Jumat, 22 Mei 2009

SAYAP - SAYAP PEMIKIRAN GIBRAN 4

GIBRAN TENTANG KEIMANAN dan KETUHANAN

Iman adalah sebuah oasis di gurun hati yang tidak pernah bisa dicapai oleh kafilah pemikiran. Iman sebagai oase menantang mata fisik dan mental manusia. Iman bukan sesuatu yang bisa disentuh secara fisik. Bagi dunia ilmiah: iman adalah halusiansi fiksi. Bagi halusinator: iman adalah sesuatu yang nyata.

Gibran berpendapat bahwa iman merupakan pengetahuan dalam hati, tidak memerlukan bukti. Namun, Gibran mengakui bahwa iman bukan suatu ketidaktahuan yang buta, mekanis, atau kebiasaan. Iman dalam dirinya merupakan sumber pengetahuan yang tidak dikenal bagi pemikiran ilmiah. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan Tuhan, keabadian, nasib manusia, asal-usul manusia, dll. Iman melihat kebenaran lebih cepat daripada pengalaman.

Kebutuhan akan penjelasan tentang iman merupakan tanda kelemahan. Kebenaran yang masih memerlukan bukti adalah kebenaran yang masih separo diri. Bagi Gibran, iman lebih tinggi daripada sains.

Iman tidak lepas dari ke-Tunan-an dengan segala ciptaan dan keagungan-Nya. Gibran yakin akan konsep penciptaan. Dia beranggapan tak ada keterpisahan antara Tuhan dan karya-Nya. Tuhan mewahyukan diri-Nya melalui alam dan dalam manusia. Tuhan mendiami setiap bagian kosmos, di sisi lain Tuhan berkembang menjadi mikroteos dalam manusia. Gibran menegaskan secara sederhana: Tuhan-alam-manusia merupakan nebula tunggal.

Menurut pemahaman Gibran kesadaran manusia merupakan ujung terakhir dalam mata rantai evolusi ilahiah. “Kita lebih daripada yang kita pikirkan. Kita lebih daripada yang kita tahu.”

Tuhan hadir di mana-mana. Seluruh ciptaan membuktikan kehadiran Tuhan, Sang Pencipta.

Di samping itu, Gibran adalah pengagum berat Jesus dari Nazareth dan filsafat-Nya tentang kehidupan. Dalam bukunya yang berjudul Jesus the Son of Man menekankan gambaran manusiawi kepribadian Kristus. Gibran mengungkapkan Jesus orang Nazareth sebagai orang yang memiliki emosi ambivalen: kebaikan terhadap para pendosa. Jesus adalah seorang manusia yang memiliki kebaikan bersahabat, dan sekaligus memiliki emosi yang sebaliknya: marah, melawan, dan memberontak. Namun, Gibran juga percaya akan ketuhanan Jesus yang datang ke bumi ini untuk menyelamatkan manusia.


(teh Nung: yang tak pernah selesai untuk belajar menambah iman agar imannya bisa menjadi sebesar titik debu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar