Rabu, 10 Juli 2019

JEJAK LANGKAH 5


GEREJA BINTANG SAMUDRA, GUNUNG KARMEL



Stella Maris adalah gelar kuno bagi Santa Perawan Maria, dalam bahasa Latin, yang bermakna Bintang Samudra. Gelar kuno ini dikenakan untuk Santa Perawan Maria, Bunda Yesus Kristus. Kata “Bintang Samudera” merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Latin “Stella Maris”, yaitu suatu gelar yang diberikan oleh Gereja untuk Bunda Maria pada abad ke-9. Sudah lebih dari seribu tahun, gelar itu dipakai untuk menekankan peran Bunda Maria sebagai tanda harapan dan sebagai bintang pembimbing bagi orang Kristiani.

Saya mendapatkan sumber lengkap menjelaskan Stella Maris dari http://villadulcis.blogspot.com yang menuliskan:

Landasan dasar teologis dari gelar Bintang Samudera untuk Bunda Maria ditemukan di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, yaitu: Kitab Raja-raja (1Raj 18: 41-45). Teks dari Kitab Raja-raja ini menunjuk pada segumpal awan kecil yang nampak di laut sebagai tanda harapan bahwa hujan akan turun dan tanah-tanah segera akan dibebaskan dari bahaya kekeringan. Segumpal awan kecil (sebesar kepalan tangan manusia) yang nampak dari Gunung Karmel itu dipercaya sebagai Bintang Samudera, dan Bunda Maria seperti hujan yang turun lebat merupakan tanda harapan yang mewartakan pembebasan dan pembaruan.

Stella Maris
Dalam teks Kitab Raja-raja itu, dikatakan bahwa awan kecil tampak di atas laut. Awan itu ditafsirkan sebagai sebuah tanda yang memberikan harapan bagi orang-orang yang sedang dalam penderitaan karena kekeringan. Melihat awan itu, mereka menjadi tahu bahwa hujan akan segera datang dan kekeringan pun segera berakhir. Gambaran dalam Kitab Suci ini merupakan peristiwa yang sangat sempurna dapat melukiskan gelar “Bintang Samudera” untuk Bunda Maria, yang membantu siapa saja yang terkena bahaya badai di laut. Di sini Bunda Maria memberikan harapan hujan, dan bukan menghentikan badai. Maka, kerapkali Bunda Maria dipandang sebagai pribadi yang memberikan harapan kepada mereka yang tak berpengharapan dan membantu mereka yang dalam keadaan putus-asa.

Kita menjadi tahu lebih lanjut tentang betapa pentingnya Bintang Samudera itu bagi hidup kita, ketika kita membaca kembali sebuah madah doa yang pernah ditulis oleh Santo Bernardus dari Clairvaux, Pada abad ke-12, yang menyatakan demikian: “Jangan lepaskan pandangan matamu dari terang bintang ini, supaya kamu tidak tergulung oleh ombak, jika badai pencobaan muncul. Jika kamu terhempas ke dinding batu karang penderitaan, karena angin taufan, lihatlah bintang samudera, teriaklah kepada Bunda Maria. Jika kamu tergulung oleh ombak kesombongan, ambisi, kecemburuan, dan persaingan, lihatlah bintang itu, dan panggillah Bunda Maria. Jika kemarahan, keserakahan, atau nafsu kedagingan, secara paksa menyerang bejana jiwamu yang rapuh, lihatlah bintang itu, dan panggillah Bunda Maria.”


“Dalam bahaya, dalam keputus-asaan, dan dalam keraguan, panggillah Bunda Maria. Dia tidak akan pergi dari bibirmu atau hilang dari hatimu, dan kamu akan memperoleh pengantaraannya, tirulah sikap dan perilakunya. Ketika kamu mengikuti dia, kamu tidak akan tersesat. Ketika ia membimbingmu, kamu akan yakin sampai kepada kehidupan kekal. Dan dengan pengalamanmu itu, kamu akan menemukan dia yang disebut dengan nama “Maria Bintang Samudera.”

Paus Pius XII dalam ensiklik Doctor Mellifluus, juga mengutip Santo Bernardus dari Clairvaux yang mengatakan: “Maria … dipanggil dengan julukan “Bintang Samudera”, suatu gelar yang memang cocok untuk Santa Perawan Maria yang sinar terangnya sama seperti sinar terang Bintang Samudera”. Dengan gelar ini, Santa Perawan Maria dipercayai untuk menjadi pembimbing, pengarah, dan pelindung bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan mencari kehidupan.

“Hidup manusia adalah sebuah perjalanan”, kata Paus Benediktus XVI, dalam ensiklik Spe Salvi. “Hidup itu serupa dengan sebuah perjalanan sejarah di laut, kadang gelap dan berbadai, sebuah perjalanan di mana kita menantikan bintang yang dapat menunjukkan arah jalan. Bintang sejati dari hidup kita adalah orang-orang yang menghayati hidupnya secara baik. Mereka itulah terang pengharapan. Tentu saja, Yesus Kristus adalah terang sejati, matahari yang memberikan sinar di atas segala bangsa dalam sejarah. Tetapi untuk menjangkau Dia, kita juga membutuhkan terang-terang yang dekat dengan orang-orang yang membawa sinarnya dan membimbing kita sepanjang perjalanan hidup kita.”

Gereja Stella Maris memang berada dekat Laut Mediterania, tepatnya di Bukit Karmel yang menghadap Pelabuhan Haifa. Seperti yang telah disinggung dalam tulisan JejakLangkah 4, Haifa, kota ketiga terbesar dan merupakan ibu kota daerah utara adalah jantung dari Israel.  Seperti yang kita ketahui bahwa kota ini terletak di teluk antara Laut Mediterania dan Gunung Karmel. Pemandangan daerah yang bertingkat-tingkat di kota ini memberikan panorama yang menakjubkan, memberikan sensasi bagi para pengunjungnya seakan-akan berada di alam surga. Ke arah timur laut, menyeberangi air yang berkilauan di pelabuhan terdapat kota benteng abad pertengahan. Di sebelah utara, bila cuaca bagus, tampaklah Rosh Hanikra, jurang putih, di perbatasan Israel – Libanon. Bila ke timur menjulang Gunung Hermon dengan puncak saljunya.

Gereja Stella Maris (Stella Maris Church) atau dikenal juga sebagai Biara Karmelit – Muhraka. Menurut  http://bit.ly/money_crypto     Gereja Stella Maris dibangun pada tahun 1836 di atas bekas gereja pertama dari zaman Byzantium. Dahulu gereja ini pernah digunakan sebagai rumah sakit pada zaman Napoleon Bonaparte pada tahun 1799. Gereja ini dikelola oleh imam dari ordo Karmelit. Di bagian dalam gereja ini terdapat sebuah gua kecil yang berada di bawah altar. Gua ini diyakini pernah digunakan oleh Nabi Elia untuk tinggal.

(kubah G. Stella Maris)
Selain Gereja Stella Maris, tempat ini juga merupakan sebuah biara kecil dari ordo Karmelit yang letaknya berada di puncak bukit Karmel. Tempat ini diyakini sebagai tempat pertarungan Nabi Elia dengan para Nabi Baal yang kemudian dimenangkan oleh Nabi Elia. Di tempat ini terdapat sebuah patung yang melukiskan Nabi Elia menginjak Nabi Baal.

(Nabi Elia)
Biara Stella Maris atau Biara Our Lady of Mount Carmel adalah biara Karmelit yaitu para biarawan yang mengambil spiritualitas dari Nabi Elia. Pada abad ke-12, selama pemerintahan Tentara Salib di wilayah itu, kelompok-kelompok pertapa agama mulai menghuni gua-gua di daerah ini dengan meniru cara hidup Elia, sang nabi. Pada awal abad ke-13, pemimpin mereka (disebut dalam buku aturan mereka hanya sebagai 'Saudara B’) kadang-kadang disebut oleh para pendukung menjadi Santo Brocard atau Santo Bertold,  meminta kepada pemimpin agama di Yerusalem, Santo Albert, untuk memberi kelompok mereka aturan hidup yang tertulis.


