DIA YANG PERGI
(Puisi mengenangkan Ayahku)
Tak ada lagi yang berbicara tentang ladang
atau rinai hujan di antara kaki bukit
Dia yang mengenalkanku pada jejak embun pagi
pada barisan laron dan jua cericit pipit di pohon kopi
Dalam dinginnya pagi ia pergi
dan kutahu tak akan kembali
untuk sekedar berdiang menghangatkan diri di tungku api
Dalam hembusan angin kering bulan Oktober
Dia pergi meninggalkanku
dalam untaian doa yang tak pernah usai
Meski tak terucap pesan khusus
atau sebaris sajak yang tergores
aku tahu sajaknya ada pada rintik gerimis
dan puisinya pada sebaris pelangi
Restunya hanya untukku
Akan selalu kukenangkan dia
dalam rintik gerimis dan kaki-kaki hujan
di suatu senja di masa kecilku
(28 Oktober 1996)
SAJAK UNTUK AYAH
(Kutulis untuk mengenang ayahku yang telah tiada dan juga penghormatan kepada semua ayah di dunia)
Aku masuk di dalam relungmu
Membayangkan kelepak sayap
Terbang membahana menukik miring
di ketinggian angkasa
Aku merasuk ke dalam sukmamu
mencari semesta yang terpecah
Mungkin aku masih bisa temukan
serpihannya untuk kubuat mozaik
Aku masuk ke alam logikamu
memungut pengetahuan tentang hidup
yang kudapati sebuah dalil
hidup bukan untuk diketahui tapi untuk dijalani
Aku menelusup ke dalam ingatan bawah sadarmu
untuk mencari butiran lepas masa silam
yang mengaitkan pada titik kekinian
Aku menyusup dalam pikiranmu
untuk melihat apakah ada satu ide yang gagal
dan masih melingkar liar menjalari otak reptilmu
dan membuka katup otak mamaliamu
hingga disadari neokorteksmu
dan seekor merpati melesat terbang
tinggi menukik dari kedalaman hatimu
yang gulita dan pekat dan merah marun
ia membumbung menuju pada kebebasannya
pada angkasa biru yang kemerlap
dan gumpalan awan seputih kapas.
(Medio Maret 2009: Teh Enung Martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar