Senin, 30 Desember 2019

JEJAK LANGKAH 28


GETSEMANI


Catatan perjalanan tentang Taman Zaitun bertepatan dengan berakhirnya tahun 2019. Tulisan ini dibuat untuk bentuk ungkapan cinta yang tak terhingga bagi Sang Sahabat dan Penyelamat yang menjadi andalan saya dari waktu ke waktu. Bersama Dia saya mampu mengatasi kemustahilan. Bersama Dia saya mampu kuat menghadapi berbagai rintang dan aral dalam hidup saya. Dia adalah JALAN, KEBENARAN, dan HIDUP yang membawa saya kepada BAPA.

Getsemani (Yunani: γεθσημανί - GETHSÊMANI, dari kata Aram : "GAT-SYEMEN," ('perasan minyak'), yaitu nama 'taman / kebun' (Yunani: κῆπος - KÊPOS, Yohanes 18:1), di timur Yerusalem, seberang Lembah Kidron dekat Bukit Zaitun (Matius 26:30). Getsemani adalah kebun/ taman dekat Bukit Zaitun (Lukas 22:39; Yohanes 18:1) tempat Yesus ditangkap (Markus 14:32 dst). Letak tempat itu tidak diketahui dengan tepat. Namun, beberapa petunjuk penggalian dan peta kota mengacu kepada  tempat-taman yang dewasa ini dihormati (ada gereja Getsemani yang didirikan pada puing-puing gereja yang dibangun pada kira-kira tahun 380 M) dipandang sebagai paling mendekati kisah dari tradisi tentang taman tersebut.

Taman Getsemani, tempat yang secara harafiah berarti "tempat pemerasan minyak," berada di lereng Bukit Zaitun di seberang Lembah Kidron dari arah Kota Tua Yerusalem. Tempt ini merupakan sebuah taman berisi sekelompok pohon zaitun tua yang masih ada hingga pada zaman ini. Terdapat delapan pohon Zaitun yang sangat tua dan tidak dapat lagi dipastikan umurnya. Beberapa ahli botani menyatakan bahwa pohon-pohon itu mungkin berumur 3000 tahun.


Fakta tersebut memunculkan pertanyaan, apakah parental (induk) dari delapan pohon zaitun tersebut adalah pohon yang menjadi tempat Yesus berdoa di Taman Getsemani hingga berkeringat darah sebelum disalib seperti yang dideskripsikan dalam Injil Lukas? Satu hal lain yang mengagumkan, meskipun telah mencapai ratusan atau ribuan tahun, pohon zaitun ini tetap sehat dan berkembang tanpa terkontaminasi polusi dan bakteri. Tanaman ini juga mampu menghalau serangga dan proliferasi bakteri.

Dari delapan pohon zaitun, tiga di antaranya diperkirakan ada sejak pertengahan abad ke-12. Akar yang di dalam tanah tentunya diperkirakan berusia lebih tua lagi. "Zaitun ini menjadi salah satu pohon berdaun yang tertua di dunia. Tanaman dengan usia yang lebih tua belum pernah dilaporkan dalam literatur ilmiah," kata ketua tim penelitian, Antonio Cimato, dari CNR Tree and Timber Institute di Florence. Berdasarkan penanggalan karbon, pohon-pohon ini berasal dari tahun 1092, 1166, dan 1198. Periode saat Tentara Salib terlibat dalam rekonstruksi gereja secara besar-besaran di Tanah Suci yang kemudian dibangun kembali menjadi Basilica of Gethsemane di Jerusalem.


Tim peneliti juga mengungkapkan adanya kemungkinan taman zaitun pernah mengalami penyusunan ulang dan direnovasi selama rekonstruksi gereja dilakukan. Bukannya tidak mungkin hal ini dapat terjadi karena pohon zaitun dapat tumbuh kembali meskipun telah ditebang, bahkan dibakar sekalipun. DNA dari delapan pohon mengungkapkan bahwa semuanya saling berkaitan ke satu pohon yang usianya lebih tua. "Dari delapan pohon zaitun, semuanya memiliki profil genetik yang serupa. Ini artinya mereka merupakan zaitun kembar. Semua anak-anak mereka dari satu spesimen," kata Cimato.

Bila dilihat dari asal-usul katanya, Getsemani yang menurut bahasa Ibrani berarti kilang minyak zaitun kemungkinan besar pada masa purba di situ ada tempat pemerasan minyak zaitun. Dalam Injil Lukas disebutkan saat melakukan kunjungan terakhir pada siang hari di Yerusalem, Yesus memberi pengajaran di Bait Allah. Selanjutnya pada malam harinya, Dia keluar lalu menginap di Bukit Zaitun.


Menurut tradisi Ortodoks, Getsemani adalah taman tempat makam Perawan Maria yang dikuburkan oleh murid-murid Yesus dan diyakini masuk ke surga setelah kenaikan-Nya di Bukit Zion. Taman Getsemani menjadi pusat ziarah pada awal masa peziarah umat Kristiani. Pada tahun 333M Getsemani telah dikunjungi peziarah tak dikenal dari Bordeaux (Pilgrim of Bordeaux), di mana rute perjalanan Burdigalense (Itinerarium Burdigalense) adalah catatan awal yang ditinggalkan oleh penjelajah Kristiani di Tanah Suci. Dalam Onomasticon (ilmu yang mempelajari nama-nama diri atau asal usul nama), Eusebius (seorang Uskup) dari Kaesarea (distrik utara Israel) mencatat bahwa lokasi Getsemani berada “dikaki bukit Zaitun” dan dia menambahkan “orang-orang yang percaya terbiasa pergi ke sana untuk berdoa”.

Bila dilihat dari kajian literasi Alkitabiah, tidak diragukan lagi taman dengan pohon-pohon itu adalah tempat Tuhan Yesus berdoa di malam derita-Nya. "Pohon Zaitun itu tidak akan mati". Berdasarkan Perjanjian Baru, Taman Getsemani adalah tempat di mana Yesus dan murid-muridnya sering berkunjung, yang mana memudahkan Yudas Iskariot untuk menemukan Yesus pada malam penangkapan-Nya. Berdasarkan Lukas 22:43-44, di sana Yesus sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." Kondisi ini dalam dunia medis dikenal sebagai hematidrosis.


Yesus sering pergi ke Getsemani bersama para murid-Nya untuk berdoa (Yohanes 18:2). Peristiwa yang paling terkenal di Getsemani terjadi pada malam menjelang penyaliban-Nya ketika Yesus dikhianati. Semua penulis Injil menggambarkan peristiwa malam itu secara berbeda, sehingga membaca semuanya (Matius 26:36-56; Markus 14:32-52; Lukas 22:39-53; Yohanes 18:1-11) dapat memberi gambaran yang tepat secara keseluruhan tentang peristiwa tersebut.

Getsemani adalah tempat yg disenangi Yesus dan murid-murid-Nya sebagai peristirahatan dalam setiap perjalanannya di Yerusalem. Hingga kemudian menjadi panggung kesengsaraan, pengkhianatan Yudas, dan penangkapan Yesus (Markus 14:32-52). Yesus sudah selesai berdoa bersama para rasulnya yang setia. Lalu, ”setelah menyanyikan pujian, mereka pergi ke Gunung Zaitun”. (Markus 14:26) Mereka berjalan ke arah timur menuju sebuah taman yang disebut Getsemani, tempat yang sering dikunjungi Yesus.


Pada malam sakratul maut-Nya di Taman Zaitun, Al Kitab mencatat: Pada permulaan malam itu, setelah Yesus dan para murid-Nya merayakan Paskah Yahudi, mereka pergi ke taman itu. Pada suatu waktu, Yesus membawa tiga di antaranya – Petrus, Yakobus, dan Yohanes – ke tempat tersendiri.

Sesampainya di taman itu, Yesus berhenti di sebuah tempat yang nyaman di antara pohon-pohon zaitun, lalu dia berkata kepada delapan rasulnya, ”Duduklah di sini sementara aku pergi ke sana dan berdoa.” Yesus kemudian masuk lebih jauh ke taman itu bersama tiga rasulnya—Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Yesus merasa sangat tertekan dan berkata kepada tiga rasul itu, ”Aku sedih sekali, seperti mau mati rasanya. Tunggu di sini dan tetaplah berjaga-jaga denganku.”—Matius 26:36-38.


Yesus berjalan sedikit untuk menjauh dari mereka lalu ”sujud dan mulai berdoa”. Apa yang Dia doakan pada saat-saat yang menegangkan ini? Dia berdoa, ”Bapak, segala sesuatu tidak mustahil bagi-Mu. Singkirkanlah cawan ini dari-Ku. Namun janganlah terjadi seperti yang Aku mau, tapi seperti yang Engkau mau.” (Markus 14:35, 36)

Setelah sekian lama berdoa, Yesus kembali dan melihat bahwa tiga rasulnya tertidur. Dia berkata kepada Petrus, ”Apa kalian tidak bisa tetap berjaga-jaga satu jam saja denganku? Tetaplah berjaga-jaga dan teruslah berdoa, supaya kalian tidak menyerah pada godaan.” Yesus tahu bahwa sepanjang malam itu, mereka juga merasa tertekan, dan sekarang sudah lewat tengah malam. Yesus berkata, ”Roh memang bersemangat, tapi tubuh lemah.”—Matius 26:40, 41.


Yesus pergi lagi dan berdoa agar Allah menyingkirkan ”cawan ini” dari-Nya. Ketika Dia kembali, lagi-lagi tiga rasul-Nya tertidur, padahal mereka seharusnya berdoa agar tidak menyerah pada godaan. Saat Yesus menegur mereka, ”Mereka tidak tahu harus berkata apa kepada Yesus”. (Markus 14:40) Yesus lalu pergi untuk ketiga kalinya, kemudian Dia berlutut dan berdoa.

Peulis Injil, Lukas, yang adalah seorang dokter, tidak menjelaskan apa maksudnya keringat Yesus ”menjadi seperti darah yang menetes ke tanah”. (Lukas 22:44) Lukas mungkin memaksudkan bahwa keringat Yesus menetes bagaikan darah yang keluar dari luka. Kemungkinan lain disampaikan oleh Dr. William D. Edwards dalam majalah The Journal of the American Medical Association (JAMA). Dia berkata bahwa seseorang bisa mengeluarkan keringat darah, meskipun ini sangat jarang terjadi. Ketika seseorang sangat tertekan, pembuluh-pembuluh darah kecil bisa pecah sehingga darah tercampur dengan keringatnya. Kondisi ini dalam dunia medis dikenal sebagai hematidrosis.


Setelah itu, Yudas Iskariot, datang bersama "serombongan" prajurit, imam besar, orang Farisi, dan hamba-hambanya untuk menangkap Yesus. Yudas menunjuk Yesus dengan isyarat ciuman. Dalam upayanya melindungi Yesus, Petrus mengambil pedang dan menyerang seorang pria bernama Malkhus, hamba imam besar, dan memutuskan telinganya. Yesus mengecam Petrus dan menyembuhkan telinga orang itu. Cukup mengejutkan bahwa kerumuman orang itu tidak terkesan melihat mujizat pemulihan tersebut. Meskipun mereka berjatuhan ke tanah, mereka tidak gentar mengamati kuasa-Nya, baik itu dalam perubahan wujud-Nya atau kuasa ucapan-Nya, yang digambarkan dalam Yohanes 18:5-6. Pada akhirnya, Ia tetap ditangkap dan dibawa ke Pontius Pilatus, sedangkan para murid-Nya melarikan diri.

Itu adalah kisah Yesus pada malam terakhir sebelum kesengsaraan-Nya. Semua kisah itu terjadi di sebuah taman yang bernama Getsemani  atau Taman Zaitun.


Peristiwa yang terjadi di Taman Getsemani terus menggema selama ribuan tahun. Gairah emosi, kesedihan,  perilaku,  dan tindakan Yesus pada malam mengegerkan itu telah dikemas dalam berbagai bentuk karya seperti musik, buku, puisi, drama,  maupun tayangan film. Pada abad ke-16, Johann Sebastian Bach  menggubah dua oratorio yang istimewa berdasarkan kisah injil Matius dan Yohanes yaitu "Jesu, Joy of Man Desiring", dan "Passion According to St. Matthew" .  Sampai pada zaman ini melalui film The Passion of the Christ, kisah malam yang luar biasa ini diberitakan berulang kali. Bahkan kiasan seperti "barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang" (Matius 26:52); "roh memang penurut, tetapi daging lemah" (Markus 14:38); dan "Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah" (Lukas 22:44) sudah menjadi  kutipan yang sering kita dengar dalam bahasa sehari-hari.


Namun, bagi saya dan Anda, yang terpenting dari malam itu ialah bahwa Juruselamat kita bersedia melunasi hutang hukuman dosa kita dengan mati di atas kayu salib. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (2 Korintus 5:21). Kita telah BEBAS  dan dibayar KONTAN dan LUNAS! Sembah dan bakti bagi DIA yang dengan Darah-Nya yang kudus telah menebus kita! Selamat Tahun Baru 2020. Kiranya sukacita dan damai sejahtera selalu berada bersama kita untuk waktu-waktu mendatang. Tuhan memberkati. 

(Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)

Sumber:
W. M Thompson, The Land and the Book, 1888, hlm 634;
G Dalman, Sacred Sites and Ways, 1935, hlm 321 dab. DHT/JMP


Tidak ada komentar:

Posting Komentar