St. Bertold
Ini adalah awal mula munculnya Ordo Karmelit, yang mengambil nama 'Ordo Para Bruder Bunda Maria dari Gunung Karmel' atau Karmelit. Hidup karya mereka didedikasikan untuk Perawan Maria dalam gelar Bunda Maria Bintang Laut, (Latin: Stella Maris). Dalam beberapa dekade, para pertapa biarawan ini ke luar dari Tanah Suci yang sedang berkonflik sehingga Ordo Karmelit menyebar ke seluruh Eropa dan seluruh dunia.
(Karmelit)
Ketika Tanah Suci jatuh pada tahun 1291 ke tangan Mamluk, orang-orang Karmelit terpaksa menarik diri dari Tanah Suci. Pada tahun 1631 cabang ari Ordo Karmel kembali ke Tanah Suci, dipimpin oleh Pastor Prosper. Dia memiliki sebuah biara kecil yang dibangun di sebuah tanjung dekat Gunung Karmel, berdekatan dengan mercusuar.  Para biarawan tinggal di sana sampai tahun 1761.  Ketika Zahir al-Umar, penguasa Galilea yang saat itu secara efektif merdeka, memerintahkan mereka untuk mengosongkan situs dan menghancurkan biara tersebut.

Ordo Karmel kemudian pindah ke lokasi saat ini, menempati tepat di atas gua tempat Nabi Elia dikatakan pernah hidup. Di sini mereka membangun sebuah gereja besar dan biara. Pertama-tama mereka membersihkan situs reruntuhan gereja Yunani abad pertengahan, yang dikenal sebagai "Biara St. Margaret" dan sebuah kapel, diperkirakan berasal dari zaman Kekaisaran Bizantium.
Gereja baru yang mereka bangun,  rusak parah dalam kampanye Napoleon pada tahun 1799. Prajurit Prancis yang sakit dan terluka ditampung di biara, dan ketika Napoleon mundur, orang-orang Turki membantai para tentara dan mengusir para biarawan.

Pada tahun 1821, Abdullah Pasha dari Acre memerintahkan agar gereja yang rusak  dihancurkan  total, sehingga tidak dapat berfungsi sebagai benteng bagi musuh-musuhnya ketika ia menyerang Yerusalem. Batu-batu dari banguan lama digunakan untuk membangun istana musim panas Abdullah Pasha dan mercusuar,  yang akhirnya dijual kembali ke ordo Karmelit pada tahun 1846.
Gereja dan biara saat ini, dibangun di bawah perintah Bruder Cassini, dibuka pada tahun 1836. Tiga tahun kemudian Paus Gregorius XVI menganugerahkan gelar Basilika Kecil di tempat kudus tersebut, dan sekarang dikenal sebagai "Stella Maris".

Gereja utama menyerupai bentuk salib. Kubahnya dihiasi oleh lukisan berwarna-warni berdasarkan motif dari Perjanjian Lama dan Baru: Elia naik ke surga, Daud memetik harpa-nya, ada Nabi Yesaya, Keluarga Suci Nazareth dan Empat Penginjil. Prasasti dalam bahasa Latin dari ayat-ayat Alkitab ditulis di sekitar kubah. Biara berfungsi sebagai pusat kerohanian Karmelit di seluruh dunia. Simbol Ordo dipasang tepat di atas pintu masuk.

Altar berdiri di atas platform tinggi yang terletak di atas sebuah gua kecil yang terkait dengan Elia. Altar di atas gua didominasi oleh patung Perawan Maria yang membawa Yesus di pangkuannya, yang dikenal sebagai "Our Lady of Mount Carmel".


Demikian keindahan dari tempat itu begitu nyata di hadapan mata. Dikarenakan tempat  ini berada di puncak Bukit Karmel, maka pemandangan dari tempat ini elok sejauh mata ke lembah dan pantai yang ada di bawahnya. Kala memandang kita dapat melihat lembah Jezreel yang hijau, kawasan Galilea, dan bahkan Gunung Hermon. Betapa saya diberkati-Nya dapat menyaksikan keindahan ini dan dapat kembali menginjakkan kaki saya di tempat kudus ini.



(Ch. Enung Martina: Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah melayani,  kepada seluruh tour guide, crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)


1 komentar: