GEREJA BAPAK KAMI – PATER NOSTER
Pater
Noster Church, bahasa Latin dari Gereja Bapa Kami,
adalah gereja yang dibangun di atas tempat Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami.
Satu-satunya doa yang diajarkan Yesus kepada murid-muridnya adalah Bapak Kami.
Gereja ini terletak di Mount Olives
(Bukit Zaitun) di Yerusalem. Berdasarkan tradisi bahwa di situlah Yesus
mengajarkan doa Bapa Kami kepada para rasul-Nya. Tradisi ini didukung oleh
Injil Lukas yang menempatkan doa itu langsung sesudah kunjungan Yesus di rumah
Maria dan Marta (Luk 10:38, 11:4), yang menurut Injil Yohanes (11:1; 12:1)
tinggal di Betania.
Gereja Pater Noster
yang ada sekarang ini adalah gereja yang ketiga. Gereja yang pertama didirikan
oleh Kaisar Konstantin pada awal abad ke 4. Gereja Bapa Kami adalah gereja
katholik Roma. Gereja tersebut dihancurkan pada tahun 614 oleh Persia. Pada
abad ke-12 Ksatria Perang Salib membangun lagi sebuah gereja di tempat yang
sama, namun ketika mereka meninggalkan Yerusalem, gereja ini dihancurkan oleh
penguasa Islam, lalu tanahnya dijadikan
milik mereka.
Memori ajaran Yesus
tetap terkait dengan situs ini, dan selama perang salib itu secara eksklusif
dikaitkan dengan ajaran Doa Bapa Kami. Tentara salib Kristen membangun orator
kecil di tengah reruntuhan pada tahun 1106, dan sebuah gereja penuh dibangun
pada tahun 1152 berkat dana yang disumbangkan oleh Uskup Denmark, yang
dimakamkan di dalam gereja. Gereja era crusader
rusak parah selama Pengepungan Yerusalem pada 1187.
Akhirnya ditinggalkan dan
jatuh ke dalam kehancuran pada tahun 1345. Pada tahun 1851 batu-batu sisa dari
gereja abad ke-4 dijual untuk batu nisan di Lembah Yosafat. Situs ini
diakuisisi oleh Putri Aurelia Bossi de la Tour d’Auvergne pada akhir abad ke-19
dan pencarian gua yang disebutkan oleh para peziarah awal dimulai. Pada tahun
1868 ia membangun sebuah biara yang bernaung pada Campo Santo di Pisa, Italia, dan mendirikan biara Carmelite pada
tahun 1872. Pada tahun 1910, fondasi di atas gua ditemukan sebagian di bawah
biara. Biara itu dipindahkan ke lokasi terdekat dan mulailah rekonstruksi
gereja Bizantium pada 1915. Gereja masih belum selesai.
Seperti penjelasan di
atas bahwa pada tahun 1868 tempat ini dibeli oleh seorang bangsawan Perancis,
Puteri Aurelia de Bossi de la Tour d’Auvergne. Ia membeli lokasi ini dan
menyumbangkannya ke pemerintah Perancis. Pada tahun 1875 dia juga membangun
biara untuk Biarawati ordo Carmelita. Setelah kematiannya, Putri Aurelia
dimakamkan di dinding serambi gereja ini. Penggalian dilakukan pada tahun
1910–1911 untuk mengangkat sisa–sisa gereja pertama. Pada tahun 1918 Perancis
mengorganisir dana untuk membangun basilika dunia untuk Ordo Hati Suci.
Pekerjaan bisa dimulai tetapi gagal untuk menyelesaikannya. Namun, berkat
perkembangan pariwisata yang ditunjang adanya keterhubungan antarbangsa, maka
bangunan gereja modern ini sekarang bisa kita saksikan.
Gereja ini terletak di
distrik At-Tur Yerusalem yang memiliki populasi sekitar 18.000 orang Arab (kebanyakan
Muslim), dengan minoritas Kristen. Gereja Pater Noster, juga dikenal sebagai Sanctuary of the Eleona (Perancis:
Domaine de L’Eleona). Gereja Katolik
Roma ini yang sebagian dibangun kembali terletak di Bukit Zaitun, sebelah utara
Makam Para Nabi, di Yerusalem.Gereja ini berdiri di situs tradisional ajaran Kristus
tentang Doa Bapa Kami. (Lukas 11: 2-4). Hari ini, tanah tempat gereja berdiri
secara resmi sudah menjadi milik Gereja.
Bagian Kiri pintu
selatan gereja adalah tempat baptisan yang diratakan dengan mosaik. Biaranya
adalah gaya Eropa dan berisi plakat yang bertuliskan Doa Bapa Kami di lebih
dari 100 bahasa yang berbeda. Sebuah jalan di sebelah kanan biara mengarah ke
Gereja Pertempuran Rusia dan kapel makam Bizantium di mana beberapa mosaik
Armenia dilestarikan di sebuah museum kecil. (Wikipedia)
Di dalam gereja ini ada
pelataran dan lorong-lorong dengan dinding yang dipenuhi dengan keramik berisi
Doa Bapa Kami dari berbagai bahasa.
Guide kami (yang orang
Arab) mengatakan, negara-negara Arab hanya punya bahasa satu, bahasa Arab,
tidak seperti Indonesia bernegara satu, tapi punya lebih dari 300 bahasa daerah.
Rasanya bangga juga punya bangsa yang kaya dengan budaya dan bahasa.
Doa Bapa Kami dalam
berbagai bahasa yang ada di dunia dibingkai pada dinding tembok. Pada salah satu
tembok sisi kanan gereja terdapat bingkai Doa Bapa Kami dalam bahasa Indonesia.
Di Pater Noster Church, atau Gereja Bapa Kami ini, bahasa – bahasa daerah di Indonesia juga terlihat mendominasi. Salah satunya bahasa Sunda, bahasa daerah
saya. Saya merasa bangga menjadi orang Indonesia.
Mari kita telusuri
tentang doa Bapak Kami. Doa Bapa Kami sangat tepat diucapkan oleh kaum Israel
yang berada pada masa sebelum salib (kekeristenan), di mana mereka menantikan
Kerajaan Mesianis yang dinantikan. Seingga frase “datanglah KerajaanMu, jadilah
kehendakMu” menjadi permohonan yang selalu harus diulang-ulang dalam ucapan
doa.
Indahnya Kerajaan yang
digambarkan itu serta keadaan diampuni dari segala dosa sebagai upah dari saling
mengampuni adalah dambaan dan kerinduan yang diajarkan dalam Doa Bapa Kami.
Yesus mengajarkan murid-murid agar saling mengampuni untuk dapat memperoleh
pengampunan Bapa. Mengampuni supaya diampuni adalah keniscayaan untuk dilakukan
baik bagi orang Israel maupun bagi murid-murid pra-Kristen.
Bagi orang Kristen, Doa
Bapa Kami dalam Matius 6:9-15 ini adalah doa familier bagi setiap kita yang
mudah diucapkan dan dihafalkan oleh semua kalangan usia. Orang yang percaya
dalam masa sekarang ini sepertinya kalimat demi kalimat dalam Doa Bapa Kami hanya
didaraskan begitu saja. Rupanya patut dicerna kembali makna yang mengena dari
tiap kata dalam doa Bapak Kami dengan kaidah beriman kita masa kini.
Orang percaya hendaknya
kita memiliki kemandirian dalam berdoa, sehingga tidak perlu bersifat hafalan
atau pengulangan suatu ucapan. Jadi dapat dikatakan rumusan doa bersifat
fleksibel sesuai kebutuhan dan situasi serta kondisi si pendoa. Namun, sebuah doa hafalan yang dirafalkan
dari tahun ke tahun dari zaman ke zaman mempunyai kekuatan tersendiri untuk
yang mengucapkannya.
Doa adalah suatu
makanan pokok bagi seorang Kristiani. Dengan berdoa kita akan lebih dekat
dengan Tuhan. Berdoa tidak saja berbicara dengan Tuhan tetapi melatih diri kita
untuk lebih mengenal Tuhan dan juga diri sendiri. Beberapa doa pokok yang dihafalkan
empunyai beberapa manfaat: pada saat berdoa tubuh akan berkonsentrasi dengan
Tuhan dan anda akan mengalami komunikasi dengan Tuhan melalui alam bawah sadar
anda. Dengan begitu kita akan dipaksa untuk mengoreksi diri kita dengan
perbuatan yg kita lakukan setiap harinya. Yah, kita pasti akan lebih mengenal
siapa kita dan akan lebih bisa mengontrol tindakan kita sehari-hari. Banyak
sekali orang yg mendapat keajaiban setelah berdoa. Bahkan dalam keadaan yang
mendesak tak ada yang mustahil bagi Tuhan jika kita berdoa dengan
sunguh-sungguh. Walau itu terlihat mustahil.
Doa yang dihafalkan tidak
bergantung pelafalan kata atau kalimat doa yang persis seperti yang diajarkan,
sebagaimana Doa Bapa Kami. Analisis menyeluruh terhadap teks doa Bapa Kami ini
adalah penting bagi sekalian kita, supaya orang percaya bisa memiliki penerapan
yang tepat dan melihat makna yang terkandung di dalamnya.
Bagi orang Kristen, Doa
Bapa Kami dalam Matius 6:9-15 ini adalah doa familier bagi setiap kita yang
mudah diucapkan dan dihafalkan oleh semua kalangan usia. Terasa aneh apabila
orang Kristen tidak hafal doa ini mengingat biasanya ini dihafalkan ketika
seseorang mengikuti kelas katekisasi atau dipajari ketika kanak-kanak.
Santo Agustinus dari
Hippo mengatakan “doa itu merupakan penghubung antara manusia dengan Allah,
termasuk juga Doa Bapa Kami yang merupakan doa yang sangat populer dalam dunia
Kristen dan dijadikan acuan bagi semua doa,”[1]. Geldenhuys mengatakan: “Doa dalam Matius
6:9-13, Tuhan Yesus mengajarkannya sebagai contoh doa yang cocok dengan segala
syarat, yang telah diletakkanNya sendiri sebagai dasar bagi doa yang benar.”[2]
Ini menjadi cerminan bagi doa-doa lainnya dalam kekristenan. Bahkan para
petobat baru biasanya wajib menghafal doa ini sebagai syarat permulaan hidup
beriman dalam Kristen.
Ketika Doa Bapa Kami
diucapkan dalam liturgi gereja saya yakin peserta dalam ibadah tidak berpikir
terlebih dahulu apa makna dari ungkapan dalam doa yang diajarkan Yesus ini.
Bahkan mungkin karena terasa sangat sakral di telinga umat, ketika secara
serempak mengucapkan doa itu, pertimbangan nurani dan pikiran tidaklah
diperlukan lagi. Namun, nampaknya baik bila kita menghayati sebuah doa dengan
memahami makna di balik kata-kata yang diucapkan.
Doa "Bapa
Kami" versi Injil Matius terdapat dalam Mat 6:5-15, di mana Yesus
mengajarkan bagaimana seharusnya para murid berdoa. Dalam pengajaran tersebut,
Yesus menasihatkan dua hal penting sehubungan dengan doa. Pertama , Ia
menasihati para muridNya, agar mereka "jangan berdoa seperti orang
munafik", yang suka memamerkan doanya di hadapan orang banyak (bdk ay 5).
Untuk mencegah kemunafikan, baiklah para murid berdoa di tempat tersembunyi,
yang jauh dari keramaian (bdk ay 6). Kedua, Yesus menasihati para muridNya,
supaya dalam berdoa, mereka "jangan bertele-tele seperti kebiasaan orang
yang tidak mengenal Allah" (bdk ay 7). Daripada bertele-tele, jauh lebih
baik mereka langsung menyampaikan apa yang mereka perlukan; sebab sebelum
mereka minta, sesungguhnya Allah telah mengetahuinya (bdk ay 8). Sesudah Yesus
menasehatkan dua hal penting tersebut, Ia kemudian mengajarkan doa "Bapa
Kami".
Doa singkat ini dibuka
dengan menyapa Allah sebagai "Bapa". Selanjutnya disampaikan enam
permohonan yang tersusun secara paralel. Tiga permohonan dimaksudkan bagi
"kepentingan Allah" dan tiga permohonan dimaksudkan bagi
"keperluan manusia", Bagi kepentingan Allah, dimohonkan agar nama-Nya
dikuduskan, kerajaanNya datang, dan kehendak-Nya terjadi (bdk ay 9-10).
Sedangkan bagi keperluan manusia, dimohonkan agar diberi makanan secukup-nya,
diampuni kesalahannya, dan dilepaskan dari yang jahat (bdk ay 11-13) .
Menurut kebiasaan orang
Yahudi, doa harus ditutup dengan suatu doksologi (adalah sebuah himne pendek yang digunakan di pelbagai kebaktian
Kristen, seringkali dinyanyikan pada akhir kebaktian. Tradisi menyanyikan himne
pendek ini diturunkan dari praktik serupa yang dilakukan di sinagoge Yahudi
untuk mengakhiri suatu doa/ibadah - Wikipedia). Jadi dapat dipahami, jika
doa "Bapa Kami" juga ditutup dengan suatu doksologi.
Dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama, Allah memang sering dipuji sebagai yang empunya kerajaan (bdk.
1Taw 29:11; Mzm 22:29; Ob 21), kuasa (bdk Mzm 62:12; 68:35; Ayb 25:2) dan
kemuliaan (bdkl Taw 29:12; Mzm 29:1; 96:7) untuk selama-lamanya. Jadi dengan
mengucapkan doksologi tersebut, para murid menegaskan kembali harapannya agar
kedaulatan Allah segera dipulihkan (bdkWhy 11:6; ,4:11; 5f~13) .
Doksologi sesudah doa
"Bapa 'Kami" ini senada dengan doksologi yang diucapkan Daud: "TerpujilahEngkau, ya Tuhan, Allahnya
bapa kami Irael, dari selama-Iamanya sampai selama-lamanya. Ya Tuhan,
punyamulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya,
segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya Tuhan, punyamulah kerajaan
dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala. Sebab
kekayaan dan kemuliaan berasal dari padaMu dan Engkaulah yang berkuasa atas
segala-galanya; dalam tanganMulah kekuatan dan kejayaan; dalam tanganMulah
kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya" (bdk 1 Taw
29:10-12).
( sumber: http://www.sarapanpagi.org/doxology-vt1104.html,
https://doni1990dotcom.wordpress.com/2014/07/24/doa-doa-pokok-gereja-katolik/,
https://id.wikipedia.org/wiki/
)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar