Sabtu, 19 Oktober 2019

JEJAK LANGKAH 18

Gereja Penggandaan – Tabgha

Tabgha (Arab: الطابغة, Al-Tabigha; Ibrani: עין שבע, Ein Sheva yang berarti  "7 musim semi " adalah sebuah daerah yang terletak di barat laut pantai Danau Galilea di Israel. Secara tradisional diterima sebagai tempat mukjizat penggandaan  roti dan ikan (Markus 6:30-46) dan penampakan kebangkitan keempat Yesus (Yohanes 21:1-24) setelah penyaliban-Nya. Sementara sumber lain menyatakan nama situs ini berasal dari nama Yunani Heptapegon    ( "tujuh mata air "). Nama ini kemudian berubah menjadi  "Tapego ", dan akhirnya diubah menjadi  "Tabgha " .

Bangunan paling awal di Tabgha adalah sebuah Kapel kecil yang dibangun pada abad ke-4 Masehi (sekitar 350) oleh orang Yahudi yang masukmenjadi  agama Kristen, Yusuf dari Tiberias. Menurut Epiphanius, Yusuf adalah seorang pegawai ahli Kaisar Konstantinus. Ia  seorang cendekiawan dan juga seorang rabbi, anggota Sanhedrin dan murid Hillel II. Setelah menjadi Kristen, Kaisar Konstantinus memberinya pangkat dan memberinya izin untuk membangun gereja di Galilea, khususnya, di kota Yahudi yang belum memiliki komunitas Kristen.  Wilayah Galilea (termasuk Laut Galilea), adalah daerah dengan mayoritas Yahudi. 
Gereja yang dibangun Yusuf dari Tiberias ini  mungkin adalah tempat ibadat  yang digambarkan oleh Egeria peziarah pada akhir abad ke-4. Kapel  kecil abad ke-4, pada 480 kemudian dibangun menjadi sebuah kapel besar oleh Martyrius dari Yerusalem, seorang patriark Yerusalem dari taun 478 sampai 486. Martyrius adalah orang Mesir, dan ini mungkin menjadi alasan mengapa lantai kapel  ditutupi dengan mosaik Nil yang indah, gaya seni yang populer di zaman Bizantium. Mosaik itu menggambarkan lanskap dari Sungai Nil.
Di tempat inilah  (tidak jauh dari Kapernaum) menghadap Danau Galilea merupakan  tanah yang berair sehingga  rumput subur tumbuh di sana, juga  banyak pohon yang tumbuh dengan baik. Di dekatnya terdapat tujuh mata air yang menyediakan perairan berlimpah. Di Taman subur ini Yesus menyepi dari orang banyak. Namun, orang tersebut malah berdatangan mencarinya. Karena itulah Yesus memberi makan 5000 orang dengan lima keping roti dan dua ikan yang dilipatgandakan melalui mujizat yang dibuat-Nya.

Gereja Penggandaan Roti dan Ikan, atau kependekannya adalah Gereja Penggandaan, atau Gereja Multifikasi, adalah sebuah gereja Katolik Roma yang terletak di Tabgha, di tepi barat laut Laut Galilea di Israel. Gereja inilah yang dibangun untuk mengingat peristiwa di atas. 

Biara besar dan sebuah gereja dibangun pada abad kelima. Sementara beberapa tanggal penghancuran situs ke waktu penaklukan Arab, Gereja kemungkinan besar hancur pada 614 selama invasi Persia.  Dengan berbagai cara, pasukan salib menaklukkan situs ini dan akhirnya  dilupakan. Namun, akhirnya  ditemukan kembali hanya pada abad ke-20.
Di zaman kuno, tempat yang kini dikenal sebagai Tabgha, dulu bernama Heptapegon, artinya Tujuh Mata Air. Menurut tradisi Kristen yang amat tua, wilayah di sekitar Tabgha paling disukai oleh Yesus. Gema tradisi ini dapat ditemukan dalam sebuah dokumen yang dikenal sebagai Catatan perjalanan Eteria yang berziarah ke Tanah Suci pada tahun 393-396. Eteria bercerita bahwa tidak jauh dari Kapernaum dapat dilihat tangga batu yang pernah diinjak oleh Tuhan Yesus. Di situ terdapat pula padang rumput dengan banyak pohon palem.

Gereja Penggandaan Roti
Sesuai dengan laporan Eteria, Yesus memang menggandakan roti dan ikan di tempat yang kini disebut Tabgha. Hal ini terbukti dari penggalian arkeologis yang dilakukan di situ. Peristiwa penggandaan roti ajaib itu dilestarikan dengan didirikannya sebuah gereja pada awal abad IV. Tetapi karena gereja pertama itu hancur akibat gempa bumi dahsyat pada tahun 419, maka pada pertengahan abad V dibangunlah gereja kedua dalam bentuk basilika. Diketahui bahwa gereja kedua itu panjangnya 30 m dan lebarnya 20 m. Gereja itu dihiasi dengan mosaik-mosaik yang indah hasil karya seorang seniman dari Mesir.
Gereja Tabgha atau dalam bahasa Yunani Heptageon yang artinya tujuh mata air. Situs ini dipercaya sebagai tempat Yesus memberi makan 500 orang dengan lima potong roti dan dua ekor ikan. Di Gereja Tabgha juga terdapat mozaik terindah di dunia yang terpasang pada seluruh lantai gereja.
Burung yang digambarkan pada mosaik itu melambangkan manusia, ular melambangkan setan, sedangkan burung flamingo melambangkan Kristus. Mosaik yang mengabadikan penggandaan roti ( bakul berisi roti dan ikan ), dapat disaksikan di depan altar; dibuat pada abad V atau VI. Gereja yang ada sekarang, dibangun atas fundamen konstruksi dari zaman Bizantium. Gereja ini maupun biara di sampingnya diurus oleh para biarawan OSB ( St. Benediktus ) dari Jerman. Seluruh kompleks ini dibangun berkat sumbangan umat Katolik Jerman.
Tradisi Kristen menyatakan bahwa mukjizat itu terjadi di tepi barat laut Danau Galilea, di lokasi Gereja yang diberi nama Church of Multiplication sekarang berdiri di wilayah Tabgha ini.
Sebelumnya, menurut catatan Eisenber, di Church Multiplication di Tabgha memiliki sebuah mosaik yang menunjukkan dua ikan tetapi hanya empat roti. Ini sedikit berbeda dari yang digambarkan dalam mosaik Gereja Burnt, yang sama persis dengan kisah yang diceritakan dalam Perjanjian Baru.

Interpretasi Injil Matius 14:13-21   (Penggandaan Roti)
Kalau kita melihat konteksnya, maka perikop ini terjadi setelah Yohanes Pembaptis dipenjara dan kemudian dibunuh oleh Herodes, sang raja di wilayah itu (lih. Mat 14:1-12; Mrk 6:14-29; Luk 9:7-9; Luk 3:19-20). Di dalam Injil, disebutkan ada empat Herodes: (a) Herodes Agung atau Raja Herodes (Mat 2:1), (b) Herodes Antipas, yang membunuh Yohanes Pembaptis (Mat 14:1-12) dan yang mengolok-olok Yesus yang menderita (Luk 23:7-11), (c) Herodes Agripa I – keponakan dari Herodes Agung, yang membunuh Yakobus, saudara Yohanes (Kis 12:1-3) dan yang memenjarakan rasul Petrus (Kis 12:4-7) serta yang meninggal secara mendadak dan misterius (Kis 12:20-23), (d) Herodes Agripa II – yaitu anak Herodes Agripa I, yang kepadanya Paulus dihadapkan untuk menjawab tuduhan dari kaum Yahudi ketika Paulus dipenjara di Kaisaria (Kis 25:23).
Mengapa Yesus harus menyingkir?
Beberapa interpretasi dari Bapa Gereja mungkin dapat membantu. Alasan mengapa Yesus menyingkir adalah karena memang waktu yang ditetapkan oleh Bapa atau kematian Yesus belum tiba, seperti yang dikemukakan oleh St. Yohanes Krisostomus. Dan alasan ini juga dikemukakan oleh rasul Yohanes yang menuliskan “Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba.” (Yoh 7:30, lih. Yoh 8:20) Santo Hieronimus memberikan tambahan penjelasan bahwa menyingkirnya Yesus merupakan bentuk belas kasih Yesus kepada musuhnya, sehingga Dia tidak menambah dosa Herodes yang telah membunuh Yohanes Pembaptis dan kemudian nantinya harus membunuh Yesus. ((lih. St. Thomas Aquinas, Catena Aurea, commentary on the Gospel of Matthew 14:13-14)) Alasan yang lain adalah karena Yesus ingin menghindari paksaan umat Yahudi yang ingin menjadikan Dia seorang raja (lih. Yoh 6:15). Kemungkinan yang lain adalah karena Yesus dan para murid-Nya memang membutuhkan istirahat, karena mereka sama sekali tidak mempunyai waktu untuk makan (lih Mrk 3:20) dan beristirahat (lih. Mrk 6:31). Dan memang walaupun Yesus dan para murid-Nya menyingkir ke tempat yang sunyi, namun orang-orang mendengar tentang hal ini dan mencoba menemukan mereka. Dan orang-orang yang melihat ke mana mereka pergi, kemudian menyusul mereka lewat jalan darat (lih. Mrk 6:33). (http://www.katolisitas.org/mukjizat-penggandaan-roti-adalah-gambaran-akan-sakramen-ekaristi/


Renungan Pribadi di Gereja Penggandaan:
Perikop ini familiar sekali dan sebagian orang beriman kepada Yesus pernah mendengar dan mengetahui hal ini. Berhubung sudah sering sekali merenungkan perikop ini yang banyak mengupas tentang sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia tetapi bagi Tuhan adalah semua dapat terjadi. Bagaimana menurut manusia adalah mustahil dapat terjadi ternyata 5 roti + 2 ikan yang diubahkan menjadi roti yang dapat memberi makan 5000 laki-laki dan ternyata masih tersisa 12 bakul.

Dalam kondisi kebingungan ini, kini para murid mulai melihat apa yang mereka punyai pada saat itu. Injil Matius dan Lukas melaporkan bahwa para murid mengatakan bahwa mereka hanya mempunyai lima roti dan dua ikan (Lih. Mat 14:17; Luk 9:13). Injil Yohanes menuliskan bahwa Andreas, saudara Petrus melaporkan bahwa ada seorang anak kecil yang membawa lima roti dan dua ikan (lih. Yoh 6:9). Namun, di ayat yang sama, Rasul Andreas berkata, “tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?“

Di tempat ini kita mau merenungkan lebih dalam lagi, bukan hanya terbatas pada hal-hal mukjizat berkat saja melainkan mau merenungkan makna mukjizat penggandaan memberi dampak perubahan sikap hidup kita.



Para murid tidak yakin, bahwa apa yang mereka punyai cukup untuk memberi makan begitu banyak orang. Kita pun demikian sering tak yakin dengan apa yang kita miliki. Kita jauh dari percaya diri akan kemampuan diri. Bahkan Yesus masih kurang bisa menjadi andalan.  Kita kurang yakin bahwa Allah akan menolong kita kalau hanya mengandalkan doa kita. Maka dicarilah orang pintar untuk memberikan petunjuk. Kita lebih mempercayai kelenik daripada hal yang logis, masuk akal, dan bisa dinalar.

Terkadang ketakutan kita lebih besar daripada rasa percaya kita akan Allah. Banyak kuatir dan takut menguasai diri kita mulai dari hal remeh temeh sampai yang besar. Mulai dari kebutuhan perut, sandang, papan, pendidikan anak, kendaraan, meningkatkan gengsi, kedudukan, jodoh, keluarga, kesehatan,  relasi,  harga diri, kehormatan, nama baik,  kepopuleran,  serta aneka rupa kekuatiran manusiawi kita. 



Kita sering rendah diri dan kurang percaya. K Kita mempercayai kata orang ada ini dan itu. Kita gentar mendengar berita di media tentang ini itu menyangkut bangsa dan Negara dan perpolitikan. Kita stress dengan aneka tuntutan pekerjaan yang tak pernah ada hentinya. Kita tak pernah bebas dari semua itu. Semua seolah membelenggu kita.

Mengapa? Karena kita mengijinkan semua itu membelenggu kita. Kita bukan lagi pribadi bebas untuk mengatakan bahwa biarlah semua itu berlalu. Toh bila semua itu ada sekitar kita, jika Allah tidak mengijinkan semua permasalahan itu menimpa kita, maka tak satu pun akan menimpa kita. Namun, bila memang melalui permasalahan itu Allah mengijinkan itu terjadi untuk menunjukkan kemuliaan-Nya, maka biarlah terjadi. Jangan lari dari apa yang seharusnya kita pikul. Hadapi dengan penuh kepercayaan pada Sang Pencipta yang tak akan membiarkan selembar rambut pun rontok dari kepala kita, tanpa sepengetahuan-Nya. Semua sudah dirancang-Nya. Karena rancangan DIA adalah rancangan kehidupan dan damai sejahtera. 


 Dengan demikian,tak pantas kita merasa rendah diri akan keterbatasan kita. Justru Tuhan memilih orang-orang yang terbatas kemampuannya, sehingga kemuliaan dan kuasa Tuhan menjadi sempurna (lih. 2Kor 12:9). Namun, satu hal yang harus kita lakukan agar mukjizat dapat terjadi adalah membawa semua yang ada pada diri kita, baik waktu, harta, talenta dan juga semua kelemahan kita di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, Yesus berkata, “Bawalah kemari kepada-Ku….” (Mat 14:18).

Apakah saya dan Anda sudah membawa beban berat kita pada Yesus? Atau hanya di mulut saja? Apakah kata-kata kita memberikan penghiburan atau malah memberikan ketakutan dan kecurigaan untuk memecah belah? Apakah kegentaran hatimu karena kuasa-kuasa dunia yang membuat kita takut kehilangan ini dan itu?  Apakah kita gentar akan rasa sakit dan rasa sunyi mencekam yang membuat kita merasa ngeri dan terasing? apakah kita takut kematian datang menghampiri kita? Apakah kita begitu lekatnya dengan banyak hal yang membuat kita jauh dari Sang Pencipta?

Begitu banyak pertanyaan yang bisa kita lontarkan pada diri kita sebagai bentuk refleksi kritis kita. Sebagai penutup:  di tengah kegentaran dan kelekatan kita, bolehlah kita juga mempercayai harapan yang bersumber dari DIA yang mampu melipatgandakan berkat dalam hidupmu!  (Ch. Enung Martina)

 (Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar