BATU LAYAR
Batu layar itulah nama yang diberikan pada karang yang berada
persis di jalan desa yang merupakan jalan utama untuk berlalu lalang. Kenapa
disebut batu layar? Memang disebut demikian karena batu ini berbentuk seperti
layar perahu. Karang ini terletak di desa Larike yang berada di Jasirah Leihitu.
Desa Larike masuk wilayah Kecamatan
Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah. Perjalanan dari Kota Ambon kurang labih
1 jam.
Kakak Jack, pengemudi
bis I mengarahkan bis kecil ke Desa
Larike. Jalan kecil, menanjak, menurun, bahkan ada yang masih berbatu, stetapi
cukup mengasyikkan berpetualang di pedesaan Ambon. Ada juga jalan menurun yang
cukup curam. Namun karena pengemudi sudah pernah ke sini walau tidak sering,
lumayan dapat mengikis rasa takut. Bahkan, Kakak jack dengan sengaja membawa
bis kami lebih cepat lagi.
Desa Larike salah satu
pusat kopra, cengkeh, yang menjadi incaran VOC pada zaman dulu.
Dua buah batu setinggi kurang lebih 5 meter yang terletak di
pinggir pantai, yang jika dilihat dari kejauhan, layaknya layar dari sebuah
kapal. Sekilas pantai ini terlihat biasa saja, tetapi ada satu keunikan yang
terdapat pada pantai ini, yaitu Batu Layar yang merupakan formasi dua buah
karang yang memiliki bentuk yang unik dengan posisi berdiri hampir 90
derajat. Karena bentuk yang unik ini,
ketika dilihat maka formasi dua batu ini membentuk gambaran sebuah layar perahu
atau kapal.
Batu Layar yang menjadi icon pantai desa Larike, Ambon, Maluku.
Ketika dilihat dari jauh, formasi dua batu ini terlihat begitu menonjol karena
tidak terdapat karang lain di sekitar lokasi ini yang memiliki volume yang
sebanding dengan dua batu karang tersebut.
Karena merupakan objek wisata alam dan terletak di pinggir
jalan raya (tidak besar, tetapi dapat dilalui mobil), untuk menikmati Batu
Layar tidak memerlukan uang. Cukup turun dari mobil, naik ke atas bebatuannya,
dan kita sudah bisa menikmati pemandangan lautan luas. Sama seperti objek
wisata pantai lainnya, pada siang hari matahari bisa sangat terik, tetapi tidak
menghalami indahnya pemandangan. Hanya saja, karena tidak ada yang mengelola
tempat ini, traveler tidak akan menemukan tempat berteduh, warung makan, atau
segala fasilitas wisata lainnya. Bisa dibilang tempat ini masih sangat alami. Ketika
kami ke sana hanya ada warung kecil pemiliknya seorang mama setengah baya yang
ramah. Jualan mama ini adalah seputar mi instan, kopi, dan cemilan.
Saya tidak mendapat informasi cerita rakyat Ambon seputar
Batu layar. Namun, bila dilihat dari bentuk pantainya, pantai di sekitar batu
Layar termasuk pantai yang curam. Menurut ilmu geografi, permukaan pantai
terbentuk karena pengaruh gelombang, gletsyer, angin, arus dan pasang. Semua tadi hal merupakan tenaga pengikis, pengangkut, dan pengendap material yang mampu mengubah
bentuk suatu material. Material tersebut termasuk batu karang.
Bila dilihat dari bentuknya pantai di sekitar Batu Layar ini
bisa tergolong ke dalam jenis pantai fyord,
yaitu pantai yang berlekuk-lekuk panjang smepit dan tebingnya cura. Pantai ini
terbentuk akrena ,kikisan gletsyer. Atau
b isa jadi juga merupakan jenis pantai sekaren,
karena pantai ini tidak jauh masuk ke darat di mukanya terdapat banyak pulau –
pulau kecil. Salah satu pulaunya adalah Pulau Tiga. Atau kemungkinan adalah jenis pantai ini adalah
pantai ria yang menyerupai Pantai fyord. Bedanya pada pantai Ria pada
bagian muaranya dan lebih besar dan tebingnya lebih curam, pantai ini
terbentuk karena lembah sungai yang
tergenang air. Saya tidak dapat memastikannya. Para ahli kepantaian yang lebih
tahu. Walahu-alam.
(Ch. Enung Martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar