Minggu, 04 Juni 2017

PERJALANAN LABUAN BAJO 4

Pulau Rinca




Rinca adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Rinca beserta Pulau Komodo dan Pulau Padar merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Rinca berada di sebelah barat Pulau Flores, yang dipisahkan oleh Selat Molo.

Pulau ini juga merupakan bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO, karena merupakan kawasan Taman Nasional Komodo bersama dengan Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Gili Motang. Titik  tertinggi pulau ini berada di Doro (Gunung) Ora, 670 m dpl. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Di pulau ini hidup berbagai jenis binatang seperti komodo, rusa,  babi liar, kerbau dan burung. Pulau Rinca dapat dicapai dengan perahu kecil dari Labuan Bajo di Flores barat.

Pulau Rinca adalah salah satu pulau yang dihuni oleh sang naga purba, komodo. Pulau ini terletak di bagian barat pulau Flores dan masih masuk dalan Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Secara Geografis Pulau Rinca juga merupakan salah satu pulau yang masuk dalam wilayah Taman Nasional Komodo. Berjarak tempuh sekitar 2 jam dari Labuan Bajo.  Pulau ini ramai sekali didatangi oleh pengunjung yang hendak melihat habitat dari kadal raksasa purba yang masih tersisa di dunia.

Pintu masuk Pulau Rinca adalah dermaga Loh Buaya. Katanya, dinamai sebagai Loh Buaya karena dulu banyak buaya di sekitar sini. Namun, waktu ke sana saya tidak melihatnya, yang nampak  malah monyet yang berkeliaran. Tak nampak satupun buaya yang nongkrong di sini. Apa mungkin karena terlalu banyak saingan yaitu buaya darat yang senang nongkrong ke mall kali ya?



Patung Komodo setinggi tiga meter  menyapa kami di dekat dermaga. Kedua patung komodo ini dibuat  sebagai gerbang untuk memasuki area komodo. 

Perjalanan kami berlima belas ditemani oleh dua orang ranger dan guide kami, Leo. Satu ranger berjalan paling depan dan satunya lagi berada di paling belakang rombongan. Di Sepanjang rute trekking ini banyak sekali sign/ tanda  yang mengajurkan kita tidak boleh terpisah dari group. Akan sangat berbahaya jika kita terpisah dari group karena komodo tak dapat diduga. Ranger dengan tongkat “sakti” nya yang berbentuk cagak membawa kami betemu dengan si komodo yang sedang  tidur dan ada juga yang sedang berjalan.

Tersedia pilihan jalur trekking di Pulau Rinca,  yaitu mulai dari trekking pendek, medium hingga yang panjang. Pengunjung bebas menentukan sendiri pilihan rute tersebut, disesuaikan dengan kondisi fisik demi keselamatan dan meminimalisir resiko di lapangan nantinya. Di sepanjang jalur trekking, pengunjung akan ditemani oleh pemandangan indah berupa jajaran perbukitan dan hamparan laut biru. Bukit ini akan kering dan bewarna kuning di saat musim kemarau sedangkan apabila masuk musim penghujan, bukit ini akan berubah warna menjadi hijau. Di sela-sela perjalanan trekking, pengunjung akan menemukan puncak bukit yang memiliki pemandangan khas Pulau Rinca. Hamparan laut biru dipadukan dengan perbukitan eksotis semakin menambah keindahan Pulau Rinca. Sungguh memanjakan mata setiap pengunjungnya.



Namun, sebetulnya kami agak tegang ketika mengikuti trekking di Pulau Rinca ini. Kenapa? Karena kami sudah mendapatkan informasi tentang wilayah rumah si kadal raksasa ini dari bacaan juga dari guide. Informasi yang sampai pada kami adalah bahwa kami tidak boleh memakai baju merah, berjalan jangan berisik, perempuan yang sedang menstruasi tidak boleh ikut, tidak boleh bawa makanan terutama yang berbau amis, dan kalau ada yang  mempunyai luka terbuka juga tidak boleh ikut. Begitu banyak hal yang menjadi larangan. 

Rupanya wajah kami yang tegang terbaca ranjer kami yang bernama Pak Aris. Dengan kelakarnya yang khas, ia mencairkan suasana tegang kami. “ Saya merasa sedih karena tamu saya nampak tidak bahagia,” begitu katanya. Jadilah kami mulai berkicau lagi. Pak Aris menjelaskan berabgai hal seputar komodo. Sesekali kami bertanya untuk mengetahui informasi yang lebih lengkap. 

Pak Aris adalah orang Bajo yang memang tinggal di sekitar Pulau Rinca. Beliau mengetahui persis seluk beluk tentang komodo. Ini hasil penjelasan Pak Aris yang saya gabung dari sumber lain tentang komodo.

Orang setempat mengenalnya dengan nama “Orah”, namun di Indonesia dan dunia internasional hewan purba ini lebih dikenal dengan nama “Komodo” atau “Komodo The Dragon”.
Di Nusa Tenggara Timur, komodo bisa ditemui di 4 pulau utama seperti Pulau Padar, Gili Montang, Pulau Rinca dan tentunya Pulau Komodo. Namun untuk pariwisata, sepertinya lebih keren Pulau Rinca. Soalnya di sini lebih gampang ketemu si komo, dan pemandangan dari salah satu puncak di pulaunya suatu epik luar biasa.

Si kadal raksasa yang namanya kian mendunia ini pertama kali ditemukan oleh orang Belanda, seorang Letnan Belanda JKH van Stein pada tahun 1911. Aslinya sih yang pertama kali lihat sudah pasti orang Flores ya, cuma karena waktu itu yang sudah pinter dan mengerti keilmuan  orang Belanda ya akhirnya mereka yang diakui. Kalau yang menamai “Varanus komodoensis” sendiri adalah Pieter Antonie Ouwens, seorang ilmuan dan direktur dari Java Zoological Museum and Botanical Gardens di Buitenzorg.

Mengutip dari floresa.co, asal usul Komodo berdasarkan cerita legendanya itu seperti ini:
Pada zaman dahulu kala, seorang putri gaib hidup di Komodo, dan dipanggil sebagai Putri Naga oleh masyarakat setempat. Putri menikah dengan seorang laki-laki bernama Majo dan melahirkan anak kembar: seorang bayi laki-laki dan seekor bayi naga. Anak laki-lakinya diberi nama Si Gerong, dan dibesarkan diantara manusia; sementara naga yang dinamainya Orah, dibesarkan di hutan. Mereka berdua tidak saling tahu satu sama lain.

Beberapa tahun kemudian, Si Gerong yang sedang berburu di hutan, membunuh rusa. Tetapi sewaktu ia hendak mengambil hasil buruannya, datanglah seekor kadal besar dari semak belukar yang berusaha untuk merampas rusa itu. Si Gerong berusaha mengusir hewan itu, tetapi tidak bisa. Hewan itu berdiri di atas bangkai rusa sambil memberi peringatan dengan menyeringai.

Si Gerong mengangkat tombaknya untuk membunuh kadal itu. Tiba-tiba  tiba-tiba muncul wanita cantik dan bersinar, yaitu  Putri Naga. Dengan cepat, ia meleraikan mereka, dan memberitahu Si Gerong, “Jangan bunuh hewan ini, dia adalah saudara perempuanmu, Orah. Aku yang melahirkan kalian. Anggaplah dia sesamamu karena kalian bersaudara kembar.”

Mungkin itulah alasan  para ranger (para keturunan si Gerong) yang kebanyakan orang lokal itu  seakan bisa berkomunikasi dengan si kadal raksasa ini karena mereka masih saudara.

Menurut sang ranger, komodo adalah hewan kanibal alias bisa memakan kaumnya juga. Komodo Betina hanya perduli terhadap telurnya saja, komodo betina akan menginkubasi telurnya selama 3 bulan kemudian telur-telur tersebut akan ditinggalkannya dan kembali lagi 9 bulan kemudian saat telur-telurnya akan menetas. Komodo kecil yang kemudian berhasil menetas akan langsung berjalan dan naik ke atas pohon. Itulah cara mereka mempertahankan diri. Selama di atas pohon mereka akan memangsa serangga atau ular atau telur dan anak-anak burung.

Di Pulau Rinca terdapat kurang lebih 1500 ekor komodo yang tersebar di seluruh pulau. Pak Aris bercerita kalau kasus gigitan komodo yang terjadi pada turis Singapura itu adalah kesalahan si turis. Sebelumnya turis ini sudah diingatkan agar berjalan dalam rombongan bersama ranger. Namun, si turis ini ngeyel, dia berjalan sendirian. Akhirnya apa yang dikuatirkan terjadi.

Sebelumnya di Rinca komodo tidak pernah menyerang pengunjung. Umumnya yang menjadi korban gigitan komodo adalah ranger, polisi hutan,  atau warga lokal yang ada di sana. Seperti sudah kita ketahui kalau gigitan komodo itu sangat beracun dan belum ada obatnya di pulau ini. Sekarang di Labuan Bajo sudah ada Rumah Sakit Siloam. Bagi mereka yang tergigit maka akan langsung dibawa ke rumah sakit. Bila kasusnya serius akan  diterbangkan ke Bali untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik secara medis.

Oh iya, komodo yang ada di sini tidak diberi makan lho. Mereka berburu sendiri makanannya. Biasanya komodo ini berburu rusa atau kerbau liar. Hal tersebut dilakukan oleh pihak Taman Komodo untuk menjaga insting memburunya dan tidak menjadikan Komodo menjadi manja yang mendapatkan makanannya dengan mudah. 


Kami kembali dengan perasaan yang takjub karena masih ada sisa hewan purbakala di tempat ini. Kami juga merasa lega karena lepas dari ketegangan. Tibalah kami di kapal. Awak kapal, si juru masak, Andre,  sudah menyediakan makan siang untuk kami dengan menu yang menerbitkan air lir. Menu makan siang kami adalah nasi putih, cumi goreng tepung, ayam asam manis, sup ikan tuna, mi goreng, cap cai, dan buahnya semangka. Luar biasa. Perut lapar dan makanan lezat, ini sangat cocok. Maka doa makan pun dilambungkan bersama. Cepat dan padat. Puji Tuhan untuk kebersamaan, persaudaraan, keindahan, kesempatan langka, alam yang elok, dan makanan yang tersedia, serta pelayanan orang-orang yang membuat semua terselenggara. 


( Ch. Enung Martina, Loh Buaya, Pulau Rinca, Labuan Bajo, 26 Mei 2017)

2 komentar: