Selasa, 05 Desember 2017

KEHENDAK BEBAS


Kehendak bebas (bahasa Inggris: free will) adalah kemampuan yang dimiliki seseorang atau sesuatu makhluk untuk membuat pilihan secara sukarela, bebas dari segala kendala ataupun tekanan yang ada.   Hal ini terkait erat dengan konsep tanggung jawab, pujian, kesalahan, dosa, dan penilaian-penilaian lain yang hanya berlaku pada tindakan-tindakan yang dipilih secara bebas. Selain itu juga berhubungan dengan konsep nasihat, persuasi, pertimbangan, dan larangan. Biasanya hanya tindakan-tindakan yang dikehendaki secara bebas yang dipandang layak untuk dibenarkan atau dipersalahkan. Terdapat banyak kekhawatiran berbeda terkait ancaman-ancaman terhadap kemungkinan adanya kehendak bebas, bervariasi berdasarkan bagaimana sebenarnya pemahaman akan hal ini, yang terkadang menjadi bahan perdebatan.

Secara sederhana pengertiannya begini: Manusia bisa taat (melakukan kehendak Allah) atau melanggar perintah Allah (berdosa). Beberapa kalangan memahami kehendak bebas sebagai kemampuan seseorang untuk membuat pilihan yang hasilnya belum ditentukan oleh peristiwa-peristiwa masa lalu.

Perlu diingat bahwa kehendak bebas menurut para theolog hanya dimiliki oleh Allah, malaikat, dan manusia. Binatang dan tumbuhan tidak mempunyai kehendak bebas. Mereka hidup berdasarkan insting. Malaikat dan Tuhan merupakan mahluk Tuhan yang juga mempunyai kehendak bebas. Kehendak bebas manusia dipengaruhi oleh dorongan biologis dan juga rohani. 

Bapa Gereja Ireneus, pernah mengatakan "Manusia itu berakal budi dan karena ia citra Allah, diciptakan dalam kebebasan, ia tuan atas tingkah lakunya" (St. Ireneus, Against Heresies/Adv. Haeres. 4,4,3).

Alkitab mengkonfirmasi tentang kehendak bebas itu, bahwa ciptaan Allah bisa berkata 'tidak' kepada Allah. Allah tidak memaksa/ memprogram manusia untuk percaya kepadanya. Dia juga tidak mengatur seseorangpun untuk menolak Allah. Iman/ kepercayaan manusia kepada-Nya sama sekali tidak dipaksakan oleh Allah. Maka, iniah kehendak bebas itu. Meski Allah bersedih ketika manusia meninggalkan Dia, dan manusia itu lebih memilih kehidupan keberdosaan, tetapi Allah tidak pernah memaksa manusia untuk mengasihi-Nya.

Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan telah memberi kepadanya martabat seorang pribadi, yang bertindak seturut kehendaknya sendiri dan menguasai segala perbuatannya. Maka dengan pengertian ini, kita memahami bahwa Allah tidak dengan secara aktif menentukan segala sesuatu bagi manusia tanpa melibatkan kehendak bebas manusia, sebab jika demikian, manusia hidup seperti robot saja, yang diprogram di segala tingkah lakunya, jika demikian, ia tidak mungkin dapat dikatakan berakal budi dan mempunyai citra Allah.

Apakah kehendak bebas benar-benar bebas ? Ya. Namun,  kebebasan itu mempunyai konsekwensi. Tidak ada kebebasan mutlak. Kebebasan selalu dibatasi oleh naturnya.  Secara rohani manusia bisa melakukan kehendak Allah, tetapi karena kedagingannya ia bisa jatuh ke dalam dosa. Natur manusia sebagai ciptaan.  Ada batas kosmologis yang tidak bisa dilanggar.  Apabila manusia memilih melawan Allah, berdosa, meninggalkan Allah. Ia menanggung akibat dari ketidak-taatannya itu. Sebetulnya konsekwensi itu merupakan akibat atau buah dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang ketika dia melakukan tindakan-tindakannya. 

Kalau “kehendak bebas” yang didefinisikan sebagai: Allah memberi manusia kesempatan untuk membuat pilihan yang betul-betul mempengaruhi nasib mereka, maka, ya, manusia benar-benar memiliki kehendak bebas. Oleh karena itu, Dia yang memilih, juga mengizinkan individu-individu untuk memilih. 

Dengan kehendak bebas ini, Allah sungguh menghargai manusia, sehingga manusia dapat secara bebas untuk masuk dalam hubungan pribadi dengan Allah. Masuk dalam hubungan pribadi dengan Allah, yang adalah menjadi tujuan akhir manusia, sesungguhnya mensyaratkan pemberian diri secara bebas. Katekismus Gereja Katolik  (KGK) 1730  menyatakan : Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan telah memberi kepadanya martabat seorang pribadi, yang bertindak seturut kehendak sendiri dan menguasai segaIa perbuatannya. 

Katekismus Gereja Katolik menyatakan : Kebebasan mewarnai perbuatan yang sungguh manusiawi. Ia menjadikan manusia bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dikerjakan dengan kehendak bebas. Perbuatan-perbuatan yang dikehendaki manusia, tetap dimilikinya. (KGK 1745 ) Namun, kalau sampai seseorang salah dalam menggunakan kehendak bebasnya, maka hal ini tentu bukan kesalahan Allah, melainkan tanggung jawab orang tersebut, yang tidak mampu menggunakan kehendak bebasnya secara bertang gungjawab.

Dengan kehendak bebas ini, Allah sungguh menghargai manusia, sehingga manusia dapat secara bebas untuk masuk dalam hubungan pribadi dengan Allah. Masuk dalam hubungan pribadi dengan Allah, yang adalah menjadi tujuan akhir manusia, sesungguhnya mensyaratkan pemberian diri secara bebas. 

Demikian pula ketika manusia itu berhubungan dengan sesamanya, manusia lain dan juga dengan ciptaan Allah yang lain,   manusia diberi kebebasan untuk melakukan relasinya dan melakukan yang dikehendakinya. Namun, sekali lagi bahwa semua kehendak bebas yang dilakukan seseorang  itu membawa konsekwensi dan dampak pada diri orang yang melakukan kehendak bebas itu, pada manusia lain di sekitarnya, pada alam lingkungannya, dan pada keseimbangan semesta pada umumnya. 

Apakah Anda dan saya sudah melakukan kehendak bebas dengan bertanggung jawab?
(Ch. Enung Martina – disarikan dari berbagai sumber) 










Tidak ada komentar:

Posting Komentar