GEREJA TUA HILA
Hila adalah nama suatu daerah di bagian utara Pulau Ambon
yang berhadapan dengan Pulau Seram. Desa ini sendiri memang kurang populer
dikunjungi dibanding daerah Natsepa atau Liang yang terkenal dengan pantainya. Namun beberapa bangunan tua bernilai historis
ada / dekat di desa ini seperti Benteng Amsterdam, Gereja Tua Hila dan Mesjid
Tua Wepue Kaitetu berada di Negri Hila. Desa Hila terletak di Kecamatan Leihitu
yang sudah termasuk dalam Kabupaten Maluku Tengah. Letak gereja tua ini di
sudut jalan Desa, sekitar 50 meter dari Benteng Amesterdam.
Gereja Tua di Hila bernama Gereja Immanuel dan merupakan
bangunan gereja tertua di Provinsi Maluku. Bangunan sederhana ini berdinding
kayu yang di cat putih dengan atap rumbia dan sebuah tiang lonceng tinggi
menjulang menghiasi halamannya. Desain dalam gedungnya pun sangat sederhana
dengan sebuah mimbar menghadap 2 barisan kursi yang berjajar ke belakang dan
sebuah ruang kecil bagi pendeta. Gereja Tua Immanuel atau Gereja Tua Hila.
Namun, keugaharian bangunan ini justru menyatu dengan alam
pedesaan nan damai di pesisir Ambon. Ketika memasuki pelataran gereja tua ini,
saya meraskan sepoi angin laut yang mengambang di udara. Jalan desa nampak
lengang. Sesekali sepeda motor melewati jalanan itu. Nampak beberapa orang
berlalu lalang dengan santai tanpa tergesa diburu asa. Pemandangan yang membuat
suasana terasa begiti menentramkan.
Saya sengaja memisahkan diri dari rombongan yang sedang asyik
dengan keramaian di halaman Benteng Amesterdam. Saya begitu tersentuh ketika
bis mlewati banguann tua ini. Saya berjalan mendekati bangunan ini dengan HP
siap membidik objek yang menarik ini.
Dengan kesederhanaannya, bangunan ini anggun berdiri. Ia memberi
gambaran bermakna tentang Rumah Tuhan yang merakyat, ramah, dan hangat. Ini
adalah Rumah Tuhan yang sangat membumi. Ini Rumah Tuhan yang begitu menyentuh
hati saya. Jauh dari kemegahan, keangkuhan, dan kemewahan. Ia begitu ugahari. Hati
saya begitu hangat mrlihat dan memasuki bangunan ini. Mengingatkan saya
akan balai rakyat di tengah kampung
tempat berkumpul dalam persaudaraan.
Saya mencari berabgai informasi tentang bangunan tua ini. Gereja
ini dibangun pada tahun 1659 dan telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Pemugaran terakhir dilakukan karena gereja ini (bersama pemukiman Nasrani di
daerah Hila) dibakar dan dihancurkan oleh massa pada tahun 1999 akibat
kerusuhan. Tanpa dapat di cegah dan di sangka-sangka adalah sekelompok warga
yang tidak dikenal menghancurkan gereja ini. Sungguh tragis. Warga setempat
menangis. Menyesalkan penghancuran tersebut. Namun, mereka tidak berdaya
mencegah pengrusakan tersebut. Ketika
perdamaian mulai kemabli berhembus di Negri Hila, maka gereja tua itu muali dibangun
kembali oleh masyarakat secara bergotong royong tanpa melihat latar belakang agama.
Begitulah Rumah Tuhan, Gereja Imanuel, sekarang berdiri dalam
kesederhanaanya dan keanggunannya menyimpan cerita bermakna tentang kebencian
dan perpecahan yang dikalahkan dengan cinta kasih dan persatuan. Karena Rumah Tuhan tetap Rumah-Nya dan tak
diijinkan-Nya seorang pun untuk merusak dan menghancukannya.
Barangkali, aura itulah yang saya rasakan dari bangunan
sederhana ini yang mampu membawa kaki saya menuju ke tempat ini. Saya berdoa di
tempat ini untuk Dia Sang Maha Cinta. Untuk Dia yang selalu bertahta pada
setiap hati yang membutuhkan-Nya. Untuk Dia yang menyatukan dan memperbaharui. Bagi-Nya
segala puji dan kemuliaan sepanjang segala masa. Amin!
Gereja ini dapat dikunjungi tanpa pungutan biaya, hanya saja
ketika masuk kita akan disuguhi dengan buku tamu yang harus diisi dan kotak
persembahan sebagai bentuk solidaritas kita membantu perawatan gereja tertua di
Maluku ini.
(Ch. Enung martina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar