Minggu, 10 Juni 2018

AMBON MANISE 5


BATU LAYAR


Batu layar itulah nama yang diberikan pada karang yang berada persis di jalan desa yang merupakan jalan utama untuk berlalu lalang. Kenapa disebut batu layar? Memang disebut demikian karena batu ini berbentuk seperti layar perahu. Karang ini terletak di desa Larike yang berada di Jasirah Leihitu.  Desa Larike masuk wilayah Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah. Perjalanan dari Kota Ambon   kurang labih  1 jam.

Kakak Jack,  pengemudi bis I mengarahkan bis kecil  ke Desa Larike. Jalan kecil, menanjak, menurun, bahkan ada yang masih berbatu, stetapi cukup mengasyikkan berpetualang di pedesaan Ambon. Ada juga jalan menurun yang cukup curam. Namun karena pengemudi sudah pernah ke sini walau tidak sering, lumayan dapat mengikis rasa takut. Bahkan, Kakak jack dengan sengaja membawa bis kami lebih cepat lagi.

 Desa Larike salah satu pusat kopra, cengkeh, yang menjadi incaran VOC pada zaman  dulu.

Dua buah batu setinggi kurang lebih 5 meter yang terletak di pinggir pantai, yang jika dilihat dari kejauhan, layaknya layar dari sebuah kapal. Sekilas pantai ini terlihat biasa saja, tetapi ada satu keunikan yang terdapat pada pantai ini, yaitu Batu Layar yang merupakan formasi dua buah karang yang memiliki bentuk yang unik dengan posisi berdiri hampir 90 derajat.  Karena bentuk yang unik ini, ketika dilihat maka formasi dua batu ini membentuk gambaran sebuah layar perahu atau kapal.

Batu Layar yang menjadi icon pantai desa Larike, Ambon, Maluku. Ketika dilihat dari jauh, formasi dua batu ini terlihat begitu menonjol karena tidak terdapat karang lain di sekitar lokasi ini yang memiliki volume yang sebanding dengan dua batu karang tersebut.

Karena merupakan objek wisata alam dan terletak di pinggir jalan raya (tidak besar, tetapi dapat dilalui mobil), untuk menikmati Batu Layar tidak memerlukan uang. Cukup turun dari mobil, naik ke atas bebatuannya, dan kita sudah bisa menikmati pemandangan lautan luas. Sama seperti objek wisata pantai lainnya, pada siang hari matahari bisa sangat terik, tetapi tidak menghalami indahnya pemandangan. Hanya saja, karena tidak ada yang mengelola tempat ini, traveler tidak akan menemukan tempat berteduh, warung makan, atau segala fasilitas wisata lainnya. Bisa dibilang tempat ini masih sangat alami. Ketika kami ke sana hanya ada warung kecil pemiliknya seorang mama setengah baya yang ramah. Jualan mama ini adalah seputar mi instan, kopi, dan cemilan.

Saya tidak mendapat informasi cerita rakyat Ambon seputar Batu layar. Namun, bila dilihat dari bentuk pantainya, pantai di sekitar batu Layar termasuk pantai yang curam. Menurut ilmu geografi, permukaan pantai terbentuk karena pengaruh gelombang, gletsyer, angin, arus dan pasang. Semua  tadi hal  merupakan tenaga pengikis, pengangkut,  dan pengendap material yang mampu mengubah bentuk suatu material. Material tersebut termasuk batu karang.

Bila dilihat dari bentuknya pantai di sekitar Batu Layar ini bisa tergolong ke dalam jenis pantai fyord, yaitu pantai yang berlekuk-lekuk panjang smepit dan tebingnya cura. Pantai ini terbentuk akrena ,kikisan gletsyer.  Atau b isa jadi juga merupakan jenis pantai sekaren, karena pantai ini tidak jauh masuk ke darat di mukanya terdapat banyak pulau – pulau kecil. Salah satu pulaunya adalah Pulau Tiga.  Atau kemungkinan adalah jenis pantai ini adalah pantai ria yang menyerupai Pantai fyord. Bedanya pada pantai Ria pada bagian muaranya dan lebih besar dan tebingnya lebih curam, pantai ini terbentuk  karena lembah sungai yang tergenang air. Saya tidak dapat memastikannya. Para ahli kepantaian yang lebih tahu. Walahu-alam.  
(Ch. Enung Martina)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar