kasih Kristus pada
dunia.
Tangisan Yesus mengajarkan
kepada kita bahwa Yesus adalah Tuhan yang tidak mau memaksakan kehendak-Nya.
Yesus adalah Tuhan yang memberikan kehendak bebas pada kita, itulah sebabnya
ketika la memandang Yerusalem dan menangisinya, sebenamya Yesus bisa saja
memaksa penduduk Yerusalem bertobat karena la punya kuasa untuk itu, tetapi
Yesus bukanlah Tuhan yang memaksakan kehendak-Nya. Waktu Yesus menangis hal itu
hendak mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan tidak memaksakan kehendak-Nya,
tetapi kitalah yang mengambil keputusan untuk segera bertobat dan mulai
berjalan di jalan Tuhan.
Hingga sekarang pun Israel
(Yerusalem) masih tetap bergejolak dengan segala ambisinya. Catatan dari
kutipan seorang biarawati ini bisa menjadi bahan refleksi untuk kita:
Sekarang
dari jendela ini dapat dilihat Mesjid Al Aqsa dan Dome of The Rock yang suci
bagi umat islam. Tembok Tepi Barat dari reruntuhan Bait Allah yang suci bagi orang
Yahudi, dan gereja Makam Suci yang suci bagi orang Kristen. Bangunan-bangunan
sudah berubah, tetapi konflik, kebencian dan kekerasan tetap ada. Jatuh di manakah
tetesan air mata Allah itu yang paling
dekat?
(dikutip dari tulisan Sr.
Ruth Marlene Fox OSB, buku renungan Sabda Kehidupan.)
(Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani, kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar