Jumat, 15 Juni 2018

AMBON MANISE 8


GEREJA TUA HILA


Hila adalah nama suatu daerah di bagian utara Pulau Ambon yang berhadapan dengan Pulau Seram. Desa ini sendiri memang kurang populer dikunjungi dibanding daerah Natsepa atau Liang yang terkenal dengan pantainya.  Namun beberapa bangunan tua bernilai historis ada / dekat di desa ini seperti Benteng Amsterdam, Gereja Tua Hila dan Mesjid Tua Wepue Kaitetu berada di Negri Hila. Desa Hila terletak di Kecamatan Leihitu yang sudah termasuk dalam Kabupaten Maluku Tengah. Letak gereja tua ini di sudut jalan Desa, sekitar 50 meter dari Benteng Amesterdam.

Gereja Tua di Hila bernama Gereja Immanuel dan merupakan bangunan gereja tertua di Provinsi Maluku. Bangunan sederhana ini berdinding kayu yang di cat putih dengan atap rumbia dan sebuah tiang lonceng tinggi menjulang menghiasi halamannya. Desain dalam gedungnya pun sangat sederhana dengan sebuah mimbar menghadap 2 barisan kursi yang berjajar ke belakang dan sebuah ruang kecil bagi pendeta. Gereja Tua Immanuel atau Gereja Tua Hila. 


Namun, keugaharian bangunan ini justru menyatu dengan alam pedesaan nan damai di pesisir Ambon. Ketika memasuki pelataran gereja tua ini, saya meraskan sepoi angin laut yang mengambang di udara. Jalan desa nampak lengang. Sesekali sepeda motor melewati jalanan itu. Nampak beberapa orang berlalu lalang dengan santai tanpa tergesa diburu asa. Pemandangan yang membuat suasana terasa begiti menentramkan.

Saya sengaja memisahkan diri dari rombongan yang sedang asyik dengan keramaian di halaman Benteng Amesterdam. Saya begitu tersentuh ketika bis mlewati banguann tua ini. Saya berjalan mendekati bangunan ini dengan HP siap membidik objek yang menarik ini.


Dengan kesederhanaannya, bangunan ini anggun berdiri. Ia memberi gambaran bermakna tentang Rumah Tuhan yang merakyat, ramah, dan hangat. Ini adalah Rumah Tuhan yang sangat membumi. Ini Rumah Tuhan yang begitu menyentuh hati saya. Jauh dari kemegahan, keangkuhan, dan kemewahan. Ia begitu ugahari. Hati saya begitu hangat mrlihat dan memasuki bangunan ini. Mengingatkan saya akan  balai rakyat di tengah kampung tempat berkumpul dalam persaudaraan. 


Saya mencari berabgai informasi tentang bangunan tua ini. Gereja ini dibangun pada tahun 1659 dan telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran terakhir dilakukan karena gereja ini (bersama pemukiman Nasrani di daerah Hila) dibakar dan dihancurkan oleh massa pada tahun 1999 akibat kerusuhan. Tanpa dapat di cegah dan di sangka-sangka adalah sekelompok warga yang tidak dikenal menghancurkan gereja ini. Sungguh tragis. Warga setempat menangis. Menyesalkan penghancuran tersebut. Namun, mereka tidak berdaya mencegah pengrusakan tersebut.  Ketika perdamaian mulai kemabli berhembus di Negri Hila, maka gereja tua itu muali dibangun kembali oleh masyarakat secara bergotong royong tanpa melihat latar belakang agama.

Begitulah Rumah Tuhan, Gereja Imanuel, sekarang berdiri dalam kesederhanaanya dan keanggunannya menyimpan cerita bermakna tentang kebencian dan perpecahan yang dikalahkan dengan cinta kasih dan persatuan.  Karena Rumah Tuhan tetap Rumah-Nya dan tak diijinkan-Nya seorang pun untuk merusak dan menghancukannya.

Barangkali, aura itulah yang saya rasakan dari bangunan sederhana ini yang mampu membawa kaki saya menuju ke tempat ini. Saya berdoa di tempat ini untuk Dia Sang Maha Cinta. Untuk Dia yang selalu bertahta pada setiap hati yang membutuhkan-Nya. Untuk Dia yang menyatukan dan memperbaharui. Bagi-Nya segala puji dan kemuliaan sepanjang segala masa. Amin!


Gereja ini dapat dikunjungi tanpa pungutan biaya, hanya saja ketika masuk kita akan disuguhi dengan buku tamu yang harus diisi dan kotak persembahan sebagai bentuk solidaritas kita membantu perawatan gereja tertua di Maluku ini. 
(Ch. Enung martina)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar