BURNED ALIVE (by Souad)
Buku berisi kisah nyata dari Souad tentang penderitaannnya sebagai seorang anak perempuan yang terlahir dalam keluarga represif. Souad dilahirkan dan dibesarkan di Palestina, di Tepi Barat. Serperti pada umumnya anak perempuan di desanya, berada di bawah hukum yang turun temurun, yaitu menjadi budak kaum lelaki. Sejak dulu hingga abad 21 ini, perempuan di desanya , kaum lelaki (ayah dan saudara lelaki) memperlakukan perempuan sebagai pelayan atau budak yang tidak lebih dari binatang ternak.
Penderitaan perempuan tak akan berakhir ketika keluar dari rumah. Mengapa? Karena ketika menikah pun, perempuan tetap menderita. Penderitaan perempuan akan dilanjutkan dalam rumahnya yang baru. Sekarang perempuan akan berhadapan dengan kaum laki-laki yang disebut suami. Lebih celakanya lagi ketika dalam perkainan, perempan tidak bisa melahirkan anak laki-aki. Perempuan dianggap gagal dan tidak berguna. Suaminya akan meninggalkan dia akan mencari perempuan lain sampai bisa mendapatkan anak laki-laki.
Tak jarang kaum ibu membunuh bayinya begitu lahir ketika diketahui bahwa yang lahir seorang perempuan. Tak jarang pula perempuan dibunuh ayah atau saudara lelakinya jika ia dianggap membawa aib dan mencemari kehormatan keluarga. Kehormatan keluarga lebih berharga daripada nyawa seorang perempuan.
Souad sendiri mengalami penyiksaan dari ayahnya gara-gara hal sepele seprti menumpahkan susu yang baru diperasnya, memetik buah tomat yang mengkal, lalai saat menggembalakan domba, dll. Kesalahan remeh temeh bisa berakhir dengan penyiksaan: dipukuli, dicambuk, dijambak, ditendang, dll.
Adik perempuan Souad sendiri mati di tangan adik lelakinya karena gara-gara memakai telepon untuk menghubungi seseorang, mungkin seorang lelaki. Nasib Souad tak jauh berbeda dengan adiknya. Ia dibakar hidup-hidup oleh kakak ipar (suami kakanya) atas kesepakatan keluarga karena diketahui Souad hamil di luar nikah.
Adat dan kepercayaan agama di desa Souad mengharuskan menegakkan kehormatan keluarga di atas segalanya. Namun, nasib Souad tidak berakhir di atas lidah-lidah api dan langsung hangus menjadi abu. Tuhan mempunyai rencana lain untuk Souad. Rupanya ia akan dijadikan alat-Nya untuk memberitakan kepada dunia tentang kekejaman terhadap kaum perempuan yang sudah terstruktur. Kekejaman itu layak kita sebut seperti pada zaman jahiliyah, zaman manusia belum mengenal Tuhan. Ternyata agama tidak menjamin manusia menjadi lebih manusiawi. Jelas yang salah bukan ajaran agamanya, tetapi orang yang menafsirkannya.
Souad diselamatkan oleh beberapa perempuan di desanya dari tengah kobaran api. Mereka membawanya ke rumah sakit di kota. Namun, pihak rumah sakit tidak memberikan perawatan yang selayaknya karena mereka beranggapan pasien dengan kasus keluarga akan mendatangkan masalah bila dirawat. Betul-betul masalah yang gawat dan juga rumit. Rumah sakit bisa disalahkan oleh keluarga.
Para korban kasus kehormatan keluarga bila dirawat sampai sembuh juga percuma karena ketika mereka sembuh dan kembali ke kelaurga, mereka akan diperlakukan lebih tidak manusiawi dan bahkan juga berakhir dengan pembunuhan yang berikutnya.
Meskipun keluarga Souad datang untuk mencoba membunuhnya ketika berada di RS, rencana Tuhan tetap berada di atas segalanya. Akhirnya Souad diselamatkan oleh Jaqueline, seorang pekerja sosial pada sebuah organisasi kemanusiaan Terre des Homes yang dipimpin oleh Edmond Kaiser. Jaqueline memperjuangkan agar Souad bisa dibawa dan keluar dari negeri tersebut untuk mendapatkan perawatan yang layak dan mendapatkan hidup untuk yang kedua kalinya.
Dengan daya juangnya dan juga kemauannya untuk hidup serta bantuan orang-orang yang berhati tulus, Souad bisa menyelesaiakn serangkaian oprasi untuk memulihkan keadaan tubuhnya yang rusak karena luka bakar meskipun tubuhnya tak mungkin kembali senormal dulu. Souad mengalami kerusakan kulit yang sangat parah dan tak bisa diperbaiki dengan oprasi secanggih apa pun. Yang tampak normal hanya kulit di wajah. Karena itu untuk menutupi luka bakarnya Souad selalu berpakaan switer panjang di sepanjang musim.
Selain perjuangan untuk mengembalikan keadaan fisik, yang paling berat justru memulihkan keadaan mental Souad. Ia mengalami trauma yang panjang dan rasa percaya diri yang rendah serta rasa bersalah ang sangat besar. Namun berkat perjuangannya dan juga bantuan dari orang yang peduli padanya, akhirnya Souad bisa melewatui semuanya dengan baik. Akhirnya ia mendapatkan kehidupannya yang ke-2 bersama suaminya, Antonio, dan kedua anaknya dari perkawinan mereka, serta dengan putranya (Marwan) yang ia kandung pada saat pembakaran terjadi.
Berkat dorongan putranya, kedua putrinya, dan juga Antonio, serta para sahabatnya, akhirnya Souad bersedia menceritakan kisahnya di depan publik dan juga menuliskannya dalam bentuk buku. Hal ini sangat berarti untuk memberikan penerengan kepada dunia agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi. Dengan kesaksian ini diharapkan kekerasan terhadap kaum perempuan akan berakhir dan perempuan mendapatkan haknya dan kebebasannya untuk hidup.
(ditulis oleh Teh Nung sesudah membaca buku BURNED ALIVE (by Souad))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar