Jumat, 27 Desember 2019

JEJAK LANGKAH 26


Dominus Flevit,  Gereja Yesus Menangis




Lukas 19:41-44
“Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”

Menurut, Tradisi Yesus berdiri menangisi kota Yerusalem di bukit Zaitun. Di tempat ini sekarang ada sebuah gereja kecil yag bernama Dominus Flevit yang artinya Tuhan  menangis. Gereja modern ini dibangun dengan bentuk air mata yang menetes. Gereja ini mempunyai sebuah jendela yang besar dan indah di belakang altar. Dari jendela ini bisa kelihatan pemandangan kota yang indah. Di bukut ini, Yesus dapat melihat pilar-pilar marmer dan pintu tembaga dan benteng Romawi, Antonia. Ia juga dapat melihat konflik, kebencian dan kekerasan yag akan terjadi.



Dominus Flevit merupakan gereja katolik Roma yang berada di lereng Bukit Zaitun, berhadapan dengan kota tua Yerusalem. Gereja ini dipugar kembali antara tahun 1953–1955 oleh seorang arsitek Antonio Barluzzi dan dikelola oleh Ordo Fransiskan. Dominus Flevit diterjemahkan dari bahasa Latin yang berarti “Tuhan Menangis” dibangun dan didesain dengan bentuk mirip air mata Tuhan Yesus.

Selama pembangunan gereja modern, ditemukan kuburan kuno Yahudi yang diperkirakan dibangun pada abad pertama Masehi. Dalam kubur terdapat kotak-kotak dari batu yang berisi tulang. Dan kotak ini dapat dilihat oleh pengunjung. Ini merupakan kubur menurut tradisi Yahudi.


Gereja ini didirikan pada tahun 1891 untuk mengenang tangis Yesus atas Kota Suci pada waktu ia memasukinya dengan jaya pada hari Minggu menjelang sengsara dan wafat-Nya (Minggu Palma). Dalam Injil Lukas dapat dibaca bahwa, Ketika Yesus hampir sampai di Yerusalem, di jalan yang menurun pada Bukit Zaitun, semua pengikut-Nya yang banyak itu mulai berseru-seru memuji Allah dan mengucap terima kasih kepadaNya karena semua keajaiban yang telah mereka saksikan (Luk 19:37).


Gereja Dominus Flevit berdiri di atas runtuhan sebuah gereja Byzantine abad V, serpihan purba boleh dilihat di sebelah kiri pintu masuk, termasuk mozaik pelbagai warna yang sangat indah yang menggambarkan buah-buahan dan bunga.

Mozaik di atas mezbah pada pandangan pertama nampak  pelik – mozaik itu  menggambarkan ayam yang  membuka sayapnya. Ini adalah mozaik yang mengingatkan akan  episod dalam Injil Lukas, kata-kata Yesus: "Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya,   tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.   Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan” (Lukas 13: 34-35).

Di belakang mezbah adalah tingkap besar yang menghadap ke Kota Tua. Kita boleh bayangkan apa yang saya lihat dari sudut ini : Yesus menangis atas Yerusalem. Ia memandang  rumah, istana; pertama sekali, sudah tentu, Bait Allah.  Namun, ketika Dia melihat kota nan indah, Dia juga melihat vision lain: penggulingan menara, memusnahkan bangunan Bait Allah, penghancuran kota, pembunuhan  beribu-ribu orang,  dan beribu-ribu pelarian berhamburan  di antara  bangsa-bangsa. Sebab itu, penuh dengan kesedihan, Tuhan menangis.


Kisah tentang Yesus yang menangisi Yerusalem ketika Ia mendekati dan melihat kota itu dari kejauhan adalah kisah tentang Allah yang penuh belas kasih. Dalam kisah itu, kita bisa melihat Allah yang mampu menyelami penderitaan yang akan dialami oleh umat-Nya kelak karena dosa-dosa dan penolakan mereka. Tempat Yesus menangisi Yerusalem itu berada di sekitar Bukit Zaitun. Dari jendela gereja Tuhan Menangis, kita memang bisa melihat keindahan Yerusalem.



Kota Yerusalem adalah kota yang direbut oleh Raja Daud dari orang-orang Yebus. Kota ini sangat strategis bagi Daud karena  berada di tengah-tengah Kerajaan Utara (Israel) dan Kerajaan Selatan (Yehuda). Di kemudian hari, oleh Daud, kota berbukit ini dijadikan pusat pemerintahan, sekaligus usahanya yang disebut sentralisasi ibadat. Sentralisasi ini dirasa perlu agar tidak ada lagi praktik penyembahan berhala yang tumbuh subur di beberapa tempat di Israel maupun Yehuda akibat kurangnya pengawasan yang ketat. Daud berencana membangun tembok kota dan Bait Allah di dalamnya, rencana yang baru terealisasi pada zaman Raja Salomo, anaknya.


Yesus menangisi penolakan orang-orang sebangsa terhadap diri-Nya. Penolakan mereka berarti penolakan terhadap keselamatan Allah sendiri. Karena itu, Yesus menubuatkan bahwa tembok-tembok kokoh Yerusalem yang menjadi benteng perlindungan umat Allah akan hancur. Nanti, dalam Luk. 21:6, Yesus menubuatkan sebuah akhir yang tragis bagi Bait Allah yang berdiri kokoh di dalam Kota Yerusalem, “Akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun terletak di atas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.” Yang menjadikan Yerusalem kokoh dan kuat sebenarnya bukan tembok-tembok ataupun pasukan perang, melainkan Allah sendiri yang hadir di tengah-tengah umat-Nya.

Dia melakukan semua yang Dia bisa untuk berbicara tentang kebenaran dan bertindak dalam cinta sehingga bisa meyakinkan orang-orang bahwa kerajaan itu akan datang / telah datang. Namun, sebagian besar orang yang mendengar-Nya, melihat mukjizat-Nya dan merasa bahwa cinta-Nya tidak direspons. Yerusalem (yang berarti kota damai) akan menjadi zona perang dalam beberapa tahun. Sungguh ironis, tapi sangat menyedihkan, bahwa kota damai tidak tahu bagaimana menikmati kedamaian.


Kesedihan Yesus atas malapetaka besar yang akan menimpa orang Yahudi (ayat 43-44). Kita perhatikan bunyi ayat 43 Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu (tentara Roma) akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan (ayat 43), dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau (menghukum mereka)" (ayat 44). Kedua ayat ini paralel dengan Lukas 21, Matius 24 dan Markus 13 – tentang kehancuran kota Yerusalem.

Kesedihan Yesus atas hilangnya nanti jiwa-jiwa yang tak ternilai harganya sebagai akibat dari dosa-dosa yang belum atau tidak memperoleh pengampunan (ayat 44). …dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu… Tentang hal ini dihubungkan dengan catatan sejarah bahwa pengepungan kembali kota Yerusalem oleh tentara Roma di bawah pimpinan Jendral Titus tepat pada Hari Raya Paskah, yang pada waktu itu berjuta-juta orang Yahudi berkumpul di Yerusalem untuk merayakan Paskah, dan mereka tidak bisa keluar lagi.


Akibat dari situasi ini, gudang-gudang penyimpanan bahan makanan yang sebagian sebagai hasil rampasan tentara Yahudi dari tentara Roma di bawah pimpinan Cestius, tidak dapat menyuplai kebutuhan makan bagi orang-orang Yahudi untuk bertahun-tahun lamanya, sehingga terjadi kelaparan yang hebat. Kondisi ini mengakibatkan inflasi yang tinggi: gandum sesukat seharga satu talenta; ikat pinggang kulit, sandal kulit, dan penutup perisai dari kulit menjadi pengisi perut; dengan nekat keluar sembunyi-sembunyi di luar tembok kota untuk mengumpulkan tanaman-tanaman liar, yang berakibat pada penangkapan dan penyiksaan secara kejam penduduk Yerusalem oleh tentara Roma, dan jika bisa lolos, mereka harus menghadapi perampok, yang tidak berkeprimanusiaan.


Betapa malangnya jiwa-jiwa yang diciptakan Allah itu akhirnya hilang, dan itu sangat menyedihkan hati Allah! Tangisan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Yesus adalah Tuhan yang kasih-Nya tidak terbatas bagi kita. Air mata tidak selamanya pertanda kelemahan, tetapi sering juga merupakan lambang cinta.tanda kasih Kristus pada dunia.

Tangisan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Yesus adalah Tuhan yang tidak mau memaksakan kehendak-Nya. Yesus adalah Tuhan yang memberikan kehendak bebas pada kita, itulah sebabnya ketika la memandang Yerusalem dan menangisinya, sebenamya Yesus bisa saja memaksa penduduk Yerusalem bertobat karena la punya kuasa untuk itu, tetapi Yesus bukanlah Tuhan yang memaksakan kehendak-Nya. Waktu Yesus menangis hal itu hendak mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan tidak memaksakan kehendak-Nya, tetapi kitalah yang mengambil keputusan untuk segera bertobat dan mulai berjalan di jalan Tuhan.


Hingga sekarang pun Israel (Yerusalem) masih tetap bergejolak dengan segala ambisinya. Catatan dari kutipan seorang biarawati ini bisa menjadi bahan refleksi untuk kita:
Sekarang dari jendela ini dapat dilihat Mesjid Al Aqsa dan Dome of The Rock yang suci bagi umat islam. Tembok Tepi Barat dari reruntuhan Bait Allah yang suci bagi orang Yahudi, dan gereja Makam Suci yang suci bagi orang Kristen. Bangunan-bangunan sudah berubah, tetapi konflik, kebencian dan kekerasan tetap ada. Jatuh di manakah  tetesan air mata Allah itu yang paling dekat?
(dikutip dari tulisan Sr. Ruth Marlene Fox OSB, buku renungan Sabda Kehidupan.)

(Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar