Ada sejenis pohon di Pulau Salomon untuk menebangnya tidak
perlu gergaji atau peralatan lainnya. Warga cukup berkumpul lalu melakukan
ritual memaki-maki pohon itu. Pada hari ketiga pohon itu layu dan warga tinggal
menggunakannya.
Begitu dahsyatnya kata-kata. Sama dengan manusia ketika
seorang anak terus dicaci maki, maka dia pun lama-kelamaan akan layu dan mati
secara mental, bahkan fisiknya juga. Kata-kata berpengaruh terhadap pertumbuhan
kepribadian seorang anak.
Pertumbuhan pribadi seorang anak dimulai ketika ia merasa
dicintai dan merasa aman. Cinta dan rasa aman akan membawa anak apda rasa
percaya diri dan juga tumbuh cinta adalam hatinya. Modal percaya diri dan rasa
cinta ini akan menjadi investasi besar dalam pertumbuhan pribadi seorang anak.
Dengan investasi dalam dirinya seorang anak kelak akan juga mampu mencintai dan
menghargai orang lain dalam kehidupannya. Rasa empati akan tumbuh subur dalam
diri mereka.
Saya memperhatikan pertumbuhan ketiga anak saya. Khususnya
yang 2 anak yang bukan remaja lagi. Mereka sekarang sudah menjadi anak-anak
dewasa yang sudah bekerja dan berkarya dalam dunia yang mereka pilih. Saya mengalami tahun-tahun emas dalam
pertumbuhan mereka. Senyatanya setiap
usia dalam kegidupan anak itu tahun emas karena tiap usia mempunyai
tantngannya tersendiri dan memerlukan relasi yang pas untuk tiap usia.
Namun, tahun emas yang selalu diperbincangkan para ahli
pertumbuhan anak adalah usia Antara 0-5 tahun sebagai tahapan pertama, lalu
tahap berikutnya dari 5-11 tahun. Tahap ketiga tak kalah penting saat anak
memasuki akil balig yaitu usia 12-15 tahun. Bukan berarti tahapan berikutnya
tidak penting. Tahapan masa anak masuk ke SMA mereka sudah lebih bisa mandiri
secara fisik juga mental mereka.
Ketiga tahapan itu memerlukan metode pendekatan yang berbeda
pada diri anak. Tahap pertama orang tua akan direpotkan dengan hal-hal yang mendukung
pertumbuhan fisiknya seperti makan,
minum, memerangi sakit ini-itu, imunisasi, kebersihan, dll. Pendekatan dari
sisi relasi tak kalah penting dengan pertumbuhan fisiknya. Kehadiran kedua
orang tua pada saat ini membuat anak merasa dicintai dan memiliki rasa aman. Maka,
anak akan tumbuh dengan ceria dan sehat secara fisik dan mental.
Tahapan kedua adalah pada masa pertumbuhannya memasuki
jenjang pendidikan dasar di Sekolah Dasar. Anak mulai meninggalkan masa
kanak-kanaknya menuju masa anak-anak. Pada masa ini bekal cinta dan rasa aman yang
besar akan membuat anak punya rasa percaya diri dan patuh pada orang dewasa
yang mendampinginya. Didikan yang
diterapkan pada diri anak akan diterima dengan baik meskipun ada kalanya ia
juga protes dan mengalami kesukaran untuk beberapa hal. Namun, dengan perasaan
dicintai dan rasa aman yang dimilikinya membuat anak ini mempunyai pribadi yang
PENUH. Kepenuhan inilah yang membuat anak mampu melalui tantangannya saat dia
tidak bisa matematika, tidak mengerti bahasa Indonesia, menghadapi guru yang
cerewet dan galak, menghadapi bully dari teman, dan banyak lagi tantangan dalam
hidup dia.
Penerapan disiplin yang sesuai dengan usia akan membuat anak
tumbuh menjadi pribadi yang makin kuat dalam hal tanggung jawab dan
kemandiriannya. Nilai kepedulian pada orang di sekitarnya dan juga lingkungan diterapkan
sesuai dengan porsinya sehingga sisi kepeduliannya dan penghargaannya juga
tumbuh. Sangat penting juga pengembangan nilai religiusitas dari sejak dini
diberikan. Buat anak mengandalkan dirinya pada yang transenden sehingga pada
saat dia mengalami tekanan dia bisa tetap seimbang.
Pada pertumbuhan kedua tahapan emas ini peran orang tua,
terutama ibu sangat dominan. Seorang ibu adalah sosok yang bisa memelihara,
merawat, mengerti, mendidik, menerima, sekaligus juga sebagai polisi yang
mengawasi dan mendisiplinkan anak. Bila anak merasa sedih, takut, dikucilkan,
merasa tak mampu, marah, dan aneka emosi negatif lainnya; ia bisa mengandalkan
orang tuanya, secara istimewa IBU.
Bisa dibayangkan seorang anak yang sedih, marah, atau
terluka; tanpa sosok orang tua (ibu). Anak ini akan menghadapi emosi negatifnya
sendirian tanpa ada orang yang memahami dan berpihak kepadanya. Emosi itu
memang nampaknya berlalu pada keesokan harinya, tetapi emosi itu mengendap dari
waktu ke waktu dan terbawa menjadi bagian bawah sadarnya. Hingga akhirnya kita
menyadari bahwa perilaku pembenrontakan dan pembangkangan anak ini nampak pada
saat dia memasuki masa akil balig. Anak menjadi sangat bengal dan susah diatur.
Bahkan beberapa kasus orang tua kalah dengan anaknya karena anak sangat berani
terhadap orang tuanya. Orang tua tak dihargai lagi oleh anak yang mengalami ketidakhadiran
orang tua saat masa-masa sulit pada tahapan emas pertama dan kedua. Ada ruang
kosong yang ‘jeglong’ pada mereka sehingga mereka tidak mengalami kepenuhan. Dan
kekosongan ini sangat sukar untuk diisi kembali karena masanya sudah berlalu.
Masuk pada masa emas tahap ketiga, masa akil balig. Masa ini
susah-susah gampang. Dikatakan mudah, bila dilihat dari kemandirian anak. Usia 12
tahun anak sudah mandiri untuk mengurus makan-minumnya, kebersihan dirinya, pakain,
dan juga urusan pelajarannya. Orang tua
tidak perlu repot menyuapi, memandikan, atau mendandani anak. Namun, ada juga
tantangan mengahadapi anak akil balig. Anak ini cesara fisik sudah besar,
tetapi secara mental masih kekanak-kanakan. Mereka akan tersinggung bila
dianggap masih anak kecil, tetapi di sisi lain untuk banyak hal dia masih perlu
bimbingan, pendampingan dan kehadiran orang tua.
Masalah yang sering ditemukan pada usia ini berkaitan dengan
relasi (dengan teman, guru, orang tua) juga kedisiplinan dalam belajar. Mereka sudah
merasa menjadi anak besar dan menyepelekan beberapa hal. Hal ini tentu saja
membuat orang tua dan guru yang melihatnya sangat geregetan. Maka akan
terjadilah kesalahpahaman yang akan dilanjutkan dengan berbagai drama kehidupan
remaja seperti pada adegan sinetron dan drama korea.
Drama keanehan masa akil balig ini tak akan terjadi bila ada
relasi yang baik antara orang tua dan anak. Relasi yang baik adalah relasi yang
sesuai dengan usianya. Jangan terlalu mendikte anak akrena dia akan memberontak
merasa diperlalukan sebagai anak kecil. Namun, juga jangan terlalu dilepas
karena ada beberapa yang bisa membahyakan dia. Dampingi layaknya seorang teman
yang paham akan keadaanya. Beri kepercayaan dan jangan terlalu banyak mendikte
dan melarang. Berbicara dan berdiskusi sebagai teman untuk meminta tanggapan
dan pendapatnya. Biasakan terbuka dengan saling mempercayai. Lama kelamaan anak
akan merasa aman dan nyaman sehingga dia terbuka pada orang tuanya untuk
berbagai permasalahannya.
Penting untuk orang tua mengenali teman-temannya,
kesukaannya, bintang idolanya, dan media sosial yang digunakannya. Orang tua
yang terkesan ‘gaul’ akan banyak mengenal anaknya dengan dunianya yang tentunya
akan membuat mereka merasakan kehadiran orang tua pada masa akil balig mereka.
Juga tak kalah penting orang tua tidak memaksakan kehendak
kepada anak pada usia ini. Cari cara agar apa tujuan yang ingin dicapai bisa
diterima mereka dengan masuk akal. Mereka akan bisa menerima apa pun asal
mereka paham dan melihat faedahnya bagi mereka.
Anak itu cerminan dari orang tuanya, begitu ungkapan yang
sering kita dengar. Agar cermin itu jernih dan tak retak atau pecah, maka tugas
kita menjaga, merawat, serta yang paling utama memberikan cinta dan rasa aman
pada mereka. Dengan cinta dan rasa aman ini, mereka akan berselancar di dunia
mereka dengan penuh rasa percaya diri dan ada di jalan yang benar. (Enung
Martina)