Selasa, 22 September 2009

DIBALIK NOVEL THE SECRET CARDINAL

KISAH NYATA KARDINAL KUNG PIN MEI
Kardinal Yin Daoming dalam novel THE SECRET CARDINAL sebetulnya mendekati gambaran dari seorang uskup Shianghai yang juga dipenjarakan di China. Novel ini memang mengambil kisah nyata itu dan kemudian diracik menajdi sebauh cerita yang memikat. Mari kita lihat persamaannya.

Kardinal Kung Pin Mei adalah Uskup Shanghai, dan Administrator Apostolik di Souchou dan Nanking sejak tahun 1950, yaitu jabatan yang dipegangnya sampai wafatnya. Dia ditahbiskan sebagai imam hampir 70 tahun yang lalu pada tanggal 28 Mei 1930, dan dikonsekrasikan sebagai Uskup 50 tahun yang lalu . Beliau adalah Uskup Shanghai pertama dari etnis local. Beliau ditahbiskan pada hari perayaan Santa Maria dari Rosario tanggal 7 Oktober 1949, setelah pasukan komunis telah menguasai daratan Cina.

Kardinal Kung diangkat sebagai Kardinal oleh Sri Paus Yohanes Paulus II secara "in pectore" (dalam hati Sri Paus, tanpa pengumuman kepada seorangpun termasuk Kardinal Kung sendiri) 20 tahun yang lalu pada tahun 1979 pada usia 78 tahun ketika sang Kardinal sedang menjalani hukuman seumur hidup dalam sel isolasi di Cina. Setelah selama 12 tahun berada dalam benak pikiran Sri Paus, Kardinal Kung akhirnya diproklamasikan sebagai seorang Kardinal kepada dunia pada tanggal 28 Juni 1991 oleh Sri Paus. Pada waktu ia meninggal, Kardinal Kung adalah yang tertua diantara para Kardinal.

Kisah tentang Kardinal Kung adalah kisah tentang seorang gembala iman yang setia dan seorang pahlawan. Kardinal Kung menolak untuk menyangkal Tuhan dan menyangkal Gereja Katolik meskipun sebagai konsekuensinya ia dihukum penjara seumur hidup oleh pemerintahan komunis Cina.

Berbulan-bulan sebelum penangkapannya pada tahun 1955, Uskup Kung bersikeras untuk tetap berada bersama-sama para imam dan ditengah-tengah umatnya meskipun berulang-kali beliau ditawarkan untuk keluar dari daratan Cina secara diam-diam. Dia adalah seorang pemimpin yang membawa inspirasi bagi berjuta-juta penduduk Cina untuk mengikuti teladan kesetiaannya terhadap iman dan Gereja Katolik.

Dia adalah orang yang memelihara eksistensi Gereja Katolik di negara komunis selama 50 tahun. Dia adalah orang yang menjadi simbol bagi para pemimpin rakyat di seluruh dunia yang berjuang bagi kebebasan beragama. Tiada kisah penindasan agama atau pelanggaran hak-hak azasi di Cina yang tidak menyinggung sedikitnya beberapa kata yang menyangkut Kardinal Kung.

Uskup Kung telah menjabat sebagai Uskup Shanghai dan Administrator Apostolik bagi dua keuskupan lainnya hanya selama lima tahun saja sebelum dia ditangkap oleh pemerintah Cina. Dalam waktu lima tahun saja Uskup Kung telah menjadi musuh yang paling ditakuti oleh komunis Cina. Dialah yang menjadi pusat perhatian dan devosi dari segenap umat Katolik di daratan Cina yang pada waktu itu jumlahnya sekitar 3 juta jiwa. Dia sangat dihormati oleh rekan-rekan sesama Uskup di Cina, dan dia telah memberi inspirasi bagi ribuan umat untuk memberikan nyawanya kepada Tuhan. Dalam menentang Asosiasi Katolik Patriotik Cina, sempalan gereja Katolik yang didirikan oleh pemerintahan komunis, Uskup Kung secara pribadi membimbing Legio Maria, suatu kerasulan awam Katolik yang didedikasikan bagi Santa Perawan Maria. Sebagai hasilnya, banyak anggota-anggota Legio Maria yang berani terancam resiko ditangkap demi nama Tuhan, demi Gereja Katolik dan demi Uskup Kung. Ratusan anggota-anggota Legio Maria, termasuk banyak mahasiswa-mahasiswi, yang ditangkap dan dihukum kerja paksa selama 10, 15, dan 20 tahun.

Ditengah-tengah penindasan tersebut, Uskup Kung mendeklarasikan tahun 1952 sebagai Tahun Maria di Shanghai. Selama tahun itu, diadakan pengucapan doa Rosario selama 24-jam secara terus-menerus di hadapan sebuah patung Santa Maria dari Fatima, yang mana patung tersebut dibawa berkeliling dari satu paroki ke paroki lainnya di Shanghai. Patung Maria yang kudus tersebut akhirnya tiba di Gereja Katolik Kristus Raja. Di sana penangkapan besar-besaran terhadap para imam baru saja terjadi. Uskup Kung mengunjungi gereja tersebut dan memimpin doa Rosario secara pribadi sementara ratusan polisi bersenjata lengkap berdiri menyaksikan. Pada akhir doa Rosario, sambil memimpin umat, Uskup Kung berdoa: "Santa Maria, kami tidak meminta suatu mukjijat kepadamu. Kami tidak meminta engkau supaya menghentikan penindasan. Tetapi kami memohon engkau untuk mendukung kami yang sangat lemah ini."
Menyadari bahwa dia dan para imamnya akan segera ditangkap, Uskup Kung membina ratusan katekis (guru agama) untuk meneruskan iman Katolik di keuskupan bagi generasi di masa depan.

Usaha-usaha yang gagah berani dari para katekis ini, kemartiran mereka dan juga para umat, dan kaum religius Katolik membawa andil yang besar bagi pertumbuhan yang kuat dari Gereja Katolik bawah tanah di Cina sekarang ini. Uskup Kung yang menempati tempat khusus dalam hati para umatnya, disarikan dengan tepat dalam ucapan yang dikeluarkan oleh sejumlah mudika di Shanghai pada tahun 1953 pada saat jambore mudika tahunan: "Uskup Kung, dalam kegelapan, engkau telah menerangi jalan kami. Engkau membimbing kami dalam perjalanan kami yang penuh marabahaya. Engkau menopang iman kami dan tradisi-tradisi Gereja. Engkau adalah pondasi batu karang atas Gereja di Shanghai."

Pada tanggal 8 September 1955, media berita di seluruh dunia melaporkan berita yang mengejutkan tentang penangkapan Uskup Kung bersama lebih dari 200 imam dan para pemimpin Gereja lainnya di Shanghai. Berbulan-bulan setelah penangkapannya, dia dibawa ke hadapan orang banyak dalam acara pertemuan yang disponsori oleh pemerintah yang diadakan di dalam stadium pacuan anjing di Shanghai. Beribu-ribu orang diperintahkan untuk menghadiri dan mendengar pengakuan Uskup Kung atas "kejahatan-kejahatannya". Dengan kedua tangannya terikat di belakang dan mengenakan piyama khas Cina, bapa Uskup yang tingginya hanya 150cm didorong kedepan ke hadapan corong mikrofon untuk mengaku "dosa-dosanya." Para polisi khusus yang menjaganya tercengang-cengang ketika mereka mendengar sang Uskup berteriak dengan keras: "Terpujilah Kristus Raja, Terpujilah Sri Paus". Untuk itu para hadirinpun segera membalas berteriak: "Terpujilah Kristus Raja, Terpujilah Uskup Kung." Uskup Kung segera diseret masuk ke sebuah mobil polisi dan menghilang dari pandangan dunia sampai ia diadili pada tahun 1960. Uskup Kung dihukum penjara seumur hidup.

Pada malam sebelum dia dibawa menghadap ke pengadilan, Jaksa Penuntut kembali membujuk agar Uskup Kung bersedia menerima tawaran pemerintah untuk memimpin gereja yang independen dan untuk mendirikan Asosiasi Patriotik Cina. Dia menjawab: "Saya adalah seorang Uskup Katolik Roma. Jika saya menyangkal Sri Paus, bukan hanya saya bukan lagi seorang Uskup, saya bahkan bukan lagi seorang Katolik. Kalian bisa memotong kepala saya, tetapi kalian tidak bisa memisahkan saya dari tugas kewajiban saya."

Uskup Kung menghilang di balik penjara selama tiga puluh tahun. Selama tiga puluh tahun tersebut dia menghabiskan banyak waktu-waktu panjang dalam sel isolasi. Permintaan yang bertubi-tubi dari kelompok hak azasi dan religius internasional dan pemimpin-pemimpin negara untuk mengunjungi Uskup Kung selalu ditolak oleh pemerintah komunis. Dia tidak pernah diperbolehkan untuk menerima pengunjung, bahkan termasuk para anggota keluarganya, surat-surat, maupun uang untuk membeli barang-barang kebutuhan mendasar yang diperbolehkan bagi para tahanan lainnya.

Usaha-usaha bagi pelepasan dirinya oleh keluarganya yang dipimpin oleh keponakannya, Joseph Kung, juga oleh organisasi-organisasi pembela hak azasi seperti Amnesti Internasional, Palang Merah, dan Pemerintah Amerika Serikat, tidak pernah berhenti. Pada tahun 1985, dia dibebaskan dari penjara untuk menjalani 10 tahun tahanan rumah dibawah pengawasan uskup-uskup dari Asosiasi Patriotik yang menghianati dia, menghianati Sri Paus dan yang mengambil alih keuskupan yang dulu dipimpinnya. Dalam suatu artikel yang muncul segera setelah dia dilepaskan dari penjara, koran New York Times melaporkan bahwa pernyataan yang tidak jelas dari kantor berita Cina menyiratkan bahwa kalangan penguasa, dan bukannya sang Uskup, yang telah melunakkan posisinya. Setelah dua setengah tahun menjalani tahanan rumah, akhirnya dia secara resmi dibebaskan. Akan tetapi, tuduhan yang dijatuhkan kepadanya sebagai kontra-revolusioner, tidak pernah dihapuskan. Pada tahun 1988, keponakannya, Joseph Kung, berangkat ke Cina dua kali dan mendapatkan ijin untuk mengawal Uskup Kung ke Amerika untuk menjalani perawatan medis.

Menjelang pembebasannya dari penjara, Uskup Kung diperbolehkan untuk mengikuti jamuan makan yang diadakan oleh pemerintah Shanghai untuk menyambut Kardinal Jaime Sin, Uskup Agung Manila, Filipina, yang sedang mengadakan kunjungan persahabatan. Ini adalah untuk pertama kalinya Uskup Kung bertemu dengan seorang Uskup dari Gereja Katolik yang universal, sejak ia ditahan di penjara. Kardinal Sin dan Uskup Kung diberi tempat duduk yang jauh berseberangan dan dipisahkan oleh lebih dari 20 anggota partai komunis. Tidak ada kesempatan bagi sang Uskup untuk berbicara secara pribadi dengan Kardinal Sin. Selama makan malam, Kardinal Sin mengajak setiap orang untuk menyanyikan sebuah lagu untuk memeriahkan acara. Ketika tiba giliran Uskup Kung untuk bernyanyi di hadapan para pejabat pemerintah Cina dan para uskup Asosiasi Patriotik, dia menatap ke arah Kardinal Sin dan menyanyikan: "Tu es Petrus et super hanc petram aedificabo Ecclesiam" (Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku), suatu nyanyian iman yang memproklamasikan otoritas tertinggi Sri Paus. Uskup Kung menyampaikan kepada Kardinal Sin bahwa selama sepanjang masa penahanannya, dia tetap setia kepada Tuhan, kepada Gereja-Nya, dan kepada Sri Paus.

Setelah jamuan makan malam, Aloysius Jin, Uskup Shanghai dari Asosiasi Patriotik Katolik Cina, menegur Kardinal Kung, "Apa yang engkau lakukan? Menunjukkan posisimu?" Kardinal Kung dengan tenang menjawab, "Tidak perlu untuk menunjukkan posisiku. Posisiku tidak pernah berubah."

Kardinal Sin dengan segera membawa pesan Kardinal Kung kepada Bapa Suci Sri Paus dan mengumumkan kepada dunia bahwa kecintaan Uskup Kung bagi Gereja dan bagi umat tidak pernah berkurang meskipun mengalami penderitaan, kesengsaraan dan isolasi yang tidak terperikan.

Mendiang Uskup Walter Curtis, Uskup dari Bridgeport, negara bagian Connecticut pada waktu itu, mengundang Uskup Kung untuk tinggal bersama dengan imam-imam yang sudah pensiun dari keuskupan Bridgeport setibanya di Amerika Serikat. Uskup Kung tetap menjadi tamu di keuskupan tersebut - yang nantinya dipimpin oleh Uskup Edward Egan - selama sembilan tahun sampai bulan Desember 1997.

Ketika Sri Paus Yohanes Paulus II mempersembahkan topi merah tanda jabatan Kardinal bagi Kardinal Kung di konsistori pada tanggal 29 Juni 1991 di Vatikan, Uskup Kung yang berusia 90 tahun pada waktu itu, berdiri dari kursi rodanya, meletakkan tongkatnya ke samping, dan berjalan menaiki anak tangga untuk berlutut di depan kaki Sri Paus. Sri Paus yang jelas tersentuh oleh peristiwa ini, mengangkat Uskup Kung untuk bangkit berdiri, memberikan topi Kardinal kepada Uskup Kung, dan berdiri dengan sabar menanti sampai Kardinal Kung kembali ke kursi rodanya, di tengah-tengah gemuruh suara 9000 undangan yang berdiri dan bertepuk tangan selama tujuh menit di dalam Balai Audiensi di Vatikan.

Selama dua belas tahun terakhir, Kardinal Kung merayakan Misa Kudus kepada umum di banyak paroki, dalam konferensi-konferensi Katolik dan di televisi. Dia memberikan wawancara dan homili di seluruh penjuru Amerika Serikat untuk menarik perhatian dunia yang bebas terhadap penindasan yang masih berlangsung terus terhadap Gereja Katolik di Cina. Dia tetap merupakan sumber inspirasi bagi 9-10 juta umat Katolik bawah tanah di Cina dan musuh yang ditakuti oleh pemerintah komunis Cina. Dalam suatu wawancara dengan Chinese Press di New York pada tanggal 12 Februari 1998, Mr. Ye Xiaowen, Direktur Biro Agama dari Cina, menyatakan: "Kung Pin Mei telah melakukan tindakan kejahatan yang serius dengan memecah belah negara dan membawa bahaya bagi warga negara." Sebulan sesudahnya pada bulan Maret 1998, pemerintah komunis menyita paspor sang Kardinal yang pada waktu itu sudah berumur 97 tahun, dan secara resmi mengucilkannya.

Kardinal Kung tidak pernah berhenti untuk mendoakan mereka yang telah memisahkan diri dan bergabung dengan Asosiasi Patriotik yang didirikan oleh pemerintah Cina. Sebelum melakukan perjalanan ke Roma untuk menghadiri Konsistori pada tahun 1991, Uskup Kung menyiarkan ucapannya melalui media radio Voice of America, mengundang para uskup Asosiasi Patriotik Cina untuk kembali ke Kota Abadi bersamanya.

Dalam majalah Mission pada tahun 1957, mendiang Uskup Fulton Sheen - seorang Uskup yang terkenal di Amerika Serikat - menulis demikian, "Di Barat ada Mindszenty, tetapi Timur punya Uskup Kung. Tuhan dimuliakan lewat para kudus-Nya."
Yang Mulia, Ignatius Kardinal Kung Pin Mei wafat pada jam 3.05 dini hari pada tanggal 12 Maret 2000 di Stamford, Connecticut, Amerika Serikat. Beliau berumur 98 tahun.

Sumber: http://www.gerejakatolik.net/artikel/kardinalkung.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar