Kamis, 07 Juli 2016

Liburan 3: Bereksplorasi di Kota Manado


Whiz Prime Megamas Manado yang terletak di Jl. Piere Tendean Boulevard, Manado, Sulawesi Utara merupakan hotel yang menjadi tempat penginapan kami.  Kawasan Mega Mas ini merupakan kawasan hasil reklamasi pantai yang dimulai sejak tahun 1996.  kawasan ini sekarang menjadi kawasan bisnis yang digunakan untuk pusat perbelanjaan, hotel, restoran, dan aneka tempat hiburan.

Ketika pemandu wisata menjelaskan bahwa kawasan ini merupakan hasil reklamasi, saya jadi teringat tentang pro dan kontra reklamasi pantai di Teluk Jakarta. Karena saya penasaran tentang reklamasi di Manado ini yang sekarang hasilnya sudah menjadi bagian  pusat kota ini, saya akhirnya mencari beberapa informasi tentang reklamasi ini.

Pesatnya pertumbuhan penduduk di kota Manado tentu mendorong pembangunan dan pengadaan lahan baru untuk dihuni maupun kebutuhan komersial. Namun, dengan terfokusnya pembangunan pada satu daerah dan tidak meratanya pembangunan di daerah lain pasti akan mendorong masyarakat untuk menetap dan melakukan kegiatan perniagaan pada daerah yang dianggap sudah maju dan menjanjikan. Hal inilah yang mendorong gencarnya pembangunan di daerah kota Manado. Lalu bagaimana dengan luas wilayah kota Manado sendiri? Bukankah jika pembangunan terus dilakukan justru akan berakibat pada berkurang atau bahkan tidak tersisanya lahan untuk pembangunan? Dari hal inilah muncul “konsep pembangunan ke depan” yang dinamakan reklamasi pantai.

Dilihat dari segi ekonomi mungkin reklamasi pantai adalah solusi pembangunan yang sangat menjanjikan, tetapi jika dilihat dari segi ekologi apakah reklamasi pantai cukup menjanjikan? Itulah yang menjadi pertanyaan saya yang sebenarnya itu pertanyaan retoris. Semua orang sudah tahu jawaban atas pertanyaan tadi. 

Reklamasi pantai bukanlah hal yang baru di kota Manado, pesatnya perkembangan teknologi dan pembangunan serta terus bertambahnya jumlah penduduk mendorong reklamasi pantai untuk segera dilakukan. Namun, apa  yang terlihat di kawasan Boulevard, reklamasi pantai menjadi sarana bisnis yang menjanjikan dan bukannya menjadi lahan untuk dihuni. Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan, penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dan terutama untuk kawasan perbisnisan. 

Pertanyaan retoris saya tentang dampak bagi lingkungan ternyata sudah nampak di depan mata saya. Di depan hotel tempat kami menginap dibangun deretan  restoran yang aktif buka pada sore hari sampai jauh malam. Nah, deretan restoran ini agak mengganggu panorama ke laut lepas dari jalan raya di depan hotel karena pemandangan terhalang oleh bagunan restoran-restoran tadi. Selain itu, para pedagang  makanan di restoran tersebut juga membuang limbahnya sembarangan ke sela-sela tumpukan batu-batu besar yang ditumpuk di tepi laut. Aroma limbah di sekitar restoran itu agak menganggu penciuman.  Saya jadi teringat kuliner saya di Pantai Jimbaran, Bali beberapa tahun yang lalu. Kami makan di meja yang ditata pemilik restoran di pantai. Sambil menikmati laut lepas para pengunjung bisa menikmati pesanannya. Suasananya sungguh romantis. Sepertinya Menado bisa meniru ala Bali. Meskipun pantai di Jimbaran dan di Bulevard seperti langit dan bumi. Namun, laut tetaplah laut akan menampakkan keindahannya tersendiri.

Itu dampak negatif yang saya lihat. Dampak lain yang mengakibatkan rusaknya biota laut pasti terjadi. Hal itu juga berdampak bagi para nelayan tradisional di sekitar kawasan ini yang pasti hasil tangkapannya berkurang. Pembangunan ada, pasti juga ada harga yang harus dibayar, bukan?

Saya berjalan-jalan di sekitar kawasan ini bersama kawan saya, Ibu Devota Maria Layan. Kami berkeliling seputar kompleks hotel kami. Pada acara bebas, kami menikmati makan malam kami di restoran tepi pantai dengan menu bertema BABI!!!! Saya memesan miba (mi babi), bu Maria memesan babi panggang. Masalah rasa? Jangan tanya! So pasti sedap Jo!

Hari kedua, kami nekat mencari Gereja Katolik terdekat dari hotel. Kami keluar dari kamar pukul 05.15. Dengan modal bertanya pada resepsionis hotel dan beberapa orang bapak yang ada di sekitar kompleks Bolevard Mega Mas. Dari seorang bapak yang sedang menyapu di depan salah satu restoran, kami mendapat petunjuk ke arah Katedral Manado.

Akhirnya kami berjalan ke arah jalan raya. Begitu ada angkot lewat kami hentikan dan naiklah kami. Ketika kami menyebutkan tujuan kami Abang Angkot agak mengerenyitkan alis. Alur kendaraan di sini satu arah. Jadi kami melewati jalan yang sama yang kami mlewati beberapa kali dengan bis kami. Akhirnya kami diturunkan persis di depan pintu Katedral St. Joseph Manado. Persis ketika Pastur pemimpin Misa memberikan kata pengantar, kami pun masuk dari pintu samping. Umat yang mengikuti misa pagi tidak begitu banyak seperti pada umumnya misa pagi di luar misa wajib. Umat yang hadir kebanyakan para suster dan anak-anak sekolah. Kami menduga anak asrama yang ada di sekitar komplek situ.

Pulangnya kami berjalan kaki berdasarkan petunjuk dari seorang ibu, salah satu umat di misa pagi tadi. Dari Katedral kami menyebrang dan masuk jalan gang di samping komplek sekolah. Kami ikuti insting bahwa pantai tepat lurus di depan kami. Kami jalan lurus terus. Hingga akhirnya kami melihat pantai. Nah, ternyata sangat dekat jarak pantai dengan katedral. Pantas saja sopir angkot mengerenyitkan alisnya waktu kami menyebutkan tujuan kami ke Katedral.

Kami berhsil bereksplorasi di Kota manado. Keberhasilan eksplorasi kami,  Ibu Maria wartakan kepada teman-teman. hasilnya besok pagi kami mendapat teman 7 orang ikut misa pagi. Akhirnya kami misa pagi bersembilan. (Ch. Enung Martina)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar