GEREJA
BINTANG SAMUDRA, GUNUNG KARMEL
Stella Maris adalah gelar kuno bagi Santa Perawan Maria,
dalam bahasa Latin, yang bermakna Bintang Samudra. Gelar kuno ini dikenakan
untuk Santa Perawan Maria, Bunda Yesus Kristus. Kata “Bintang Samudera”
merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Latin “Stella Maris”, yaitu
suatu gelar yang diberikan oleh Gereja untuk Bunda Maria pada abad ke-9. Sudah
lebih dari seribu tahun, gelar itu dipakai untuk menekankan peran Bunda Maria
sebagai tanda harapan dan sebagai bintang pembimbing bagi orang Kristiani.
Saya mendapatkan sumber lengkap menjelaskan Stella Maris dari
http://villadulcis.blogspot.com yang menuliskan:
Landasan dasar teologis dari gelar Bintang Samudera untuk
Bunda Maria ditemukan di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, yaitu: Kitab
Raja-raja (1Raj 18: 41-45). Teks dari Kitab Raja-raja ini menunjuk pada
segumpal awan kecil yang nampak di laut sebagai tanda harapan bahwa hujan akan
turun dan tanah-tanah segera akan dibebaskan dari bahaya kekeringan. Segumpal
awan kecil (sebesar kepalan tangan manusia) yang nampak dari Gunung Karmel itu
dipercaya sebagai Bintang Samudera, dan Bunda Maria seperti hujan yang turun
lebat merupakan tanda harapan yang mewartakan pembebasan dan pembaruan.
Stella Maris
Dalam teks Kitab Raja-raja itu, dikatakan bahwa awan kecil
tampak di atas laut. Awan itu ditafsirkan sebagai sebuah tanda yang memberikan
harapan bagi orang-orang yang sedang dalam penderitaan karena kekeringan.
Melihat awan itu, mereka menjadi tahu bahwa hujan akan segera datang dan
kekeringan pun segera berakhir. Gambaran dalam Kitab Suci ini merupakan
peristiwa yang sangat sempurna dapat melukiskan gelar “Bintang Samudera” untuk
Bunda Maria, yang membantu siapa saja yang terkena bahaya badai di laut. Di
sini Bunda Maria memberikan harapan hujan, dan bukan menghentikan badai. Maka,
kerapkali Bunda Maria dipandang sebagai pribadi yang memberikan harapan kepada
mereka yang tak berpengharapan dan membantu mereka yang dalam keadaan
putus-asa.
Kita menjadi tahu lebih lanjut tentang betapa pentingnya
Bintang Samudera itu bagi hidup kita, ketika kita membaca kembali sebuah madah
doa yang pernah ditulis oleh Santo Bernardus dari Clairvaux, Pada abad ke-12,
yang menyatakan demikian: “Jangan lepaskan pandangan matamu dari terang bintang
ini, supaya kamu tidak tergulung oleh ombak, jika badai pencobaan muncul. Jika
kamu terhempas ke dinding batu karang penderitaan, karena angin taufan,
lihatlah bintang samudera, teriaklah kepada Bunda Maria. Jika kamu tergulung
oleh ombak kesombongan, ambisi, kecemburuan, dan persaingan, lihatlah bintang
itu, dan panggillah Bunda Maria. Jika kemarahan, keserakahan, atau nafsu
kedagingan, secara paksa menyerang bejana jiwamu yang rapuh, lihatlah bintang
itu, dan panggillah Bunda Maria.”
“Dalam bahaya, dalam keputus-asaan, dan dalam keraguan,
panggillah Bunda Maria. Dia tidak akan pergi dari bibirmu atau hilang dari
hatimu, dan kamu akan memperoleh pengantaraannya, tirulah sikap dan
perilakunya. Ketika kamu mengikuti dia, kamu tidak akan tersesat. Ketika ia
membimbingmu, kamu akan yakin sampai kepada kehidupan kekal. Dan dengan
pengalamanmu itu, kamu akan menemukan dia yang disebut dengan nama “Maria
Bintang Samudera.”
Paus Pius XII dalam ensiklik Doctor Mellifluus, juga mengutip
Santo Bernardus dari Clairvaux yang mengatakan: “Maria … dipanggil dengan
julukan “Bintang Samudera”, suatu gelar yang memang cocok untuk Santa Perawan
Maria yang sinar terangnya sama seperti sinar terang Bintang Samudera”. Dengan
gelar ini, Santa Perawan Maria dipercayai untuk menjadi pembimbing, pengarah,
dan pelindung bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan mencari kehidupan.
“Hidup manusia adalah sebuah perjalanan”, kata Paus
Benediktus XVI, dalam ensiklik Spe Salvi. “Hidup itu serupa dengan sebuah
perjalanan sejarah di laut, kadang gelap dan berbadai, sebuah perjalanan di
mana kita menantikan bintang yang dapat menunjukkan arah jalan. Bintang sejati
dari hidup kita adalah orang-orang yang menghayati hidupnya secara baik. Mereka
itulah terang pengharapan. Tentu saja, Yesus Kristus adalah terang sejati,
matahari yang memberikan sinar di atas segala bangsa dalam sejarah. Tetapi
untuk menjangkau Dia, kita juga membutuhkan terang-terang yang dekat dengan
orang-orang yang membawa sinarnya dan membimbing kita sepanjang perjalanan
hidup kita.”
Gereja Stella Maris memang berada dekat Laut Mediterania,
tepatnya di Bukit Karmel yang menghadap Pelabuhan Haifa. Seperti yang telah
disinggung dalam tulisan JejakLangkah 4, Haifa, kota ketiga terbesar dan merupakan ibu kota daerah utara
adalah jantung dari Israel. Seperti yang
kita ketahui bahwa kota ini terletak di teluk antara Laut Mediterania dan
Gunung Karmel. Pemandangan daerah yang bertingkat-tingkat di kota ini
memberikan panorama yang menakjubkan, memberikan sensasi bagi para
pengunjungnya seakan-akan berada di alam surga. Ke arah timur laut,
menyeberangi air yang berkilauan di pelabuhan terdapat kota benteng abad
pertengahan. Di sebelah utara, bila cuaca bagus, tampaklah Rosh Hanikra, jurang
putih, di perbatasan Israel – Libanon. Bila ke timur menjulang Gunung Hermon
dengan puncak saljunya.
Gereja Stella Maris (Stella Maris Church) atau dikenal juga
sebagai Biara Karmelit – Muhraka. Menurut http://bit.ly/money_crypto Gereja Stella Maris dibangun pada tahun
1836 di atas bekas gereja pertama dari zaman Byzantium. Dahulu gereja ini
pernah digunakan sebagai rumah sakit pada zaman Napoleon Bonaparte pada tahun
1799. Gereja ini dikelola oleh imam dari ordo Karmelit. Di bagian dalam gereja
ini terdapat sebuah gua kecil yang berada di bawah altar. Gua ini diyakini
pernah digunakan oleh Nabi Elia untuk tinggal.
(kubah G. Stella Maris)
Selain Gereja Stella Maris, tempat ini juga merupakan sebuah
biara kecil dari ordo Karmelit yang letaknya berada di puncak bukit Karmel.
Tempat ini diyakini sebagai tempat pertarungan Nabi Elia dengan para Nabi Baal
yang kemudian dimenangkan oleh Nabi Elia. Di tempat ini terdapat sebuah patung
yang melukiskan Nabi Elia menginjak Nabi Baal.
(Nabi Elia)
Biara Stella Maris atau Biara Our Lady of Mount Carmel adalah biara Karmelit yaitu para biarawan
yang mengambil spiritualitas dari Nabi Elia. Pada abad ke-12, selama
pemerintahan Tentara Salib di wilayah itu, kelompok-kelompok pertapa agama
mulai menghuni gua-gua di daerah ini dengan meniru cara hidup Elia, sang nabi.
Pada awal abad ke-13, pemimpin mereka (disebut dalam buku aturan mereka hanya
sebagai 'Saudara B’) kadang-kadang disebut oleh para pendukung menjadi Santo Brocard atau Santo Bertold, meminta
kepada pemimpin agama di Yerusalem, Santo Albert, untuk memberi kelompok mereka
aturan hidup yang tertulis.
St. Bertold
Ini adalah awal mula munculnya Ordo Karmelit, yang mengambil
nama 'Ordo Para Bruder Bunda Maria dari Gunung Karmel' atau Karmelit. Hidup
karya mereka didedikasikan untuk Perawan Maria dalam gelar Bunda Maria Bintang
Laut, (Latin: Stella Maris). Dalam beberapa dekade, para pertapa biarawan ini ke
luar dari Tanah Suci yang sedang berkonflik sehingga Ordo Karmelit menyebar ke
seluruh Eropa dan seluruh dunia.
(Karmelit)
Ketika Tanah Suci jatuh pada tahun 1291 ke tangan Mamluk,
orang-orang Karmelit terpaksa menarik diri dari Tanah Suci. Pada tahun 1631
cabang ari Ordo Karmel kembali ke Tanah Suci, dipimpin oleh Pastor Prosper. Dia
memiliki sebuah biara kecil yang dibangun di sebuah tanjung dekat Gunung Karmel,
berdekatan dengan mercusuar. Para
biarawan tinggal di sana sampai tahun 1761.
Ketika Zahir al-Umar, penguasa Galilea yang saat itu secara efektif
merdeka, memerintahkan mereka untuk mengosongkan situs dan menghancurkan biara
tersebut.
Ordo Karmel kemudian pindah ke lokasi saat ini, menempati
tepat di atas gua tempat Nabi Elia dikatakan pernah hidup. Di sini mereka
membangun sebuah gereja besar dan biara. Pertama-tama mereka membersihkan situs
reruntuhan gereja Yunani abad pertengahan, yang dikenal sebagai "Biara St.
Margaret" dan sebuah kapel, diperkirakan berasal dari zaman Kekaisaran
Bizantium.
Gereja baru yang mereka bangun, rusak parah dalam kampanye Napoleon pada tahun
1799. Prajurit Prancis yang sakit dan terluka ditampung di biara, dan ketika
Napoleon mundur, orang-orang Turki membantai para tentara dan mengusir para
biarawan.
Pada tahun 1821, Abdullah Pasha dari Acre memerintahkan agar
gereja yang rusak dihancurkan total, sehingga tidak dapat berfungsi sebagai
benteng bagi musuh-musuhnya ketika ia menyerang Yerusalem. Batu-batu dari
banguan lama digunakan untuk membangun istana musim panas Abdullah Pasha dan
mercusuar, yang akhirnya dijual kembali
ke ordo Karmelit pada tahun 1846.
Gereja dan biara saat ini, dibangun di bawah perintah Bruder
Cassini, dibuka pada tahun 1836. Tiga tahun kemudian Paus Gregorius XVI
menganugerahkan gelar Basilika Kecil di tempat kudus tersebut, dan sekarang dikenal
sebagai "Stella Maris".
Gereja utama menyerupai bentuk salib. Kubahnya dihiasi oleh
lukisan berwarna-warni berdasarkan motif dari Perjanjian Lama dan Baru: Elia naik
ke surga, Daud memetik harpa-nya, ada Nabi Yesaya, Keluarga Suci Nazareth dan
Empat Penginjil. Prasasti dalam bahasa Latin dari ayat-ayat Alkitab ditulis di
sekitar kubah. Biara berfungsi sebagai pusat kerohanian Karmelit di seluruh
dunia. Simbol Ordo dipasang tepat di atas pintu masuk.
Altar berdiri di atas platform tinggi yang terletak di atas
sebuah gua kecil yang terkait dengan Elia. Altar di atas gua didominasi oleh
patung Perawan Maria yang membawa Yesus di pangkuannya, yang dikenal sebagai
"Our Lady of Mount Carmel".
Demikian keindahan dari tempat itu begitu nyata di hadapan
mata. Dikarenakan tempat ini berada di
puncak Bukit Karmel, maka pemandangan dari tempat ini elok sejauh mata ke
lembah dan pantai yang ada di bawahnya. Kala memandang kita dapat melihat
lembah Jezreel yang hijau, kawasan Galilea, dan bahkan Gunung Hermon. Betapa
saya diberkati-Nya dapat menyaksikan keindahan ini dan dapat kembali
menginjakkan kaki saya di tempat kudus ini.
(Ch. Enung Martina:
Teriring ucapan terima kasih tak terhingga kepada : Sr. Francesco Maryanti,OSU
yang menjadi jalan semua ini teralami, Romo Hendra Suteja, SJ pembimbing rohani
yang kepada beliau kebijaksanaan diberikan Tuhan, kepada Romo Sugeng yang mempunyai
talenta untuk menghibur, kepada Mas Edi dan Mas Engki yang tak lelah
melayani, kepada seluruh tour guide,
crew di bis, dan seluruh peserta ziarah dari Keluarga besar Santa Ursula BSD.)
Baca juga:
https://ursaminorblog.blogspot.com/2019/07/jejak-langkah-4.html
https://ursaminorblog.blogspot.com/2019/07/jejak-langkah-3.html
https://ursaminorblog.blogspot.com/2019/07/jejak-langkah-2.html
https://ursaminorblog.blogspot.com/2019/07/jejak-langkah-1.html
https://ursaminorblog.blogspot.com/2019/07/jejak-langkah-4.html
https://ursaminorblog.blogspot.com/2019/07/jejak-langkah-3.html
https://ursaminorblog.blogspot.com/2019/07/jejak-langkah-2.html
https://ursaminorblog.blogspot.com/2019/07/jejak-langkah-1.html
menarik
BalasHapus