REFLEKSI DI PAGI HARI
“Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seuai perkataanmu”
Kata-kata ini diucapkan Maria ketika Malaikat Gabriel datang membawa kabar suka cita bahwa Maria akan mengandung dari Roh Kudus. Kalimat itu sering kubaca dan sering kudenagr. Rasanya biasa saja. Aku tahu itu bermakna, tetapi aku menanggapinya secara biasa-biasa sehingga tak ada yang istimewa. Hingga suatu hari ayat itu benar-benar membuat aku merenungkan seluruh hidupku, empat puluh tahun lebih. Hal ini terjadi ketika akhir tahun 2008. Akhirnya kata-kata ini juga yang menjadi refleksiku pada saat ziarah keluarga ke Jawa Tengah pada akhir Desember 2008.
Kata-kata itu menjadi begitu menyentuhku karena ada beberapa alasan:
Kata-kata itu di- sms- kan sahabat lama pada tanggal 21 desember 2008. Mengingat persahabatan kami sudah terputus 19 tahun, dan kini berkat kemurahan Tuhan tersambung kembali. Mengingat juga persahabatan kami unik karena waktu remaja kami bersahabat sekitar 4 tahun, nyambung lagi sesudah 19 tahun terpisah, dan dari semua itu yang paling aneh lagi, kami belum pernah berjumpa muka.
Alasan lain bahwa dalam setiap perjalanan hidupku terutama hal-hal yang penting dan sukar serta menentukan kelangsungan hidup (misalnya: memilih sekolah, perjuangan selama sekolah, memilih karir, memilih pasangan hdup, kehamilan, kelahiran, anak sakit, membesarkan anak, roda hidup berumah tangga, perekonomian keluarga dll), Bunda Maria selalu mendampingiku. Dia selalu menjadi bagian dari peristiwa-peristiwa penting hidupku.
Alasan ketiga, aku melihat dan merenungkan bahwa kehidupan Bunda Maria atau Siti Mariam, atau Diah Maria, atau Mama Mia, Madona, atau berbagai sebutan untuk perempuan saleh nan sederhana ini, selalu patuh, taat, setia, dan penyerahan total kepada Alla Yahwe yang dia sembah.
Menyadari, merasakan, dan juga merenungkan aneka gejolak rasa, harapan, hasrat, impian, doa, dalam perjalanan hidupku sejak dulu, sekarang, hingga masa mendatang. Aku tak bisa lakukan apa pun kalau bukan karena cinta Allah kepadaku.
Doa perempuan sederhaa ini menguatkanku dalam setiap langkahku. Terkadang aku tak bisa bercerita pada siapa pun juga pada ibuku sendiri untuk masalah tertentu, maka aku bisa bercerita kepada Ibu yang satu ini, yang selalu siap mendengarkan, dan itu membuatku merasa lebih baik dan lebih siap untuk menghadapi apa-pun persolan yang kuhadapi kala aku sudah membicarakannya dengan dia.
Selain itu melihat keadaan jaman yang semakin tak menentu yang membutuhkan pegangan iman yang kuat, maka aku memutuskan bahwa aku memang harus cerdas seperti ular dan tulus seperti merpati. Untuk menjadi demikian itu tentu tidak mudah. Ada banyak godaan, halangan, rintangan dari berbagai madhab, dan yang paling besar adalah tantangan dari diri sendiri. Maka aku bertekad kuat bahwa tak ada cara lain selain memasrahkan hidupku ini kepada Sang Pemilik Kehidupan itu sendiri.
Aku yakin bahwa Sang Pencipta Hidup memiliki rancangan keselamatan dan damai sejahtera untukku. Dalam setiap perjalanan hidupku ada banyak permasalahan yang kuhadapi, tetapi toh aku bisa melaluinya dengan baik dan tak kurang suatu apa pun hingga saat ini. Aku dan keluargaku masih baik-baik saja, bahkan teramat baik.
Tak bisa dipungkiri bahwa selama perjalanan hidupku ada masa-masa gelap yang aku harus hadapi. Ada masa di mana Tuhan rasanya begitu jauh tak terjangkau dan tak peduli serta asing sekali. Rasanya hidup teras berat dan beban menekan serta mendesak. Waktu-waktu seperti itu aku rasakan dan aku habiskan dalam segudang tanya da air mata.
Kehidupan memang ada pasang dan ada surutnya. Ada susah an ada senangnya. Kala kita senang kita diajarkan untuk selalu ingat akan Tuhan dan besyukur untuk semua anugrah dan limpahan-Nya. Kala kita sedih kita juga diajarkan untuk bersyukur dan belajar bertahan dalam iman. Penderitaanlah yang membuat pribadi seseorang sangat kuat dan a lot tak tergoyahkan oleh hujan badai kehidupan.
Maka aku bertekad untuk melakukan permenungnaku dalam ziarah hidupku dan selalu mendasarkan diri pada perkataan seorang perempan sederhana dari sebuah desa Nazareth ribuan tahun yang alu:
“Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seuai perkataanmu”
Ch. Enung Martina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar